Sabtu, 06 Maret 2021

HADITS PALSU TENTANG BAHAYA MENIKAHI WANITA KARENA HARTA, KEDUDUKAN DAN KECANTIKANNYA SAJA

 

Oleh : Ustadz Muhammad Wasitho Abu Fawaz

عن أنس مرفوعاً: من تزوج امرأة لعزها لم يزده الله إلا ذلاً، ومن تزوجها لمالها لم يزده الله إلا فقراً، ومن تزوجها لحسنها لم يزده الله إلا دناءة، ومن تزوج امرأة لم يتزوجها إلا ليغض بصره أو ليحصن فرجه أو يصل رحمه بارك الله له فيها وبارك لها فيه.
 
Diriwayatkan dari Anas (bin Malik) radhiyallahu 'anhu secara marfu’ (sanadnya tersambung kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam) :
 
“Barangsiapa menikahi wanita karena kemuliaan (kedudukan)nya, maka ALLAH tidak akan menambahkan untuknya kecuali kehinaan.

Barangsiapa yang menikahi wanita karena hartanya, maka ALLAH tidak akan menambahkan untuknya kecuali kefakiran.

Barangsiapa menikahi wanita karena kecantikannya, maka ALLAH tidak akan menambahkan untuknya kecuali kerendahan (keburukan).
 
Dan barangsiapa yang menikahi seorang wanita karena ingin menundukkan pandangan matanya, membentengi kemaluannya, dan mempererat tali silaturahmi, maka ALLAH akan melimpahkan barokah-NYA kepada dia (suami) dan istrinya (dalam kehidupan keluarganya).”

TAKHRIJ HADITS

Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani, Ibnu Al-Jauzi di dalam Al-Maudhuu’aat, Ibnu Hibban di dalam kitab Al-Majruuhiin 2/151, Al-Haitsami di dalam Majma’ Az-Zawaa-id 4/254, dan Asy-Syaukani di dalam Al-Fawaa-id Al-Majmu’ah hal.121.

DERAJAT HADITS

Hadits ini derajatnya maudhu’ (PALSU) sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Al-Jauzi, Ibnu ‘Iraq, Asy-Syaukani, dan Syaikh Al-Albani rahimahumullah. Hal ini karena di dalam sanadnya terdapat seseorang yang bernama Abdus-Salam bin Abdul Quddus, ia seorang perawi yang sangat lemah dan ditinggalkan haditsnya karena meriwayatkan hadits-hadits palsu.

Berikut ini kami akan sebutkan beberapa perkataan ulama hadits tentang Abdus-Salam bin Abdul Quddus.

Ibnu Hibban berkata tentangnya :
“Dia meriwayatkan hadits-hadits palsu.”.
(Lihat kitab Al-Majruuhiin, 2/150)
 
Dan ia berkata pula :
“Dia pernah memalsukan hadits-hadits dengan mengatasnamakan para perawi hadits yang terpercaya. Maka, tidak boleh menulis dan meriwayatkan hadits darinya.”
(Lihat kitab Al-Majruuhiin 2/131)
 
Al-‘Uqaili berkata :
“Tidak ada satu pun dari hadits (yang diriwayatkan)nya yang dapat dijadikan penguat (untuk hadits yang lain), atau diperkuat (dengan hadits lainnya).”
(Lihat Adh-Dhu’afa Al-Kabiir 3/67)

Yahya bin Ma’in berkata : “Haditsnya ditinggalkan.”

Abdullah bin Al-Mubarak berkata :
“Sungguh aku melakukan perampokan di jalan lebih aku sukai daripada meriwayatkan hadits darinya.”

An-Nasa’i berkata :
“Dia bukan orang yang terpercaya.”
(Lihat Al-Kaamil karya Ibnu Adiy 4/253, Miizaan Al-I’tidaal karya Imam Adz-Dzahabi 2/643)

Demikian penjelasan tentang derajat hadits ini yang dapat kami sampaikan berdasarkan keterangan para ulama hadits. Semoga bermanfaat. Dan semoga Allah senantiasa membimbing kita kepada setiap kebaikan, dan melindungi kita dari setiap keburukan di dunia dan akhirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar