Perlu dipahami bahwa Islam amat menyukai kebersihan. Kebersihan pada kuku pun diperhatikan oleh Islam. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الْفِطْرَةُ خَمْسٌ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَنَتْفُ الْآبَاطِ
“Ada lima macam fitrah, yaitu : khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.”
[HR. Bukhari no. 5891 dan Muslim no. 258]
Kalau kuku ini tidak bersih, maka makan pun jadi tidak bersih dikarenakan kotoran yang ada di bawah kuku. Begitu pula dalam bersuci jadi tidak sempurna karena ada bagian kulit yang terhalang oleh kuku yang panjang. Karenanya memanjangkan kuku itu menyelisihi tuntunan dalam agama ini.
Ada riwayat dari Al Baihaqi dan Ath Thabrani bahwa Abu Ayyub Al Azdi berkata :
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَسَأَلَهُ عَنْ خَبَرِ السَّمَاءِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- :« يَسْأَلُ أَحَدُكُمْ عَنْ خَبَرِ السَّمَاءِ ، وَهُوَ يَدَعُ أَظْفَارَهُ كَأَظْفَارِ الطَّيْرِ يَجْمَعُ فِيهَا الْجَنَابَةُ وَالتَّفَثُ ». لَفْظُ الأَسْفَاطِىِّ هَكَذَا رَوَاهُ جَمَاعَةٌ عَنْ قُرَيْشٍ.
“Ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia bertanya pada beliau mengenai berita langit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Ada salah seorang di antara kalian bertanya mengenai berita langit sedangkan kuku-kukunya panjang seperti cakar burung di mana ia mengumpulkan janabah dan kotoran.”
[Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dalam Al Mathalib Al ‘Aliyah bahwa hadits tersebut mursal, termasuk hadits dhaif]
Hukum memanjangkan kuku adalah makruh menurut kebanyakan ulama. Jika memanjangkannya lebih dari 40 hari, lebih keras lagi larangannya. Bahkan sebagian ulama menyatakan haramnya. Pendapat terakhir ini dipilih oleh Imam Asy Syaukani dalam Nailul Authar. Dasar dari pembatasan 40 hari tadi adalah perkataan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ كِلَاهُمَا عَنْ جَعْفَرٍ قَالَ يَحْيَى أَخْبَرَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ أَبِي عِمْرَانَ الْجَوْنِيِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ
قَالَ أَنَسٌ وُقِّتَ لَنَا فِي قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمِ الْأَظْفَارِ وَنَتْفِ الْإِبِطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لَا نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dan Qutaibah bin Sa'iid keduanya dari Ja'far, Yahya berkata; Telah mengabarkan kepada kami Ja'far bin Sulaimaan, dari Abu 'Imraan Al-Jauniy, dari Anas bin Maalik dia berkata :
“Kami diberi batasan dalam memendekkan kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, yaitu itu semua tidak dibiarkan lebih dari 40 malam.”
[HR. Muslim no. 258]
Yang dimaksud hadits ini adalah jangan sampai kuku dan rambut-rambut atau bulu-bulu yang disebut dalam hadits dibiarkan panjang lebih dari 40 hari.
[Lihat Syarh Shahih Muslim, 3/133]
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menegaskan :
تطويل الأظافر مكروه إن لم يكن محرماً ، لأن النبي صلى الله عليه وسلم وقت في تقليم الأظافر ألا تترك فوق أربعين يوماً
"Memanjangkan kuku hukumnya makruh, jika tidak dihukumi haram. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi batas waktu agar tidak membiarkan kuku kita lebih dari 40 hari."
[Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin, 11/131]
Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Soal :
Apakah memanjangkan kuku itu haram hukumnya? Dan bolehkah shalat dalam keadaan seperti itu?
Jawab :
Kuku boleh dibiarkan (tidak dipotong) selama 40 hari. Demikian juga syarib (kumis), ibt (rambut di ketiak), dan juga ‘aanah (rambut di kemaluan). Berdasarkan hadits shahih dari Anas radhiallahu’anhu, bahwa ia berkata :
وقَّت لنا في قص الشارب وقلم الظفر ونتف الإبط وحلق العانة ألا يدع ذلك أكثر من أربعين ليلة
“Kami diberi tenggat waktu untuk memotong kumis, memotong kuku, dan mencukur rambut ketiak dan mencukur rambut kemaluan, yaitu hendaknya tidak dibiarkan lebih dari 40 hari.”
(HR. Muslim dalam Kitaabut Thaharah, bab Khishalul Fithrah, no. 258)
Dan dalam lafazh yang lain :
وقت لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memberi kami tenggat waktu…”
(HR. Ahmad dalam Musnad-nya, pada musnad Anas bin Malik no. 11823)
Jika sudah 40 hari, maka wajib untuk memotong kumis, memotong kuku, mencukur rambut ketiak dan mencukur rambut kemaluan berdasarkan hadits di atas.
[http://ar.islamway.net/fatwa/48861]
Kuku yang tidak bersih bisa membawa dampak masalah. Apa masalahnya ?
Imam Nawawi rahimahullah menerangkan :
“Seandainya di bawah kuku ada kotoran namun masih membuat air mengenai anggota wudhu karena kotorannya hanyalah secuil, wudhunya tetaplah sah. Namun jika kotoran tersebut menghalangi kulit terkena air, maka wudhunya jadilah tidak sah dan tidak bisa menghilangkan hadats.”
[Al Majmu’, 1/158]
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah berkata tentang kejelekan memanjangkan kuku :
“… (Memanjangkan kuku) juga menjadikan seseorang meniru binatang. Oleh karena ini Rasul صلى الله عليه وسلم bersabda :
مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوهُ، لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفُرَ، وَسَأُحَدِّثُكُمْ عَنْ ذَلِكَ. أَمَّا السِّنُّ فَعَظْمٌ وَأَمَّا الظُّفُرُ فَمُدَى الْحَبَشَةِ
“Alat apa saja yang dapat menumpahkan darah dan disebutkan nama Allah atasnya (ketika menyembelih) maka makanlah ia, kecuali (alat yang berasal dari) gigi dan kuku. Saya akan memberitahukan kepada kalian tentang alasannya. Adapun gigi maka ia adalah tulang, sedangkan kuku maka ia adalah pisaunya orang Habasyah.”
(HR. Al Bukhari no. 2488)
Maksudnya mereka (orang Habasyah) menggunakan kuku sebagai pisau untuk menyembelih dan memotong daging dengannya ataupun untuk yang lainnya. Ini adalah termasuk dari kebiasaan mereka yang mirip dengan binatang.” Demikian fatwa beliau rahimahullah.
Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar