Senin, 15 Juni 2020

Larangan Memegang Kemaluan dengan Tangan Kanan

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ قَالَ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا بَالَ أَحَدُكُمْ فَلَا يَأْخُذَنَّ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ وَلَا يَسْتَنْجِي بِيَمِينِهِ وَلَا يَتَنَفَّسْ فِي الْإِنَاءِ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yuusuf berkata; Telah menceritakan kepada kami Al Auzaa'i dari Yahya bin Abu Katsiir dari 'Abdullah bin Abu Qataadah dari Bapaknya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda :

"Jika salah seorang dari kalian kencing maka janganlah ia memegang kemaluannya dengan tangan kanan, jangan beristinja' dengan tangan kanan dan jangan bernafas dalam gelas saat minum."
(HR. Bukhari no. 154)

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ وَمَنْصُورٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ سَلْمَانَ قَالَ
قَالَ لَنَا الْمُشْرِكُونَ إِنِّي أَرَى صَاحِبَكُمْ يُعَلِّمُكُمْ حَتَّى يُعَلِّمَكُمْ الْخِرَاءَةَ فَقَالَ أَجَلْ إِنَّهُ نَهَانَا أَنْ يَسْتَنْجِيَ أَحَدُنَا بِيَمِينِهِ أَوْ يَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ وَنَهَى عَنْ الرَّوْثِ وَالْعِظَامِ وَقَالَ لَا يَسْتَنْجِي أَحَدُكُمْ بِدُونِ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsanna; Telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman; Telah menceritakan kepada kami Sufyaan dari Al-A'masy dan Manshuur dari Ibraahiim dari 'Abdurrahman bin Yaziid dari Salmaan dia berkata,

"Kaum musyrikin berkata kepada kami, 'Sungguh, aku melihat sahabat kalian (Rasulullah) mengajarkan kalian hingga masalah beristinja', Salmaan berkata; 'Ya. Beliau melarang kami beristinja' dengan tangan kanan atau menghadap kiblat, dan beliau juga melarang beristinja' dengan kotoran hewan dan tulang. Beliau bersabda: "Janganlah salah seorang dari kalian beristinja' kurang dari tiga batu."
(HR. Muslim no. 262)

حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ حُمَيْدِ بْنِ كَاسِبٍ حَدَّثَنَا الْمُغِيرَةُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَجَاءٍ الْمَكِّيُّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ عَنْ الْقَعْقَاعِ بْنِ حَكِيمٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اسْتَطَابَ أَحَدُكُمْ فَلَا يَسْتَطِبْ بِيَمِينِهِ لِيَسْتَنْجِ بِشِمَالِهِ

Telah menceritakan kepada kami Ya'quub bin Humaid bin Kaasib berkata; Telah menceritakan kepada kami Al Mughiirah bin 'Abdurrahman dan 'Abdullah bin Rajaa` Al Makkiy dari Muhammad bin 'Ajlaan dari Al Qa'qaa' bin Hakiim dari Abu Shaalih dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

"Jika kalian beristinja` maka janganlah menggunakan tangan kanan, hendaklah ia beristinja` dengan menggunakan tangan kirinya."
(HR. Ibnu Majah no. 312)

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ النُّفَيْلِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ عَنْ الْقَعْقَاعِ بْنِ حَكِيمٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا أَنَا لَكُمْ بِمَنْزِلَةِ الْوَالِدِ أُعَلِّمُكُمْ فَإِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ الْغَائِطَ فَلَا يَسْتَقْبِلْ الْقِبْلَةَ وَلَا يَسْتَدْبِرْهَا وَلَا يَسْتَطِبْ بِيَمِينِهِ وَكَانَ يَأْمُرُ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ وَيَنْهَى عَنْ الرَّوْثِ وَالرِّمَّةِ

Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Muhammad An Nufaili; Telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubaarak dari Muhammad bin 'Ajlaan dari Al Qa'qaa' bin Hakiim dari Abu Shaalih dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

"Sesungguhnya aku bagi kalian hanyalah seperti kedudukan orangtua, aku ajarkan kepada kalian; apabila salah seorang dari kalian hendak buang air, janganlah dia menghadap kiblat, jangan pula membelakanginya, dan jangan beristinja' dengan tangan kanannya." Dan beliau juga menyuruh untuk beristinja' dengan tiga batu, serta melarang beristinja' dengan kotoran binatang dan tulang basah."
(HR. Abu Daud no. 8)

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ آدَمَ بْنِ سُلَيْمَانَ الْمِصِّيصِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي زَائِدَةَ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو أَيُّوبَ يَعْنِي الْإِفْرِيقِيَّ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ الْمُسَيَّبِ بْنِ رَافِعٍ وَمَعْبَدٍ عَنْ حَارِثَةَ بْنِ وَهْبٍ الْخُزَاعِيِّ قَالَ حَدَّثَتْنِي حَفْصَةُ زَوْجُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَجْعَلُ يَمِينَهُ لِطَعَامِهِ وَشَرَابِهِ وَثِيَابِهِ وَيَجْعَلُ شِمَالَهُ لِمَا سِوَى ذَلِكَ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Adam bin Sulaimaan Al Mishshiishiy; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Zaa`idah dia berkata; Telah menceritakan kepada saya Abu Ayyub, yakni Al Ifriiqiy dari 'Aashim dari Al Musayyab bin Raafi' dan Ma'bad dari Haaritsah bin Wahb Al Khuzaa'i dia berkata; Telah menceritakan kepada saya Hafshah, istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,

"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjadikan tangan kanannya untuk makan, minum, dan berpakaian, dan menjadikan tangan kirinya untuk selain dari itu."
(HR. Abu Daud no. 32)

حَدَّثَنَا أَبُو تَوْبَةَ الرَّبِيعُ بْنُ نَافِعٍ حَدَّثَنِي عِيسَى بْنُ يُونُسَ عَنْ ابْنِ أَبِي عَرُوبَةَ عَنْ أَبِي مَعْشَرٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
كَانَتْ يَدُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْيُمْنَى لِطُهُورِهِ وَطَعَامِهِ وَكَانَتْ يَدُهُ الْيُسْرَى لِخَلَائِهِ وَمَا كَانَ مِنْ أَذًى
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمِ بْنِ بُزَيْعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنِ عَطَاءٍ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي مَعْشَرٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ الْأَسْوَدِ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَعْنَاهُ

Telah menceritakan kepada kami Abu Taubah Ar Rabii' bin Naafi'; Telah menceritakan kepada saya 'Iisa bin Yuunus dari Ibnu Abi 'Aruubah dari Abu Ma'syar dari Ibraahiim dari 'Aisyah dia berkata :

"Tangan kanan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah untuk bersuci dan makannya, sedangkan tangan kirinya adalah untuk beristinja' dan membersihkan kotoran."

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Haatim bin Buzai'; Telah menceritakan kepada kami Abdulwahhaab bin 'Athaa` dari Sa'iid dari Abu Ma'syar dari Ibraahiim dari Al Aswad dari 'Aisyah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dengan lafazh yang semakna.
(HR. Abu Daud no. 33, 34)

Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan :

( وَأَنْ لَا يَسْتَنْجِي بِالْيَمِينِ ) هُوَ مِنْ أَدَب الِاسْتِنْجَاء ، وَقَدْ أَجْمَعَ الْعُلَمَاء عَلَى أَنَّهُ مَنْهِيّ عَنْ الِاسْتِنْجَاء بِالْيَمِينِ ، ثُمَّ الْجَمَاهِير عَلَى أَنَّهُ نَهْي تَنْزِيه وَأَدَب لَا نَهْي تَحْرِيم ، وَذَهَبَ بَعْض أَهْل الظَّاهِر إِلَى أَنَّهُ حَرَام ، وَأَشَارَ إِلَى تَحْرِيمه جَمَاعَة مِنْ أَصْحَابنَا ، وَلَا تَعْوِيل عَلَى إِشَارَتهمْ ، قَالَ أَصْحَابنَا : وَيُسْتَحَبّ أَنْ لَا يَسْتَعِين بِالْيَدِ الْيُمْنَى فِي شَيْء مِنْ أُمُور الِاسْتِنْجَاء إِلَّا لِعُذْرٍ ، فَإِذَا اِسْتَنْجَى بِمَاءٍ صَبَّهُ بِالْيُمْنَى وَمَسَحَ بِالْيُسْرَى

