Merokok sudah jelas dapat mencelakakan diri sendiri bahkan dapat mengganggu orang lain. Perokok pasif pun bisa terkena dampaknya. Dampaknya pun dapat terkena pada anak dan istrinya. Begitu pula efek jelek yang sering ditimbulkan adalah bau rokok dapat mengganggu kekhusyu’an jama’ah ketika Shalat Berjama’ah. Kita pasti merasa risih jika di samping kanan kita terdapat perokok yang belum menghilangkan bau mulutnya. Bau rokok ini sangat mengganggu sekali. Bolehkah si perokok semacam itu menghadiri shalat berjama’ah dalam keadaan mulut berbau ?
Masalah Hukum Rokok
Rokok asalnya dari negeri kafir. Kaum muslimin baru mengenalnya pada abad ke-10 Hijriyah. Inggris memasukkan batang rokok ini ke tengah-tengah kaum muslimin pada masa Daulah Utsmaniyah. Semula ada seorang Yahudi yang datang ke negeri Maghrib dan dia membawa rokok, lalu diklaim sebagai obat. Akhirnya rokok ini menyebar ke Mesir, dan negeri kaum muslimin lainnya.
Pada saat kemunculan rokok, para ulama berselisih pendapat mengenai hukumnya. Ada yang mengatakan haram, ada yang berpendapat makruh, bahkan ada yang mengatakan mubah. Namun pendapat yang tepat, hukum rokok adalah haram. Di antara alasan yang menguatkan pendapat ini :
1- Kita dilarang membinasakan diri kita sendiri dan mencelakakan orang lain.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
(QS. An Nisaa’ : 29)
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan“.
(QS. Al Baqarah : 195)
Begitu pula dalam hadits disebutkan bahwa jangan sampai menyakiti orang lain.
حَدَّثَنَا عَبْدُ رَبِّهِ بْنُ خَالِدٍ النُّمَيْرِيُّ أَبُو الْمُغَلِّسِ حَدَّثَنَا فُضَيْلُ بْنُ سُلَيْمَانَ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُقْبَةَ حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ يَحْيَى بْنِ الْوَلِيدِ عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى أَنْ لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
Telah menceritakan kepada kami 'Abdu Rabbih bin Khaalid An Numairiy Abu Al Mughallis berkata; Telah menceritakan kepada kami Fudhail bin Sulaimaan berkata; Telah menceritakan kepada kami Muusa bin 'Uqbah berkata; Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Yahya bin Al Waliid dari 'Ubaadah bin Ash Shaamith berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memutuskan bahwa tidak boleh memulai memberi dampak buruk (mudharat) pada orang lain, begitu pula membalasnya.”
(HR. Ibnu Majah no. 2340)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَنْبَأَنَا مَعْمَرٌ عَنْ جَابِرٍ الْجُعْفِيِّ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya berkata; Telah menceritakan kepada kami 'Abdurrazaaq berkata; Telah memberitakan kepada kami Ma'mar dari Jaabir Al Ju'fiy dari 'Ikrimah dari Ibnu Abbas ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Tidak boleh berbuat mudharat dan tidak boleh membalas mudharat dengan mudharat."
(HR. Ibnu Majah no. 2341)
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ حَبَّانَ عَنْ لُؤْلُؤَةَ عَنْ أَبِي صِرْمَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ ضَارَّ ضَارَّ اللَّهُ بِهِ وَمَنْ شَاقَّ شَاقَّ اللَّهُ عَلَيْهِ
وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي بَكْرٍ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah; Telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Yahya bin Sa'iid dari Muhammad bin Yahya bin Habbaan dari Lu`lu`ah dari Abu Shirmah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa menimpakan mudharat (keburukan) kepada orang lain maka Allah akan menimpakan mudharat kepadanya, siapa yang akan menimpakan kesulitan terhadap seseorang, maka Allah akan menimpakan kesempitan atasnya."
Hadits semakna juga diriwayatkan dari Abu Bakar. Abu Isa berkata; Ini adalah hadits hasan gharib.
(HR. Tirmidzi no. 3635)
Dalam hadits ini dengan jelas terlarang memberi mudharat pada orang lain dan rokok termasuk dalam larangan ini.
Para dokter pun telah meneliti bahwa rokok membawa berbagai macam racun. Bahkan hasil peneliti juga membuktikan bahwa 25 juta orang meninggal dunia dalam setahun di muka bumi gara-gara sebab utama adalah rokok. Ini menjadi bukti bahwa rokok bisa mencelakakan diri sendiri.
2- Badan manusia bukanlah dia yang memiliki sendiri.
3- Rokok termasuk suatu yang khabits (kotor). Sifat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau dihalalkan yang thayyib (bagus) dan diharamkan yang khabits (jelek). Dan jelas bau rokok yang ditimbulkan sangat tidak disukai.
Menghadiri Shalat Jama’ah dalam Keadaan Berbau Rokok
Mengenai masalah ini, para ulama berselisih pendapat, bolehkah seseorang yang bau rokok menghadiri shalat jama’ah. Ada yang berpendapat haram, ada yang menyatakan makruh. Pendapat yang tepat dalam masalah ini adalah tidak dibolehkan menghadiri shalat berjama’ah bagi orang semacam itu. Di antara alasannya :
1- Hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ – يَعْنِى الثُّومَ – فَلاَ يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا
“Barangsiapa yang makan tanaman ini -yaitu bawang-, maka janganlah dia mendekati masjid kami.”
(HR. Bukhari no. 853)
و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَطَاءٌ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الْبَقْلَةِ الثُّومِ و قَالَ مَرَّةً مَنْ أَكَلَ الْبَصَلَ وَالثُّومَ وَالْكُرَّاثَ فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ بَنُو آدَمَ
Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Haatim; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'iid dari Ibnu Juraij dia berkata; Telah mengabarkan kepadaku 'Athaa' dari Jaabir bin 'Abdullah dari Nabi Shallallahu'alaihi wasallam beliau bersabda,
"Barangsiapa yang makan sayur bawang putih ini, -dan pada kesempatan lain beliau bersabda, 'Barangsiapa makan bawang merah dan putih serta bawang bakung- janganlah dia mendekati masjid kami, karena malaikat merasa tersakiti dari bau yang juga manusia merasa tersakiti (disebabkan baunya)'."
(HR. Muslim no. 564)
Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menjelaskan bahwa bau bawang itu hanya contoh saja. Bau yang dimaksud adalah semua bau yang menyengat dan tidak sedap. Beliau berkata,
وقال ابن حجر : وقد ألْحَقَ بها الفقهاء ما في معناها من البقول الكريهة الرائحة ، كالفجل
“Para ulama ahli fikih menyamakan hal ini kepada sesuatu yang semakna dengannya (bawang) seperti sayuran (polongan) dan lobak yang menyengat.”
(Fathul Bari, 14/364)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hal ini karena orang yang mulutnya bau bawang akan menyakiti jama’ah lainnya. Maka hal yang sama ditimbulkan oleh rokok.
2- Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”
(QS. Al Ahzab : 58)
Bau rokok tentu menyakiti orang mukmin.
3- Dalam hadits qudsi disebutkan,
مَنْ عَادَى لِى وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ
“Barangsiapa menyakiti wali-Ku (orang beriman), maka Aku mengizinkan untuk diperangi.”
(HR. Bukhari no. 6502)
Dengan alasan-alasan inilah menghadiri shalat jama’ah bagi orang yang masih memiliki bau rokok tidak dibolehkan. Ini bukan berarti keringanan bagi dia untuk tidak ikut shalat jama’ah, namun sebagai peringatan atas perbuatan haram yang ia perbuat. Ini supaya dia menghilangkan bau rokoknya, barulah ia menghadiri shalat jama’ah. Namun kita do’akan semoga orang seperti ini bisa meninggalkan rokok secara total karena meninggalkannya mendatangkan maslahat besar bagi dirinya.
Wallahu waliyyut taufiq
Referensi :
Fiqh An Nawazil fil ‘Ibadah, Syaikh Prof. Dr. Khalid bin ‘Ali Al Musyaiqih, terbitan Maktabah Ar Rusyd, cetakan pertama, tahun 1433 H, hal. 96-98.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar