Jumat, 12 Maret 2021

Hadits Dhaif Seputar Wudhu Tentang Mengusap Telinga dengan Air Tersendiri

Dalam praktik wudhu di tengah masyarakat, kebanyakan dari mereka ketika mengusap kepala mengambil air kemudian setelah itu mengambil air lagi untuk mengusap telinga. Ini merupakan kesalahan dalam wudhu.

Saya tegaskan demikian karena dua alasan :

Alasan pertama, dalil-dalil yang dipakai tentang disyariatkannya mengambil air baru untuk telinga bersumber dari hadits yang lemah, yakni hadits ‘Abdullah bin Zaid.

إِنَّهُ رَأَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ فَأَخَذَ لِأُذُنَيْهِ مَاءً خِلاَفَ الَّذِيْ أَخَذَ لِرَأْسِهِ

“Sesungguhnya ia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam berwudhu lalu beliau mengambil untuk kedua telinganya air selain dari air yang dia ambil untuk kepalanya.”

Hadits dengan lafazh ini diiriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi dalam kitab sunannya (1/65) dari jalan Al-Haitsam bin Kharijah dari Ibnu Wahb dari ‘Amr bin Harits dari Hibban bin Wasi’ Al-Anshari dari Ayahnya dari ‘Abdullah bin Zaid. 

Imam Al-Baihaqi juga menyebutkan bahwa ada rawi lain juga meriwayatkan hal yang sama dari Ibnu Wahb yaitu ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Imran bin Miqlash dan Harmalah bin Yahya.

Hadits ini syadz ‘lemah’ sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram. Saya menetapkan syadz-nya hadits ini karena tiga sebab :

1. Imam Muslim meriwayatkan hadits ini dari jalan Ibnu Wahb tetapi dengan lafazh :

وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ بِمَاءٍ غَيْرِ فَضْلِ يَدِهِ

“Dan beliau mengusap kepalanya dengan air bukan sisa (air untuk mencuci) tangannya.”

2. Imam Ibnu Turkumani, dalam Al-Jauhar An-Naqi, menyebutkan bahwa Ibnu Daqiq Al-Ied melihat dalam riwayat Ibnul Muqri’ dari Harmalah dari Ibnu Wahb bukan seperti lafazh Al-Baihaqi tetapi seperti lafazh Muslim.

3. Enam orang rawi semua meriwayatkan dari Ibnu Wahb dan mereka menyebutkan hadits dengan lafazh riwayat Muslim. Enam rawi itu adalah: Harun bin Ma’ruf, Harun bin Sa’id, Abu Ath-Thahir, Hajjaj bin Ibrahim Al-Azraq, Ahmad bin ‘Abdirrahman bin Wahb, dan Syuraij bin Nu’man. Lihat riwayat mereka dalam Shahih Muslim no. 236, Musnad Abu ‘Awanah dan Musnad Ahmad 4/41.

Nampaklah dari sini kesalahan riwayat Al-Baihaqi yang menetapkan bahwa telinga diusap dengan air tersendiri, sehingga riwayat ini tidak bisa dipakai berhujjah.

Alasan kedua, mengambil air tersendiri untuk kedua telinga adalah menyelisihi sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam, sebab dalam satu hadits yang shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam menyatakan :

الْأُذُنَانِ مِنَ الرَّأْسِ

“Kedua telinga itu bagian dari kepala.” 
(HR. Ibnu Majah no. 443. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 36)

Maksud hadits ini bahwa telinga itu bagian dari kepala dan hukumnya sama dengan kepala. Karena bagian dari kepala, maka kedua telinga diusap dengan air yang diambil untuk kepala.

Dan juga mengusap kepala hanya sekali usapan. Jika telinga diusap menggunakan air baru maka hitungan mengusap kepala lebih dari sekali usapan. 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :
“Dan cara wudhu yang pasti dari beliau shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam, dalam riwayat Ash-Shahihain (Bukhari-Muslim) dan lain-lainnya dari beberapa jalan, tidak ada padanya (keterangan) mengambil air baru bagi telinga.” 
(Al-Fatawa 11/279)

Al Hafizh Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan :
“Tidaklah ada hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa beliau mengambil air baru untuk kedua telinganya (setelah mengusap kepalanya, pen.). Yang ada hanyalah dari Ibnu ‘Umar. Namun tidak shahih jika hal itu disandarkan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” 
(Zaad Al-Ma’ad, 1/187)

Imam Asy-Syaukani rahimahullah menyebutkan :
"Para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Abu Tsaur bahwa yang untuk telinga diambil air baru lagi. Sedangkan Al-Hadi, Ats-Tsauri, Abu Hanifah, telinga diusap dengan kepala dengan satu air (bersambung, tidak dipisah). Ibnu ‘Abdil Barr berkata, “Diriwayatkan dari sekelompok sahabat dan tabi’in yang berpendapat seperti ini (yaitu menyambung antara mengusap kepala dan telinga, pen.)."
(Nail Al-Authar, 1/467-468)

Sebagai kesimpulan bahwa kedua telinga diusap dengan air lebih dari kepala setelah mengusap kepala dan tidak disyaratkan mengambil air tersendiri untuk telinga. 

Sekian. Semoga bermanfaat.

Allahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar