Kamis, 11 Juni 2020

Wajibkah Menghadiri Undangan Nikah ?

1. Madzhab Al-Hanafiyah

Imam Al-Qadhi Zaadah rahimahullah (w. 1087 H) mengatakan :

(ووليمة العرس سنة) قديمة وفيها مثوبة عظيمة(ومن دعي) إليها (فليجب وإن لم يجب أثم)

"Dan walimatul 'urs hukumnya sunnah yang ada sejak dahulu dan di dalamnya terdapat pahala yang sangat besar, dan siapa saja yang diundang untuk menghadiri walimah maka ia harus datang memenuhi undangannya dan apabila ia tidak datang maka ia berdosa."
(Majma' Al-Anhur fii Syarhi Multaqa Al-Abhur, jilid 2 hal. 550)

2. Madzhab Al-Malikiyah

Imam Ibnu Juza'i Al-Kalbi rahimahullah (w. 741 H) mengatakan :

وتجب الإجابة على من دعى إليها

"Menghadiri acara walimah itu diwajibkan bagi yang diundang."
(Al-Kalbi Al-Qawanin Al-Fiqhiyah, jilid 1 hal. 131)

Imam Ad-Dasuqi rahimahullah (w. 1230 H) mengatakan :

ووجوب إجابة الدعوة والحضور إنما هو لوليمة العرس

"Menjawab dan menghadiri undangan walimah pernikahan itu wajib."
(Hasyiyatu Ad-Dasuqi, jilid 2 hal. 337)

3. Madzhab Asy-Syafi'iyah

Al-Imam Asy-Syafii rahimahullah (w. 204 H) mengatakan :

[الوليمة]
إتيان دعوة الوليمة حق والوليمة التي تعرف وليمة العرس وكل دعوة كانت على إملاك أو نفاس أو ختان أو حادث سرور دعي إليها رجل فاسم الوليمة يقع عليها ولا أرخص لأحد في تركها ولو تركها لم يبن لي أنه عاص في تركها كما يبين في وليمة العرس.

(Bab Walimah)
"... Menghadiri undangan walimah hukumnya wajib, dan walimah yang biasa dimaksud adalah walimatul 'urs. Ketika seseorang diundang dalam undangan apapun, baik imlak, setelah melahirkan, khitan, atau moment bahagia, itu juga termasuk walimah. Aku tidak tidak mengizinkan siapapun mengabaikannya. Jika seseorang mengabaikan undangan walimah, maka dalam pandanganku dia telah berdosa sebagaimana telah jelas dalam walimatul 'urs."
(Al-Umm, jilid 6 hal. 195)

Imam An-Nawawi rahimahullah (w. 676 H) mengatakan :

(فصل) ومن دعى إلى وليمة وجب عليه الاجابة

"Fasl : Orang yang diundang untuk menghadiri walimah, dia wajib datang..."
(Al-Majmu Syarah Al-Muhadzdzab, jilid 16 hal. 396)

Imam Al-Hishni rahimahullah (w. 829 H) mengatakan :

... والإجابة إليها واجبة إلا من عذر

..."Dan menghadiri (walimah) hukumnya wajib kecuali ada udzur."
(Kifayatu Al-Akhyar, jilid 1 hal. 373)

Imam Al-Malibari rahimahullah (w. 987 H) mengatakan :

وتجب على غير معذور بأعذار الجمعة وقاض الإجابة إلى وليمة عرس عملت بعد عقد لا قبله

"Menghadiri walimatul 'urs yang diadakan setelah akad bukan sebelum akad hukumnya wajib kecuali yang udzur karena udzur jum'at dan Qadhi."
(Fathu Al-Muin, jilid 1 hal. 491)

Imam Ar-Ramli rahimahullah (w. 1004 H) mengatakan :

(والإجابة إليها) بناء على أنها سنة (فرض عين)

"(Dan hukum menghadiri (walimah)) yang mana hukum mengadakannya sunnah (adalah fardhu 'ain)"
(Nihayatu Al-Muhtaj, jilid 6 hal. 371)

4. Madzhab Al-Hanabilah

Imam Abul Khatab Al-Kalwadzani rahimahullah (w. 510 H) mengatakan :

وإجابة الداعي إليها إذا كان مسلما واجبة، فإن دعاه في اليوم الثاني استحب له الإجابة، فإن دعاه في اليوم الثالث لم يستحب له الإجابة

"Dan hukum menghadiri undangan walimah pernikahan adalah wajib jika yang mengundang adalah muslim, dan jika ia mengundang pada hari kedua hukumnya mustahab, dan hari ketiga bukan mustahab lagi hukumnya."
(Al-Hidayah, hal. 410)

Imam Ibnu Qudamah rahimahullah (w. 620 H) mengatakan :

(5665) فصل: وإنما تجب الإجابة على من عين بالدعوة، بأن يدعو رجلا بعينه، أو جماعة معينين.

Pasal (5665)
"Wajib menghadiri undangan bagi seseorang yang diundang dengan namanya, atau sebuah kelompok dengan namanya."
(Al-Mughni, jilid 7 hal. 277)

Selanjutnya Imam Ibnu Qudamah rahimahullah (w. 620 H) kembali menjelaskan :

فصل: وإجابة الداعي إليها واجبة...وإن دعا ثلاثة أيام، وجبت الإجابة في اليوم الأول، واستحب في الثاني، ولم تستحب في الثالث...

Pasal:
"Dan memenuhi undangan seseorang yang mengundang walimah pernikahan adalah wajib...jika ia mengundang 3 hari, maka menghadiri undangan hari pertama wajib, hari kedua mustahab, dan hari ketiga bukan mustahab lagi."
(Al-Kafi fi Fiqhi Al-Imam Ahmad, jilid 3 hal. 78)

Imam Az-Zarkasyi rahimahullah (w. 772 H) mengatakan :

قال: وعلى من دعي إليها أن يجيب. ش: يعني إلى وليمة العرس، وهذا هو المذهب المعروف في الجملة، وقول عامة العلماء...

"Al-Khiraqiy berkata : dan siapa yang diundang maka wajib untuk menghadiri, yaitu walimah pernikahan, dan ini adalah pendapat madzhab yang terkenal secara keseluruhan, begitupun perkataan para ulama."
(Syarah Az-Zarkasyi, jilid 5 hal. 328)

Imam Al-Mardawi rahimahullah (w. 885 H) mengatakan :

قوله (والإجابة إليها واجبة) . هذا المذهب مطلقا بشروطه. وعليه جماهير الأصحاب. ....

"(Dan menghadiri undangan wajib hukumnya). Ini adalah pendapat madzhab secara muthlaq dengan syarat-syaratnya. Dan pendapat para jumhur ulama."
(Al-Inshaf fi Marifati Ar-Rajih min Al-Khilaf, jilid 8 hal. 318)

Syaikh Abdul Qadir Asy-Syaibani rahimahullah (w. 1135 H) mengatakan :

[حكم إجابة الدعوة] (والإجابة إليها) أي الوليمة (في المرة الأولى واجبة) لما روي عن ابن عمر رضي الله عنهما، مرفوعا "أجيبوا هذه الدعوة إذا دعيتم إليها" (1) (إن كان لا عذر) له فإن كان المدعو مريضا،...، أو مشغولا بحفظ مال، أو كان في شدة حر أو برد أو مطر يبل الثياب، أو وحل، أو كان أجيرا خاصا ولم يأذن له المستأجر، لم تجب الإجابة، (ولا منكر).

... (و) الإجابة إلى الوليمة إذا دعي (في) المرة (الثانية سنة) كما لو دعي إليها في اليوم الثاني (وفي الثالثة مكروهة).

(Hukum menghadiri undangan)
"Menghadiri undangan yaitu walimah (pada hari pertama wajib hukumnya) sebagaimana yang telah diriwayatkan dari Ibnu Abdil barr "penuhilah undangan jika kalian diundang" dengan syarat jika tidak ada halangan karena sakit atau sibuk menjaga harta, atau karena udara yang sangat panas, udara yang sangat dingin, atau karena hujan lebat, lumpur, atau karena disewa oleh seseorang, maka tidak wajib memenuhi undangan. (dan tidak ada yang menyelisihi tentang hal ini)

Dan sunnah hukum menghadiri undangan walimah pernikahan jika diundang kedua kali, sebagaimana jika diundang pada hari yang kedua. dan jika yang ketiga hukumnya makruh."
(Nail Al-Marib bi Syarhi Dalil Ath-Thalib, jilid 2 hal. 203)

Catatan : Jika telah menghadiri undangan walimah hari pertama (misal ketika akad nikah) maka hari berikutnya (misal ketika resepsi pernikahan) dihukumi sunnah.

5. Madzhab Azh-Zhahiriyah

Imam Ibnu Hazm rahimahullah (w. 456 H) mengatakan :

مسألة: وفرض على كل من دعي إلى وليمة أو طعام أن يجيب - إلا من عذر - فإن كان مفطرا ففرض عليه أن يأكل، فإن كان صائما فليدع الله لهم،

"Permasalahan : dan siapa saja yang diundang untuk acara walimah atau makan maka hukumnya fardhu (wajib) untuk memenuhi undangan tersebut kecuali ada halangan tertentu. Apabila ia tidak berpuasa maka hukumnya fardhu untuk makan, dan apabila ia berpuasa maka cukup baginya mendoakan mereka."
(Al-Muhalla bil Atsar, jilid 9 hal. 23)

Dalil yang menyatakan hukum menghadiri walimah pernikahan itu wajib :

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْأَشْعَثِ بْنِ سُلَيْمٍ قَالَ سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ بْنَ سُوَيْدِ بْنِ مُقَرِّنٍ عَنْ الْبَرَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
أَمَرَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ وَنَهَانَا عَنْ سَبْعٍ أَمَرَنَا بِعِيَادَةِ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعِ الْجِنَازَةِ وَتَشْمِيتِ الْعَاطِسِ وَإِجَابَةِ الدَّاعِي وَرَدِّ السَّلَامِ وَنَصْرِ الْمَظْلُومِ وَإِبْرَارِ الْمُقْسِمِ وَنَهَانَا عَنْ سَبْعٍ عَنْ خَاتَمِ الذَّهَبِ أَوْ قَالَ حَلْقَةِ الذَّهَبِ وَعَنْ لُبْسِ الْحَرِيرِ وَالدِّيبَاجِ وَالسُّنْدُسِ وَالْمَيَاثِرِ

Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Harb; Telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al Asy'ats bin Sulaim dia berkata; Saya mendengar Mu'aawiyah bin Suwaid bin Muqarrin, dari Al Barraa` radhiallahu 'anhu dia berkata :

"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kami tujuh perkara dan melarang tujuh perkara, beliau memerintahkan menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, mendo'akan orang yang bersin, MEMENUHI UNDANGAN, menjawab salam dan menolong orang yang terzhalimi serta melaksanakan sumpah, dan beliau melarang tujuh perkara, yaitu; mengenakan cincin emas, atau bersabda; kalung emas, mengenakan sutera, dibaj (sejenis sutera), Sundus (kain yang terbuat dari sutera) dan mayasir (mantel yang bertutup kepala yang terbuat dari sutera)."
(HR. Bukhari no. 6222)

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيمَةِ فَلْيَأْتِهَا

Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bih Yuusuf; Telah mengabarkan kepada kami Maalik, dari Naafi', dari 'Abdullah bin 'Umar radhiallahu 'anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

“Jika salah seorang di antara kalian diundang walimah, maka hadirilah.”
(HR. Bukhari no. 5173)

و حَدَّثَنِي هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِي مُوسَى بْنُ عُقْبَةَ عَنْ نَافِعٍ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُا
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجِيبُوا هَذِهِ الدَّعْوَةَ إِذَا دُعِيتُمْ لَهَا
قَالَ وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ يَأْتِي الدَّعْوَةَ فِي الْعُرْسِ وَغَيْرِ الْعُرْسِ وَيَأْتِيهَا وَهُوَ صَائِمٌ

Telah menceritakan kepadaku Haarun bin 'Abdullah; Telah menceritakan kepada kami Hajjaaj bin Muhammad, dari Ibnu Juraij; Telah mengabarkan kepadaku Muusa bin 'Uqbah, dari Naafi' dia berkata; Saya mendengar 'Abdullah bin 'Umar berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

"Penuhilah undangan ini, jika kalian diundang untuknya."

Dan 'Abdullah bin 'Umar selalu mendatangi undangan pernikahan dan sejenisnya, dan dia mendatangi undangan tersebut meskipun dia sedang berpuasa.
(HR. Muslim no. 1429)

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ سُفْيَانَ قَالَ حَدَّثَنِي مَنْصُورٌ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ أَبِي مُوسَى
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فُكُّوا الْعَانِيَ وَأَجِيبُوا الدَّاعِيَ وَعُودُوا الْمَرِيضَ

Telah menceritakan kepada kami Musaddad; Telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Sufyan ia berkata; Telah menceritakan kepadaku Manshuur, dari Abi Wa`il, dari Abi Musa, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda :

"Lepaskanlah tawanan, penuhilah undangan dan jenguklah orang sakit."
(HR. Bukhari no. 5174)

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ
شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الْأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yuusuf; Telah mengabarkan kepada kami Maalik, dari Ibnu Syihaab, dari Al A'raj, dari Abi Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa ia berkata :

"Seburuk-buruk jamuan adalah jamuan walimah yang diundang sebatas orang-orang kaya, sementara orang-orang miskin tidak diundang. Siapa yang tidak memenuhi undangan maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam."
(HR. Bukhari no. 5177)

Al-Allamah Abul Hasan As-Sindi Al-Hanafi rahimahullah (w. 1138 H) berkata :

وَفِي قَوْله )وَمَنْ لَمْ يُجِبْ ( إِشَارَة إِلَى أَنَّ إِجَابَة الدَّعْوَة لِلْوَلِيمَةِ وَاجِبَة وَإِنْ كَانَتْ هِيَ شَرّ الطَّعَام مِنْ تَلِك الْجِهَة

“Di dalam sabda beliau “Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan ini” terdapat isyarat bahwa menghadiri undangan walimah pernikahan hukumnya wajib, walaupun acara walimah sendiri termasuk sejelek-jelek jamuan makan dari sisi itu.” 
(Hasyiyah As-Sindi ala Ibni Majah, 4/166)

حَدَّثَنَا عَبْدَانُ عَنْ أَبِي حَمْزَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ دُعِيتُ إِلَى كُرَاعٍ لَأَجَبْتُ وَلَوْ أُهْدِيَ إِلَيَّ كُرَاعٌ لَقَبِلْتُ

Telah menceritakan kepada kami 'Abdaan dari Abi Hamzah, dari Al A'masy, dari Abi Haazim, dari Abi Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda :

"Seandainya aku diundang ke penghujung negeri, niscaya aku akan mendatanginya. Dan seandainya aku diberi daging bagian kaki, niscaya aku akan menerimanya."
(HR. Bukhari no. 5178)

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الْمُبَارَكِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ صُهَيْبٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
أَبْصَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِسَاءً وَصِبْيَانًا مُقْبِلِينَ مِنْ عُرْسٍ فَقَامَ مُمْتَنًّا فَقَالَ اللَّهُمَّ أَنْتُمْ مِنْ أَحَبِّ النَّاسِ إِلَيَّ

Telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin Mubaarak; Telah menceritakan kepada kami 'Abdul Waarits; Telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziiz bin Shuhaib, dari Anas bin Maalik radhiallahu 'anhu, ia berkata :

"Suatu ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melihat para wanita dan anak-anak perempuan yang sedang memenuhi undangan walimahan, maka beliau pun berdiri dengan segera seraya mengatakan: "Ya Allah, kalian adalah orang-orang yang paling aku cintai."
(HR. Bukhari no. 5180)

Akan tetapi, kewajiban tersebut terikat dengan beberapa syarat :

1. Walimah seorang Muslim, sebagaimana sabda Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Apabila salah seorang saudara kalian mengundang saudaranya (sama saja) apakah undangan walimah ‘urs atau semisalnya, maka datangilah.”
(HR. Muslim no. 1429)

Syaikh Muhammad Al-‘Utsaimîn rahimahullah berkata :
“Kalau seandainya engkau memiliki tetangga non-muslim yang menyelenggarakan pernikahan, dan mengadakan walimah lalu mengundangmu, maka hukum menghadirinya adalah mubah (diperbolehkan), tidak wajib. Karena memenuhi undangan orang non-muslim hukumnya boleh, kecuali di dalamnya terdapat syiar-syiar agama (mereka), begitupula dalam hari raya mereka, maka menghadiri undangannya tidak diperbolehkan (diharamkan)."
(Asy-Syarhu Al-Mumti’, 5/337)

2. Mendapatkan undangan secara khusus melalui telepon, kartu undangan atau semisalnya. Adapun undangan bersifat umum (grup), maka tidak termasuk wajib, karena bersifat fardhu kifayah.

Syaikh Muhammad Al-‘Utsaimîn rahimahullah berkata :
”Apabila kartu undangan walimatul 'urs ditujukan untuk semua orang, tidak ditentukan siapa yang diundang, maka mungkin dapat dikatakan ini adalah undangan bersifat umum, sehingga tidak wajib memenuhi undangan seperti ini. Akan tetapi, jika dia yakin bahwa dialah yang diundang, maka memenuhi undangan ini menjadi wajib, karena ini sama saja dengan undangan dari lisan si pengundang”.
(Al-Qâulul Mufîd ’alâ Kitâbit Tauhîd)

3. Tidak terdapat kemungkaran (misalnya musik), kecuali hendak mengingkarinya.

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّهَا أَخْبَرَتْهُ أَنَّهَا اشْتَرَتْ نُمْرُقَةً فِيهَا تَصَاوِيرُ فَلَمَّا رَآهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ عَلَى الْبَابِ فَلَمْ يَدْخُلْ فَعَرَفْتُ فِي وَجْهِهِ الْكَرَاهِيَةَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتُوبُ إِلَى اللَّهِ وَإِلَى رَسُولِهِ مَاذَا أَذْنَبْتُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا بَالُ هَذِهِ النُّمْرُقَةِ قَالَتْ فَقُلْتُ اشْتَرَيْتُهَا لَكَ لِتَقْعُدَ عَلَيْهَا وَتَوَسَّدَهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ وَقَالَ إِنَّ الْبَيْتَ الَّذِي فِيهِ الصُّوَرُ لَا تَدْخُلُهُ الْمَلَائِكَةُ

Telah menceritakan kepada kami Isma'iil ia berkata; Telah menceritakan kepadaku Maalik, dari Naafi', dari Al Qaasim bin Muhammad, dari 'Aisyah istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa ia telah mengabarkan kepadanya bahwasanya :

"Ia pernah membeli bantal yang bergambar. Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihatnya, beliau pun berdiri di pintu dan tidak mau masuk, maka aku pun tahu akan rona tak suka pada wajahnya, aku berkata, "Wahai Rasulullah, aku bertaubat kepada Allah dan juga kepada Rasul-Nya. Dosa apa yang telah kulakukan?" Selanjutnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda :

"Kenapa ada bantal seperti ini?" 'Aisyah berkata, "Aku membelinya untuk Anda agar Anda pergunakan untuk duduk dan juga berbantal dengannya." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya yang melukis gambar ini akan disiksa kelak pada hari kiamat, dan kepada mereka akan dikatakan, 'Hidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan.'" Dan beliau juga bersabda: "Sesungguhnya rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar, maka rumah itu tidak akan dimasuki malaikat."
(HR. Bukhari no. 5181)

Imam Al Bukhari mencantumkan hadits di atas pada Bab : Apakah seseorang harus kembali saat melihat kemungkaran saat acara walimah.

Namun sebagian ulama ada yang masih memberikan keringanan dengan membolehkan menghadiri acara yang ada kemungkaran. Menurut ulama yang membolehkan, seseorang tetap bisa hadir di undangan tersebut bila dikhawatirkan ketidakhadirannya menimbulkan fitnah dan rusaknya hubungan. Dia menghadiri dengan cara tidak melihat kemungkaran dan mengingkari dalam hatinya. Ini diqiyaskan ketika seseorang memiliki tetangga yang berbuat mungkar dengan memutar musik yang diharamkan, ia tidak serta merta diwajibkan menghentikan kemungkaran tersebut, dengan sebab suara musik yang sampai kerumahnya.

Diriwayatkan bahwa Imam Hasan Al Bashri rahimahullah mengajak Muhammad bin Ka’ab dalam sebuah undangan walimah. Lalu mereka berdua mendengar musik yang mungkar dalam acara tersebut. Maka Muhammad bin Ka’ab berdiri hendak meninggalkan majelis. Maka Imam Hasan mencegahnya seraya berkata, “Duduklah ! Jangan kemaksiatan yang mereka perbuat menghalangi keta’atanmu/ibadahmu.” (yang dimaksud ketaatan/ibadah adalah menghadiri undangan walimah).
(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah 45/233, Majmu' Syarhul Muhadzdzab 16/406)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahmatullah 'alaihi menyatakan :
"Adapun seseorang yang tidak berniat untuk mendengarkan musik maka tidak mengapa, tidak terlarang dan tidak tercela berdasarkan kesepakatan para ulama. Oleh karena itulah yang menyebabkan tercela atau terpuji ialah jika ia mendengarkan dengan seksama, bukan sebatas mendengar tanpa ada niat. Seperti halnya mendengarkan Al-Qur'an dengan seksama maka akan diberikan pahala. Sedangkan orang yang mendengarkan Al-Qur'an tanpa ada niat mendengarnya, maka tidak diberi pahala karena amalan tergantung niat."
(At-Tuhfah Al-'Iraqiyyah hal. 72)

4. Tidak ada udzur yang menghalangi hadir, seperti sakit, safar, atau mendapatkan undangan sebelumnya ke tempat walimah lainnya.

Catatan :

Mayoritas ulama berpendapat bahwa undangan yang wajib dipenuhi hanya undangan walimahan (pernikahan). Sedangkan undangan selain walimahan hanya dianjurkan (sunnah) untuk dipenuhi.
(Lihat Syarh Riyadhus Shalihin, Syaikh Ibnu Utsaimin dan Tawdihul Ahkam, Syaikh Ali Basam)

Al-Allamah Abdur Rauf Al-Munawi Asy-Syafi’i rahimahullah (w. 1031 H) menyatakan :

فالوليمة له سنة والإجابة إليها عند توفر الشروط واجبة أمّا غير العرس من الولائم العشرة المشهورة فإتيانها مندوب

“Mengadakan acara walimah untuk pernikahan adalah sunnah, sedangkan mendatanginya -jika persyaratan untuk mendatanginya terpenuhi- adalah wajib. Adapun jamuan makan selain pernikahan dari sepuluh macam acara jamuan makan yang terkenal, maka mendatanginya hanya dianjurkan (tidak diwajibkan, pen).” 
(At-Taisir Syarh Al-Jami’ish Shaghir, 1/25)

Semoga bermanfaat, hanya Allah yang memberi taufik.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar