Sabtu, 01 Agustus 2020

LARANGAN MENYEMBELIH DI TEMPAT KESYIRIKAN

Menyembelih adalah termasuk jenis ibadah yang harus ditujukan kepada Allah semata dan tidak boleh ditujukan kepada selain-Nya. Barangsiapa yang menujukan ibadah sembelihannya kepada Allah semata itulah yang benar, dan barangsiapa yang memalingkannya kepada selain Allah berarti dia telah melakukan perbuatan syirik akbar. Dalam menyembelih, kita harus memperhatikan tempat yang kita gunakan untuk menyembelih. Sebagian di antara kaum muslimin ada yang menyembelih untuk Allah akan tetapi di tempat yang digunakan untuk menyembelih kepada selain Allah. Seperti misalnya menyembelih di lapangan yang di tempat tersebut juga digunakan untuk menyembelih kepada berhala atau patung-patung. Bagaimana hukum masalah ini? Simak pembahasan berikut.

Allah Ta’ala berfirman :

وَالَّذِينَ اتَّخَذُواْ مَسْجِداً ضِرَاراً وَكُفْراً وَتَفْرِيقاً بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَاداً لِّمَنْ حَارَبَ اللّهَ وَرَسُولَهُ مِن قَبْلُ وَلَيَحْلِفَنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلاَّ الْحُسْنَى وَاللّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ﴿107﴾
لاَ تَقُمْ فِيهِ أَبَداً لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُواْ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ﴿108﴾

“Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan RasulNya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah: “Kami tidak menghendaki selain kebaikan.” Dan Allah menjadikan saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).”(107)

“Janganlah kamu dirikan shalat di masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (masjid quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu lakukan shalat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
(QS. At Taubah : 108)
Hubungan ayat dengan larangan menyembelih di tempat yang digunakan untuk menyembelih kepada selain Allah

Bahwa tempat-tempat yang digunakan untuk menyembelih kepada selain Allah harus dihindari untuk menyembelih kepada Allah. Sebagaimana Masjid yang dibangun untuk maksiat menjadi terlarang untuk shalat didalamnya. Ini adalah qiyas yang benar.

حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ رُشَيْدٍ حَدَّثَنَا شُعَيْبُ بْنُ إِسْحَقَ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو قِلَابَةَ قَالَ حَدَّثَنِي ثَابِتُ بْنُ الضَّحَّاكِ قَالَ
نَذَرَ رَجُلٌ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَنْحَرَ إِبِلًا بِبُوَانَةَ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي نَذَرْتُ أَنْ أَنْحَرَ إِبِلًا بِبُوَانَةَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ كَانَ فِيهَا وَثَنٌ مِنْ أَوْثَانِ الْجَاهِلِيَّةِ يُعْبَدُ قَالُوا لَا قَالَ هَلْ كَانَ فِيهَا عِيدٌ مِنْ أَعْيَادِهِمْ قَالُوا لَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْفِ بِنَذْرِكَ فَإِنَّهُ لَا وَفَاءَ لِنَذْرٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ وَلَا فِيمَا لَا يَمْلِكُ ابْنُ آدَمَ

Telah menceritakan kepada kami Abu Daawud bin Rusyiid; Telah menceritakan kepada kami Syu'aib bin Ishaq, dari Al Auzaa'i, dari Yahya bin Abu Katsiir ia berkata; Abu Qilaabah ia berkata; Telah menceritakan kepadaku Tsaabit bin Adh Dhahhaak ia berkata :

“Ada seseorang yang bernadzar akan menyembelih unta di Buwaanah. Kemudian ia datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata; sesungguhnya saya telah bernadzar untuk menyembelih unta di Buwaanah. Beliau pun bertanya, ‘Apakah dulunya di tempat itu ada berhala peninggalan orang-orang jahiliyah yang disembah?’ Para sahabat menjawab, ‘Tidak ada.’ Nabi bertanya lagi, ‘Apakah di tempat itu pernah diadakan salah satu perayaan oleh orang-orang jahiliyah?’para sahabat menjawab, ‘Belum pernah.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, ‘Tunaikanlah nadzarmu, namun tidak boleh menunaikan nadzar untuk berbuat maksiat kepada Allah dan di luar batas kemampuan seseorang.” 
(HR. Abu Dawud no. 3313)

Faedah Hadits :

1. Tidak boleh menyembelih binatang di lokasi yang pernah terdapat berhala dan/atau diselenggarakan perayaan kaum musyrikin, meskipun berhala atau perayaan tersebut sudah dihilangkan dan dihapuskan.

2. Menyembelih binatang tidak boleh dilakukan di lokasi yang pernah dipergunakan untuk menyembelih kepada selain Allah, meskipun sembelihan tersebut diniatkan untuk Allah ta’ala.

3. Menyembelih binatang di lokasi yang pernah dipergunakan untuk menyembelih kepada selain Allah merupakan perbuatan yang diharamkan, meski diniatkan untuk Allah. 

Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan :
“Menyembelih di lokasi perayaan kaum musyrikin dan di tempat pemujaan berhala mereka adalah kemaksiatan.” 
(Iqtidha Ash-Shirath Al-Mustaqim, 1/441)

4. Beberapa ulama mengatagorikan perbuatan di atas sebagai syirik ashghar karena dapat menjadi perantara untuk melakukan syirik akbar. Hal ini mengingat salah satu definisi syirik ashghar adalah setiap perantara, baik berupa keyakinan, ucapan, atau perbuatan yang dapat mengantarkan pada perilaku syirik akbar.

Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan :
“Allah melarang orang-orang beriman dari perbuatan tersebut dan mengharamkan mereka memakan binatang yang disembelih di sisi berhala-berhala, meskipun penyembelihannya dengan menyebut nama Allah, di mana penyembelihan binatang di samping berhala tersebut merupakan salah satu bentuk kesyirikan yang diharamkan Allah dan rasul-Nya.” 
(Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim, 2/16)

Dan sebagai pengingat dosa syirik ashghar tidak seperti dosa kemaksiatan lain yang derajatnya di bawah kesyirikan dan kekufuran. Tanpa bermaksud meremehkan seperti, doza zina, membunuh, meminum khamr, mencuri, dan yang semisal selama tidak menghalalkan masih memiliki peluang untuk diampuni Allah ta’ala meski pelakunya belum bertaubat. Sedangkan syirik ashghar, tingkatan dosanya lebih besar daripada semua kemaksiatan tadi dan pelakunya tidak akan diampuni Allah selama belum bertaubat dari kesyirikannya.

5. Menyembelih binatang di lokasi yang dipergunakan untuk menyembelih kepada selain Allah merupakan perantara kesyirikan meskipun sembelihan diniatkan kepada Allah, karena tindakan itu menyerupai perbuatan kaum musyrikin sehingga boleh jadi seseorang terdorong menyepakati keyakinan kaum musyrikin dan condong kepada mereka.

Syaikh Ibnu Qasim rahimahullah mengatakan :
“Tidak boleh menyembelih binatang untuk Allah di tempat yang dipergunakan untuk menyembelih kepada selain Allah, karena dalam perbuatan itu terdapat kesesuaian dan kecocokan dengan kaum musyirikin apabila melihat lokasi secara fisik. Perbuatan ini dilarang seperti yang tercantum dalam hadits, ‘Barangsiapa yang meniru-niru suatu kaum, dia termasuk dalam golongan mereka.’ Meski seseorang melakukannya karena mengharap Wajah Allah, tetap perbuatan itu dilarang karena perbuatannya itu justru menghidupkan dan mengagungkan tempat kesyirikan, sehingga menjadi sebab kesyirikan muncul dan kembali.”
(Hasyiyah Ibn Qasim, hlm. 103)

6. Kaidah sadd adz-dzarai’ (menutup pintu-pintu keburukan) adalah salah satu kaidah penting dalam syari’at, karenanya wajib menjauhi tindak kesyirikan dan lokasi yang mengundang kemurkaan Allah. Alasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menyembelih binatang di tempat yang dulunya menjadi lokasi pemujaan berhala karena adanya kekhawatiran penyembelihan yang dilakukan di tempat tersebut, akan menghidupkan kembali ritual kesyirikan dan menjadi perantara tempat tersebut menjadi lokasi perayaan.
(Iqtidha Ash-Shirath Al-Mustaqim, 1/441-443)

7. Bagaimana hukum memakan sembelihan tersebut? Apa yang disampaikan Al Hafizh Ibnu Katsir pada poin 3 telah mencukupi. Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah mengutip adanya larangan memakan binatang yang disembelih di samping kuburan. Beliau mengatakan, “Tidak boleh menyembelih binatang kurban atau binatang yang lain di sisi kuburan, karena dalam Sunan Abu Dawud terdapat larangan melakukan ‘aqr (penyembelihan di kuburan). Dan Imam Ahmad membenci memakan binatang yang disembelih di sisi kuburan karena serupa dengan binatang yang disembelih di sisi berhala.” 
(Majmu Al-Fatawa, 26/306)

8. Wajib menghindari sikap meniru-niru orang musyrik dalam memperingati hari raya walaupun tidak memiliki maksud seperti itu.

9. Sebelum berfatwa, seorang mufti meminta rincian (detail masalah) kepada orang yang meminta fatwa.

10. Tidak boleh bernadzar untuk melakukan kemaksiatan. Nadzar yang disyari’atkan adalah nadzar yang diniatkan untuk Allah ta’ala dan berupa ketaatan (ibadah). 

Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan : 
“Nadzar yang wajib dipenuhi memiliki dua kriteria, tujuan nadzar adalah untuk Allah dan nadzar tersebut berupa ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya.” 
(Nazhriyah Al-‘Aqd, hlm. 21-22)

11. Tidak boleh bernadzar dengan sesuatu di luar batas kemampuan manusia atau bernadzar dengan sesuatu yang bukan miliknya.

Semoga bermanfaat
Baarakallahu fiiykum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar