Sabtu, 23 Juli 2022
Penukaran Uang Lebaran – Tradisi Riba
Menghitung Zakat Utang
Bacaan I’tidal yang Diperebutkan Malaikat
BERBUKA DENGAN KURMA YANG BERJUMLAH GANJIL BUKAN SUNNAH ?
Jumat, 22 Juli 2022
Shalat Witir Tiga Rakaat, Bagaimana Melakukannya ?
Sunnah Merenggangkan Siku Tangan dari Perut Ketika Ruku'
Sunnah Mengangkat Tangan Ketika Bangkit ke Rakaat Ketiga
Bergeser dari Tempat Shalat Wajib untuk Shalat Sunnah
Bolehkah Membaca Al-Quran Sambil Tiduran (Berbaring) ?
Nuzulul Qur’an Tanggal 17 Ramadhan
Adakah Malaikat Penyelamat Manusia ?
Membaca Shalawat Ketika Lupa
Harta Suami Milik Istri, Harta Istri Bukan Milik Suami ?
Siapa yang Paling Berhak Menentukan Mahar ?
Sejarah Nama Bulan Ramadhan
Ada lima bulan – Rabi’ul awal – akhir, Jumadil awal – akhir, dan Ramadhan – yang namanya ditetapkan berdasarkan keadaan musim yang terjadi di bulan tersebut.
– Rabi’ul awal dan akhir diambil dari kata rabi’ [arab: ربيع] yang artinya semi. Karena ketika penamaan bulan Rabi’ bertepatan dengan musim semi.
– Jumadil Ula dan Akhirah, diambil dari kata: jamad [arab: جماد], yang artinya beku. Karena pada saat penamaan bulan ini bertepatan dengan musim dingin, dimana air membeku.
– Sedangkan Ramadhan diambil dari kata Ramdha’ [arab: رمضاء], yang artinya sangat panas. Karena penamaan bulan ini bertepatan dengan musim panas.
Asal Penamaan Ramadhan
Imam An-Nawawi dalam kitabnya Tahdzib Al-Asma wa Al-Lughat, menyebutkan beberapa pendapat ahli bahasa, terkait asal penamaan Ramadhan.
Pertama, diambil dari kata Ar-Ramdh [arab: الرمض] yang artinya panasnya batu karena terkena terik matahari. Sehingga bulan ini dinamakan Ramadhan, karena kewajiban puasa di bulan ini bertepatan dengan musim panas yang sangat terik. Pendapat ini disampaikan oleh Al-Ashma’i – ulama ahli bahasa dan syair arab – (w. 216 H), dari Abu 'Amr.
Kedua, diambil dari kata Ar-Ramidh [arab: الرميض], yang artinya awan atau hujan yang turun di akhir musim panas, memasuki musim gugur. Hujan ini disebut Ar-Ramidh karena melunturkan pengaruh panasnya matahari. Sehingga bulan ini disebut Ramadhan, karena membersihkan badan dari berbagai dosa. Ini merupakan pendapat Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi – ulama tabi'in ahli bahasa, peletak ilmu arudh – (w. 170 H).
Ketiga, nama ini diambil dari pernyataan orang arab, [رمضت النصل] yang artinya mengasah tombak dengan dua batu sehingga menjadi tajam. Bulan ini dinamakan Ramadhan, karena masyarakat arab di masa silam mengasah senjata mereka di bulan ini, sebagai persiapan perang di bulan syawwal, sebelum masuknya bulan haram. Pendapat ini diriwayatkan dari Al-Azhari – ulama ahli bahasa, penulis Tahdzib Al-Lughah – (w. 370 H).
Kemudian Imam An-Nawawi menyebutkan keterangan Al-Wahidi :
"Al-Wahidi mengatakan, berdasarkan keterangan Al-Azhari, berarti Ramadhan adalah nama yang sudah ada sejak zaman Jahiliyah. Sementara berdasarkan dua pertama, berarti nama Ramadhan adalah nama islami."
(Tahdzib Al-Asma wa Al-Lughat, 3/126)
Allahu a’lam
Sabtu, 05 Februari 2022
Larangan Menyisir atau Merapikan Rambut Setiap Hari
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ خَشْرَمٍ أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ عَنْ هِشَامٍ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُغَفَّلٍ قَالَ
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ التَّرَجُّلِ إِلَّا غِبًّا
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ هِشَامٍ عَنْ الْحَسَنِ بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ أَنَسٍ
Telah menceritakan kepada kami 'Aliy bin Khasyram berkata; Telah mengabarkan kepada kami 'Iisa bin Yuunus, dari Hisyaam, dari Al Hasan, dari 'Abdullah bin Mughaffal ia berkata :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang menyisir dan merapikan rambut kecuali sesekali."
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyaar berkata; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'iid, dari Hisyaam, dari Al Hasan dengan sanad ini, seperti hadits tersebut." Abu 'Iisa berkata, "Hadits ini derajatnya hasan shahih." Ia berkata, "Dalam bab ini juga ada hadits dari Anas."
(HR. Tirmidzi no. 1756)
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا الْجُرَيْرِيُّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ
أَنَّ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحَلَ إِلَى فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ وَهُوَ بِمِصْرَ فَقَدِمَ عَلَيْهِ فَقَالَ أَمَا إِنِّي لَمْ آتِكَ زَائِرًا وَلَكِنِّي سَمِعْتُ أَنَا وَأَنْتَ حَدِيثًا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجَوْتُ أَنْ يَكُونَ عِنْدَكَ مِنْهُ عِلْمٌ قَالَ وَمَا هُوَ قَالَ كَذَا وَكَذَا قَالَ فَمَا لِي أَرَاكَ شَعِثًا وَأَنْتَ أَمِيرُ الْأَرْضِ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَنْهَانَا عَنْ كَثِيرٍ مِنْ الْإِرْفَاهِ قَالَ فَمَا لِي لَا أَرَى عَلَيْكَ حِذَاءً قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا أَنْ نَحْتَفِيَ أَحْيَانًا
Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin 'Aliy berkata; Telah menceritakan kepada kami Yaziid bin Haaruun berkata; Telah mengabarkan kepada kami Al Jurairiy, dari 'Abdullah bin Buraidah berkata :
"Seorang laki-laki dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkunjung ke rumah Fadhaalah bin 'Ubaid yang berada di Mesir. Ia lalu datang kepadanya seraya berkata, "Aku datang kepadamu bukan untuk berkunjung, tetapi aku dan kamu sendiri telah mendengar hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka aku berharap engkau mempunyai ilmu tentang itu." Fadhaalah bertanya, "Hadits tentang apa itu?" sahabat Nabi itu menjawab, "Begini dan begini."
Fadhaalah bertanya, "Kenapa rambutmu tampak kusut dan berantakan, padahal engkau adalah seorang pemimpin?" ia menjawab, "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah melarang kita untuk bermewah-mewah."
Fadhaalah lalu bertanya lagi, "Kenapa aku juga melihatmu tidak mengenakan sepatu?" ia menjawab, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk berjalan dengan tanpa alas kaki sesekali."
(HR. Abu Dawud no. 4160)
أَخْبَرَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ مَسْعُودٍ قَالَ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ عَنْ كَهْمَسٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَقِيقٍ قَالَ
كَانَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامِلًا بِمِصْرَ فَأَتَاهُ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِهِ فَإِذَا هُوَ شَعِثُ الرَّأْسِ مُشْعَانٌّ قَالَ مَا لِي أَرَاكَ مُشْعَانًّا وَأَنْتَ أَمِيرٌ قَالَ كَانَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَانَا عَنْ الْإِرْفَاهِ قُلْنَا وَمَا الْإِرْفَاهُ قَالَ التَّرَجُّلُ كُلَّ يَوْمٍ
Telah mengkhabarkan kepada kami Isma'iil bin Mas'ud, dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Khaalid bin Al Haarits, dari Kahmas, dari 'Abdullah bin Syaqiiq, dia berkata :
"Terdapat seorang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang menjadi gubernur di Mesir, kemudian dia didatangi oleh seseorang dari sahabatnya yang mendapatinya berambut acak-acakan tidak teratur. Orang tersebut berkata; "Kenapa kulihat rambutmu tidak teratur sedangkan engkau adalah seorang pemimpin?" Dia berkata; "Dahulu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang kami dari irfah. Kami bertanya; "Irfah itu apa?" Beliau bersabda; "Menyisir setiap hari."
(HR. Nasa'i no. 5058)
أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا بِشْرٌ عَنْ يُونُسَ عَنْ الْحَسَنِ وَمُحَمَّدٍ قَالَا
التَّرَجُّلُ غِبٌّ
Telah mengkhabarkan kepada kami Qutaibah, dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Bisyr, dari Yuunus, dari Al Hasan dan Muhammad, mereka berkata :
"Menyisir itu berselang hari."
(HR. Nasa'i no. 5057)
Al-Imam As-Sindi rahimahullah berkata :
أن يفعل يوما ويترك يوما والمراد كراهة المداومة عليه
“Dia mengurusinya sehari dan meninggalkannya sehari. Dan yang dimaksud adalah makruhnya (dibenci) bila pria mengurusi rambutnya setiap hari.”
(Hasyiatus Sindi ‘alan Nasa'i no. 5055)
Al-Hafizh Al-'Iraqi rahimahullah menerangkan bahwa larangan menyisir rambut bagi pria setiap hari adalah larangan yang dibenci (makruh) bukan larangan yang haram.
(Tuhfatul Ahwadzi, 5/364)
Syaikh Al-Adzim Al-Abadi berkata dalam Aunul Ma’bud :
وَلَا فَرْق بَيْن الرَّجُل وَالْمَرْأَة لَكِنْ الْكَرَاهَة فِيهَا أَخَفّ لِأَنَّ بَاب التَّزْيِين فِي حَقّهنَّ أَوْسَع مِنْهُ فِي حَقّ الرِّجَال وَمَعَ هَذَا فَتَرْك التَّرَفُّه وَالتَّنَعُّم لَهُنَّ أَوْلَى . كَذَا فِي شَرْح الْمُنَاوِيّ وَاَللَّه أَعْلَم .
“Dan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan wanita, akan tetapi ke-makruh-an bagi wanita lebih ringan karena masalah berhias bagi wanita lebih luas perkaranya dibandingkan laki-laki, oleh karena itu meninggalkan bermewah-mewah dan bernikmat-nikmat bagi para wanita adalah lebih utama.
Demikianlah dalam syarahnya Al-Munaawiy.”
LARANGAN RAMBUT TERIKAT DALAM SHALAT
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ عَمْرٍو عَنْ طَاوُسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةٍ لَا أَكُفُّ شَعَرًا وَلَا ثَوْبًا
Telah menceritakan kepada kami Muusa bin Ismaa'iil berkata; Telah menceritakan kepada kami Abu 'Awaanah, dari 'Amru, dari Thaawus, dari Ibnu 'Abbaas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda :
"Aku diperintahkan untuk melaksanakan sujud dengan tujuh anggota sujud, dan dilarang mengumpulkan rambut atau pakaian (sehingga menghalangi anggota sujud)."
(HR. Bukhari no. 816)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ عَنْ طَاوُسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ وَلَا أَكُفَّ ثَوْبًا وَلَا شَعْرًا
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyaar; Telah menceritakan kepada kami Muhammad, yaitu Ibnu Ja'far; Telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Amru bin Diinaar, dari Thaawus, dari Ibnu 'Abbaas, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda :
"Aku diperintahkan untuk bersujud pada tujuh anggota badan, dan aku tidak melipat baju dan mengikat rambut."
(HR. Muslim no. 490)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
أُمِرْنَا أَلَّا نَكُفَّ شَعَرًا وَلَا ثَوْبًا وَلَا نَتَوَضَّأَ مِنْ مَوْطَإٍ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Abdullah bin Numair berkata; Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Idriis, dari Al A'masy, dari Abu Waa`il, dari Ibnu Mas'ud ia berkata :
"Kami diperintah untuk tidak menahan rambut dan kain saat sujud. Dan kami tidak diperintahkan untuk mengulang wudhu apabila menginjak kotoran."
(HR. Ibnu Majah no. 1041)
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ سَوَّادٍ الْعَامِرِيُّ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ أَنَّ بُكَيْرًا حَدَّثَهُ أَنَّ كُرَيْبًا مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ حَدَّثَهُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّهُ رَأَى عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الْحَارِثِ يُصَلِّي وَرَأْسُهُ مَعْقُوصٌ مِنْ وَرَائِهِ فَقَامَ فَجَعَلَ يَحُلُّهُ فَلَمَّا انْصَرَفَ أَقْبَلَ إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ فَقَالَ مَا لَكَ وَرَأْسِي فَقَالَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا مَثَلُ هَذَا مَثَلُ الَّذِي يُصَلِّي وَهُوَ مَكْتُوفٌ
Telah menceritakan kepada kami 'Amru bin Sawwaad Al-'Aamiriy; Telah mengabarkan kepada kami 'Abdullah bin Wahb; Telah mengabarkan kepada kami 'Amru bin Al-Haarits bahwa Bukair telah menceritakan kepadanya bahwa Kuraib, maula Ibnu 'Ababas telah menceritakan kepadanya dari 'Abdullah bin 'Abbaas,
"Bahwa dia melihat 'Abdullah bin Al-Haarits shalat sedangkan rambutnya terikat dari belakangnya, maka dia berdiri, lalu mulai melepaskannya. Ketika dia berpaling, maka dia menghadap pada Ibnu 'Abbaas seraya berkata, "Mengapa kamu memperlakukan rambutku demikian?" Dia menjawab, "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda :
'Permisalan ini adalah sebagaimana permisalan orang yang shalat dalam keadaan tangannya terikat di tengkuk."
(HR. Muslim no. 492)
حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ خَلَفٍ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ عَنْ شُعْبَةَ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ أَخْبَرَنِي مُخَوَّلُ بْنُ رَاشِدٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سَعْدٍ رَجُلًا مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ يَقُولُ
رَأَيْتُ أَبَا رَافِعٍ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى الْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ وَهُوَ يُصَلِّي وَقَدْ عَقَصَ شَعْرَهُ فَأَطْلَقَهُ أَوْ نَهَى عَنْهُ وَقَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُصَلِّيَ الرَّجُلُ وَهُوَ عَاقِصٌ شَعَرَهُ
Telah menceritakan kepada kami Bakr bin Khalaf berkata; Telah menceritakan kepada kami Khaalid Ibnul Haarits, dari Syu'bah. (Dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyaar berkata; Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far berkata; Telah menceritakan kepada kami Syu'bah berkata; Telah menceritakan kepadaku Mukhawwal bin Raasyid berkata; Aku mendengar
Abu Sa’ad –seorang lelaki penduduk Madinah- ia berkata :
“Aku melihat Abu Raafi’ Maula Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyaksikan Al-Hasan sedang shalat dengan rambut terikat. Lalu ia melepaskan ikatannya atau ia melarangnya. Lalu ia berkata,
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang seseorang mengerjakan shalat dengan rambut terikat,”
(HR. Ibnu Majah no. 1042)
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ مُوسَى عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي رَافِعٍ
أَنَّهُ مَرَّ بِالْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ وَهُوَ يُصَلِّي وَقَدْ عَقَصَ ضَفِرَتَهُ فِي قَفَاهُ فَحَلَّهَا فَالْتَفَتَ إِلَيْهِ الْحَسَنُ مُغْضَبًا فَقَالَ أَقْبِلْ عَلَى صَلَاتِكَ وَلَا تَغْضَبْ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ذَلِكَ كِفْلُ الشَّيْطَانِ
قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي رَافِعٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ كَرِهُوا أَنْ يُصَلِّيَ الرَّجُلُ وَهُوَ مَعْقُوصٌ شَعْرُهُ قَالَ أَبُو عِيسَى وَعِمْرَانُ بْنُ مُوسَى هُوَ الْقُرَشِيُّ الْمَكِّيُّ وَهُوَ أَخُو أَيُّوبَ بْنِ مُوسَى
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Muusa berkata; Telah menceritakan kepada kami 'Abdurrazzaaq berkata; Telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij, dari 'Imraan bin Muusa, dari Sa'iid bin Abu Sa'iid Al Maqburiy, dari Ayahnya, dari Abu Raafi',
"Bahwasanya ia pernah melewati Hasan bin 'Aliy ketika Hasan sedang melaksanakan shalat. Hasan waktu itu mengikat rambutnya dan meletakkannya pada tengkuk, namun Abu Raafi' mengurainya kembali. Maka Hasan pun berpaling kepadanya dengan marah. Abu Raafi' berkata; "Kembalilah shalat dan jangan marah, karena aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Itu adalah tempat duduk setan."
Ia berkata; "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Ummu Salamah dan 'Abdullah bin 'Abbaas."
Abu 'Iisa berkata; "Hadits Abu Raafi' derajatnya hasan. Hadits ini diamalkan oleh ahli ilmu. Mereka memakruhkan seorang laki-laki shalat dengan mengikat rambutnya." Abu 'Iisa berkata; "'Imraan bin Muusa namanya adalah Al Qurasyi Al Makki, ia adalah saudara Ayyuub bin Muusa."
(HR. Tirmidzi no. 384)
Penjelasan Hadits :
Disebutkan dalam Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah, (26/109) :
اتفق الفقهاء على كراهة عقص الشعر في الصلاة ، والعقص هو شد ضفيرة الشعر حول الرأس كما تفعله النساء ، أو يجمع الشعر فيعقد في مؤخرة الرأس ، وهو مكروه كراهة تنزيه ، فلو صلى كذلك فصلاته صحيحة
"Para ulama sepakat bahwa shalat dalam kondisi rambut terikat adalah hukumnya makruh. Mengikat di sini maksudnya mengikat rambut bagian belakang seperti yang dilakukan pada wanita atau mengikat keseluruhan rambut kemudian di kebelakangkan. Shalat dengan kondisi seperti ini, hukumnya makruh tanzih (pent, makruh yang kita kenal, bukan makruh yang bermakna haram/makruh tahrim). Namun jika seorang shalat dengan keadaan seperti ini, tetap sah."
Berkata Al Hafizh Ibnu Atsir rahimahullah dalam kitab An Nihayah :
“Makna hadits ini yaitu jika ia membiarkan rambutnya terurai, maka rambut itu akan jatuh ke tanah ketika sujud. Sehingga pelakunya diberi pahala sujud dengan jatuhnya rambutnya. Tapi kalau rambut itu ditahan maka ini artinya sama saja rambut tersebut tidak ikut sujud."
Imam Al-Munawi rahimahullah berkata :
"Orang yang rambutnya diikat di belakang, berarti rambutnya tidak jatuh ke lantai, maka dia tidak termasuk disaksikan seluruh anggota tubuhnya, sebagaimana halnya orang yang tangannya terikat di belakang pundak, tidak terletak di atas lantai dalam sujud. Abu Syamah berkata, "Pemahaman hadits ini berlaku terhadap perbuatan mengikat rambut sebagaimana dilakukan para wanita."
(Faidhul Qadhir, 3/6)
Siapa yang mengerjakan shalat dengan rambut terurai, rambutnya pasti tergerai ke lantai ketika sujud (bila rambutnya panjang). Ia akan mendapat pahala sujud dengan rambut tergerai ke lantai. Karena hal itu menunjukkan bahwa ia merendahkan kedudukan rambutnya dalam beribadah kepada Allah. Dasar-dasarnya adalah sebagai berikut :
Rambut yang terikat diserupakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan tangan yang terputus, karena kedua tangan yang terputus itu tidak sampai menyentuh lantai saat sujud. Demikian pula rambut yang terikat, ia tidak sujud bersama dengan rambutnya.
Sejumlah atsar yang diriwayatkan dari Salaf, di antaranya adalah, diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu, bahwa ia lewat di hadapan seorang lelaki yang sedang sujud dengan rambut terikat. Beliau mengurainya. Selesai shalat ‘Abdullah bin Mas’ud berkata kepadanya, “Janganlah engkau ikat rambutmu, karena rambutmu juga hendak sujud. Dan sesungguhnya setiap helai rambut yang sujud ada pahalanya.” Lelaki itu berkata, “Sesungguhnya aku mengikatnya agar tidak tergerai.” “Tergerai lebih baik bagimu!” sahut Ibnu Mas’ud."
(Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf, 2/185/4996 dan Asy-Syaukani dalam Nailul Authaar, 2/387)
LARANGAN DALAM HADITS DI ATAS KHUSUS BAGI KAUM PRIA, BUKAN UNTUK WANITA
Imam Al Ghazali rahimahullah mengatakan :
وقد يكون الكف في شعر الرأس ، فلا يصلين وهو عاقص شعره ، والنهى للرجال
"Menahan rambut itu adalah rambut kepala, maka janganlah shalat sambil menahan rambutnya. LARANGAN INI BERLAKU BAGI LAKI-LAKI."
(Ihya 'Ulumuddin, 1/157)
Imam Zakariya Anshari rahimahullah mengatakan :
قَالَ الزَّرْكَشِيُّ وَيَنْبَغِي تَخْصِيصُهُ – يعني الكفت - فِي الشَّعْرِ بِالرَّجُلِ ، أَمَّا فِي الْمَرْأَةِ فَفِي الْأَمْرِ بِنَقْضِهَا الضَّفَائِرَ مَشَقَّةٌ وَتَغْيِيرٌ لِهَيْئَتِهَا الْمُنَافِيَةِ لِلتَّجْمِيلِ " انتهى .
"Az Zarkasyi mengatakan bahwa larangan itu khususnya bagi LAKI-LAKI, ada pun bagi wanita PERINTAH MELEPAS IKATAN RAMBUT TENTU MEMBERATKAN dan bisa mengubah penampilan dan mengurangi keindahan ... dst."
(Asnal Mathalib, 1/163)
Imam Al-’Iraqi rahimahullah berkata :
“Hukum ini khusus bagi laki-laki, tidak bagi wanita. Karena rambut mereka (para wanita) adalah aurat, wajib ditutup di dalam shalat. Bila ia melepaskan ikatan rambutnya bisa jadi rambutnya tergerai dan sulit untuk menutupinya hingga membatalkan shalatnya. Dan juga akan menyulitkannya bila harus melepaskan rambutnya tatkala hendak shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah memberikan keringanan kepada kaum wanita untuk tidak melepaskan ikatan rambut mereka ketika mandi wajib, padahal (hal ini) sangat perlu untuk membasahi seluruh rambut mereka di saat mandi tersebut.”
(Nailul Authar, 2/440)
Wallahu a'lam