"(Janganlah istinja' dengan tangan kanan) ini adalah adab dalam istinja' (cebok), para ulama telah ijma’ (sepakat) bahwa istinja' dengan tangan kanan terlarang. Lalu, mayoritas ulama mengatakan larangan ini bermakna makruh tanzih, bukan haram. Sebagian kalangan tekstualis (ahluzh zhahir) mengatakan bahwa ini diharamkan. Para sahabat kami (Syafi’iyah) juga mengisyaratkan keharamannya, namun tidak ada takwil atas isyarat mereka itu. Para sahabat kami mengatakan: disunnahkan sama sekali tidak menggunakan tangan kanan dalam urusan istinja' kecuali ada ‘udzur. Jika istinja' dengan air, maka tangan kanan menyiramkan air, dan membersihkannya dengan tangan kiri."
(Al Minhaj, 1/421)

Beliau rahimahullah melanjutkan,

امَّا إِمْسَاك الذَّكَر بِالْيَمِينِ فَمَكْرُوه كَرَاهَة تَنْزِيه لَا تَحْرِيم كَمَا تَقَدَّمَ فِي الِاسْتِنْجَاء ، وَقَدْ قَدَّمْنَا هُنَاكَ أَنَّهُ لَا يَسْتَعِين بِالْيَمِينِ فِي شَيْء مِنْ ذَلِكَ مِنْ الِاسْتِنْجَاء

"Ada pun memegang kemaluan dengan tangan kanan, itu adalah makruh, yaitu makruh tanzih, bukan haram sebagaimana penjelasan lalu tentang istinja'. Kami telah menjelaskan di situ bahwa jangan menggunakan tangan kanan dalam hal istinja ini."
(Al Minhaj, 1/426)

Imam Al-Khithabi rahimahullah mengatakan,

إنما كره مس الذكر باليمين تنزيها لها عن مباشرة العضو الذي يكون منه الأذى والحدث ، وكان صلى الله عليه وسلم يجعل يمناه لطعامه وشرابه ولباسه ويسراه لما عداها من مهنة البدن…

"Menyentuh kemaluan dengan tangan kanan hukumnya makruh, untuk melindungi tangan kanan agar tidak menyentuh anggota badan yang menjadi saluran kotoran dan najis. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan tangan kanan beliau untuk makanan, minuman, didahulukan ketika memakai baju. Sementara beliau gunakan tangan kirinya untuk hal-hal yang kurang terhormat."
(Ma’alim As-Sunan, 1/23)

Syaikh 'Abdullah Al-Fauzan hafizhahullah mengatakan,

الحديث دليل على نهي البائل أن يمسك ذكره بيمينه حال البول ؛ لأن هذا ينافي تكريم اليمين .وقد حمل جمهور العلماء هذا النهي على الكراهة ـ كما ذكر النووي وغيره ـ ؛ لأنه من باب الآداب والتوجيه والإرشاد ، ولأنه من باب تنزيه اليمين وذلك لا يصل النهي فيه إلى التحريم

"Hadits di atas merupakan dalil larangan memegang kemaluan dengan tangan kanan ketika kencing. Karena perbuatan ini tidak memuliakan tangan kanan. Mayoritas ulama memahami larangan dalam hadits ini sebagai larangan makruh, sebagaimana ditegaskan An-Nawawi dan yang lainnya. Karena hadits ini berbicara masalah adab, dan arahan. Disamping itu, larangan ini terkait sikap memuliakan tangan kanan, dan sifat larangan itu tidak sampai pada hukum haram."

Syaikh hafizhahullah melanjutkan,

وذهب داود الظاهري وكذا ابن حزم إلى أنه نهي تحريم ، بناءً على أن الأصل في النهي التحريم .وقول الجمهور أرجح ، وهو أنه نهيُ تأديب وإرشاد ، ومما يؤيده قوله صلّى الله عليه وسلّم في الذَّكَرِ: “هل هو إلا بضعة منك….”

"Sementara Daud Azh-Zhahiri, demikian pula Ibnu Hazm, menilai larangan ini sebagai larangan yang statusnya haram. Berdasarkan prinsip, hukum asal larangan adalah haram. Namun pendapat mayoritas ulama lebih kuat, bahwa larangan ini sifatnya adalah arahan terkait masalah adab. Dan diantara dalil yang menguatkan pendapat ini adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya tentang hukum memegang kemaluan, “Bukankah itu bagian dari anggota badanmu?..”
(Minhah Al-Allam, Syarh Bulugh Maram, 1/312)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah (w. 1421 H) menjelaskan,
“Sesiapa yang meneliti hadits ini maka ia akan mendapati Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam membataskan dengan waktu ketika kencing saja. Perkataan “sedang kencing” merujuk kepada perbuatan “orang yang menyentuh kemaluan.”
Para ulama (semoga Allah merahmati mereka) berbeda pendapat tentang batasan dari larangan tersebut hanya pada ketika kencing saja, karena mungkin kencing akan mengotori tangannya. Manakala jika selain waktu kencing, maka anggota tubuh tersebut adalah sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :

إِنَّمَا هُوَ بَضْعَةٌ مِنْكَ

“Sesungguhnya ia (dzakar) adalah sebagian dari bagian tubuh-mu.”
(HR. Ahmad no. 16286)

Hadits ini adalah apabila beliau (Shallallahu ‘alaihi wa Sallam) ditanya oleh seorang lelaki yang menyentuh kemaluannya ketika sedang shalat. Adakah ia wajib mengulang wudhu’nya? Apabila dzakar tersebut dinyatakan sebagai sebagian dari tubuhnya, maka tiadalah lagi beda antara menyentuhnya dengan tangan kanan atau dengan tangan kiri.

Sebagian ulama mengatakan, “Bahwasanya apabila menyentuh kemaluan dengan tangan kanan ketika kencing itu dilarang, sudah tentu menyentuhnya pada selain waktu itu lebih dilarang lagi. Karena ketika kencing adakalanya seseorang memiliki keperluan untuk menyentuhnya. Maka jika ia dilarang pada saat-saat diperlukan untuk menyentuhnya, maka larangan pada waktu selainnya tentu lebih utama (aula).”
(Fathul Bari, 1/254. Al-Inshaf, 1/209)

Kedua bentuk istidlal (pengambilan dalil) tersebut memiliki maksud dan memiliki dua kemungkinan. Dan sikap yang paling berhati-hati adalah dengan tidak menyentuhnya secara mutlak (dengan tangan kanan). Walau bagaimanapun, yang lebih tepat (pasti) adalah makruh (tidak disukai perbuatan menyentuh kemaluan dengan tangan kanan) hanya ketika kencing berdasarkan hadits tersebut.
Manakala pada ketika selain waktu kencing, ada beberapa kemungkinan. Jika tiada keperluan (untuk menyentuhnya dengan tangan kanan), maka cukuplah ia menyentuhnya dengan tangan kiri (jika perlu).
Alasan yang memakruhkannya adalah perkara tersebut dilihat dari sisi memuliakan anggota tubuh sebelah kanan.
(Syarhul Mumti’ ‘ala Zaadil Mustaqni’ karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, 1/121-122 – Daar Ibnul Jauzi)

Allahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar