Jumat, 12 Maret 2021

Apa Hukum Berdehem Setelah Kencing ?

Oleh : Ustadz Ammi Nur Baits

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du.

Ada dua hal yang perlu kita perhatikan terkait masalah buang air :

[1] Kajian terkait sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika buang air.

[2] Kajian yang hubungannya dengan masalah medis.

Pertama, sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkait masalah adab buang air.

Seseorang bisa menyebut praktek tertentu sebagai sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika dia punya dalil. Selama dia tidak memiliki dalil, dia tidak diperkenankan menyebutnya sebagai sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi aturan yang sangat mudah dalam buang air. Meskipun beliau sangat menekankan untuk berhati-hati dalam masalah najis. Beliau bersabda,

أَكْثَرُ عَذَابِ الْقَبْرِ فِي الْبَوْلِ

"Mayoritas adzab kubur disebabkan masalah kencing." 
(HR. Ahmad no. 7981, 8672, 8698 dan Ibnu Majah no. 348)

Beliau juga mengajarkan beberapa hal sebagai penyempurna adab ketika buang air. Salman Al-Farisi radhiallahu'anhu bercerita :

لَقَدْ نَهَانَا -صلى الله عليه وسلم- أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ وَأَنْ لاَ نَسْتَنْجِىَ بِالْيَمِينِ وَأَنْ لاَ يَسْتَنْجِىَ أَحَدُنَا بِأَقَلَّ مِنْ ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ يَسْتَنْجِىَ بِرَجِيعٍ أَوْ عَظْمٍ

"Sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami untuk menghadap kiblat ketika buang air besar atau kecil, agar kami tidak beristinja' dengan tangan kanan, dan tidak beristijmar dengan kurang dari 3 batu, atau beristinja’ dengan kotoran kering atau dengan tulang." 
(HR, Muslim no. 262)

Dan masih ada beberapa adab lainnya yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita mengetahui dengan membaca dalil yang shahih dari beliau.

Apakah ada anjuran untuk berdehem ?

Ada beberapa hadits dhaif yang menyebutkan cara tertentu ketika kencing, diantaranya :

[1] Duduk dengan posisi jongkok, kaki kiri diduduki tumitnya, sementara kaki kanan tegak di depan.

Dari Suraqah bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan :

أن النبي صلى الله عليه وسلم أمرنا أن نتكئ على اليسري وأن ننصب اليمني

"Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk jongkok, dengan duduk di atas tumit kaki kiri dan menegakkan kaki kanan."

Derajat hadits :

Hadits ini diriwayatkan Al-Baihaqi (kitab Thaharah, 1/96), dan Ath-Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir (7/161). Hadits ini didhaifkan Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram (hlm. 21), juga didhaifkan An-Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarh Muhadzdzab (2/98), karena disana ada 2 perawi yang majhul.

[2] Menggerakkan kemaluan.

Terdapat hadits yang menyatakan :

إِذَا بَالَ أَحَدُكُمْ فَلْيَنْتُرْ ذَكَرَهُ ثَلاثَ مَرَّاتٍ

"Apabila kalian kencing, hendaknya dia gerakkan zakarnya (disentil) 3 kali."

Derajat hadits :

Hadits ini diriwayatkan Ibnu Majah dalam kitab Thaharah, Bab membersihkan sisa kencing setelah kencing, dari jalur Zam’ah, dari Yazdad dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sementara Yazdad bukan sahabat, dan Zam’ah dhaif.

Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan :

اتفقوا على ضعفه وقال إن يزداد  لا صحبة له وممن نص على ذلك البخاري في التاريخ وأبو حاتم الرازي وابنه عبد الرحمن وأبو داود وابن عدي وغيرهم

"Mereka sepakat hadits ini dhaif. Yazdad bukan sahabat. Diantara yang menegaskan demikian adalah Al-Bukhari dalam At-Tarikh, Abu Hatim Ar-Razi, Putra Abu Hatim, 'Abdurrahman, Abu Dawud, Ibnu 'Adi dan yang lainnya."
(Al-Majmu’, 2/99)

Sementara untuk berdehem, kami tidak menjumpai dalilnya.

Artinya, baik duduk jongkok, mengurut atau menyentil kemaluan, termasuk berdehem seusai kencing, sama sekali tidak bisa ditegaskan sebagai bagian dari sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena kita tidak punya riwayat yang shahih bahwa itu ajaran beliau.

Syaikhul Islam pernah ditanya, untuk orang yang selesai kencing, agar lebih bersih, apakah harus berdehem, naik turun, bergerak, dst, untuk memastikan kencingnya sempurna keluarnya.

Jawaban beliau :

التنحنح بعد البول والمشي والطفر إلى فوق والصعود في السلم والتعلق في الحبل وتفتيش الذكر بإسالته وغير ذلك : كل ذلك بدعة ليس بواجب ولا مستحب عند أئمة المسلمين بل وكذلك نتر الذكر بدعة على الصحيح لم يشرع ذلك رسول الله صلى الله عليه وسلم

"Berdehem setelah kencing, bergerak, gerakan naik turun, atau menggunakan tali, mengurut zakar agar mengalir, atau semacamnya, semua itu tidak ada ajarannya, tidak wajib, tidak pula sunnah menurut para ulama. Termasuk menyentil zakar, tidak ada ajarannya menurut pendapat yang benar, tidak pernah diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam."
(Majmu’ Al-Fatawa, 21/106)

Mengenai pertimbangan, ini bermanfaat secara medis, dan bisa membuat kencing lebih tuntas, ini masalah lain. Namun kesimpulan medis tidak boleh kita bawa pada ranah sunnah, selama tidak didukung dalil.

Kedua, tinjauan medis.

Ini kembali pada pertimbangan kesehatan. Namun tinjauan medis tidak bisa dijadikan alasan bahwa itu sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena untuk bisa disebut bagian dari sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang harus memastikan bahwa itu shahih dari beliau. Agar tidak termasuk dalam ancaman hadits,

Dari Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ حَدَّثَ عَنِّى بِحَدِيثٍ يُرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ

"Siapa yang menyampaikan satu hadits dariku, dan dia punya dugaan itu dusta, maka dia termasuk salah satu pendusta."
(HR. Muslim dalam mukadimah)

Jika memang betul berdehem setelah kencing itu bermanfaat secara kedokteran, boleh saja orang melakukannya, namun tidak boleh disebut sebagai sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, selama tidak ada bukti dari riwayat yang shahih.

Hanya saja, jangan sampai ini membuat seseorang jadi was-was ketika buang air. Sehingga orang bisa membutuhkan waktu sangat lama, hanya untuk sekali buang air. 

Allahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar