Senin, 13 Juli 2020

HADITS PALSU : Bekerja untuk Duniamu Seakan-Akan Hidup Selamanya

رُوِيَ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرو بْنِ الْعَاصِ  رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِعْمَلْ لدُنْيِاكَ كأَنَّكَ تَعِيشُ أَبَداً واعْمَلْ لآخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تموتُ غَداً

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Aash radhiyallahu'anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Beramallâh (bekerjalah) untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya dan beramallâh untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok.”

Keterangan Hadits :

Hadits ini tidak ada asalnya (hadits palsu) yang dinisbatkan kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah mengatakan :
“Hadits ini tidak ada asalnya secara marfu’ (dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam) meskipun dia sangat populer diucapkan (di kalangan kaum Muslimin) zaman sekarang.”
[Silsilatul Ahâdîts Adh Dha’îfati wal Maudhû’ah, 1/63]

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata :
“Ucapan ini diriwayatkan sebagai hadits dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal ini bukan hadits.”
[Majmû’ul Fatâwâ, 2/46]

Yang benar pernyataan di atas diriwayatkan dari ucapan Shahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash Radhiyallahu anhu. Itupun sanad periwayatannya lemah.

Dikeluarkan oleh Imam Ibnu Abi Ad-Dunya dalam Ishlâhul Mâl, hlm. 34 dan Ibnu Qutaibah dalam Gharîbul Hadîts (1/286) dengan sanad mereka berdua dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash Radhiyallahu 'anhu. Sanad riwayat ini lemah karena terputus. ‘Ubaidullah bin Al-‘Aizar meriwayatkannya dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash Radhiyallahu 'anhu padahal dia tidak bertemu dengan beliau Radhiyallahu 'anhu.
[Silsilatul Ahâdîts Adh Dha’îfati wal Maudhû’ah, 1/64]

Juga ada jalur lain yang dikeluarkan oleh Imam ‘Abdullah bin Al-Mubarak dalam kitab Az-Zuhd, hlm. 469 dari Muhammad bin ‘Ajlân dari 'Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash Radhiyallahu 'anhu ucapan yang semakna dengan ucapan di atas. Sanad riwayat inipun lemah karena terputus. Muhammad bin ‘Ajlân tidak bertemu dengan ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash Radhiyallahu 'anhu.
[Silsilatul Ahâdîts Adh Dha’îfati wal Maudhû’ah, 1/64]

Hadits yang semakna juga diriwayatkan dari jalur lain dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash Radhiyallahu 'anhu, dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dikeluarkan oleh Imam Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra (3/19).

Namun, hadits ini lemah, karena dalam sanadnya ada rawi yang disebut Maula ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz, dia majhul (tidak dikenal). Juga ada rawi yang bernama Abu Shalih ‘Abdullah bin Shalih Kâtibu Al-Laits. Orang ini sering salah dan lalai dalam meriwayatkan hadits.
[Taqrîbut Tahdzîb, hlm. 308]

Hadits ini dinyatakan lemah oleh Imam As-Suyuthi dan beliau rahimahullah dibenarkan penilaiannya oleh Imam Al-Munawi dalam Faidhul Qadîr (2/12).

Hadits yang semakna juga diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan lafazh, yang artinya, “Perbaikilah duniamu dan beramallâh untuk akhiratmu, seakan-akan kamu mati besok.” Riwayat ini dikeluarkan oleh Imam Al-Qudha’i dalam Musnad Asy-Syihab (1/416).

Hadits ini sangat lemah, karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama Sulaiman bin Arqam. Imam Al-Bukhari, Abu Dawud dan Ad-Daraquthni berkata tentangnya: “Dia ditinggalkan (riwayat) haditsnya (karena kelemahannya sangat parah).”
[Semua dinukil oleh Al Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Tahdzîbut Tahdzîb, 4/148]

Juga ada rawi yang bernama Miqdam bin Dawud, dia adalah rawi yang dilemahkan riwayat haditsnya oleh para Ulama.
[Lihat nukilan ucapan para ulama tersebut dalam Lisânul Mîzân, 6/84]

Hadits yang semakna dengan riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu di atas juga diriwayatkan dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu 'anhu dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dikeluarkan oleh Ad-Dailami dalam Masnadul Firdaus[1]. Akan tetapi hadits ini juga sangat lemah, karena ada rawi yang ditinggalkan riwayatnya dan rawi yang majhul (tidak dikenal).[2]

Kesimpulannya, hadits ini sangat lemah bahkan palsu jika disandarkan kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun jika disandarkan kepada ucapan Shahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash Radhiyallahu 'anhu, maka riwayatnya juga lemah.

Kemudian jika ditinjau dari segi matan (isi) hadits ini, maka juga terdapat kejanggalan dan pertentangan dengan banyak dalil dari Al-Qur’an dan hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Isi hadits ini terkesan berlebihan memotivasi untuk mengejar dunia dan berusaha keras untuk meraihnya, padahal dalil-dalil dari Al-Qur’an dan hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam justru memotivasi untuk tidak berlebihan dalam mengejar dunia dan mengambil secukupnya dari dunia, serta bersemangat dan berlomba-lomba mengejar keutamaan di sisi Allâh Azza wa Jalla di akhirat nanti.

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا 

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allâh kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (urusan) dunia."
[QS. Al-Qashash : 77]

Dan dalam sebuah hadits yang shahih, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَا قَلَّ وَكَفَى خَيْرٌ مِمَّا كَثُرَ وَأَلْهَى

"Sesuatu (harta dan perhiasan dunia) yang sedikit dan mencukupi lebih baik daripada yang banyak dan melalaikan (dari berdzikir kepada Allâh Azza wa Jalla)."[3]

Ulama besar Kerajaan Saudi Arabia di masa silam dan pakar fikih pada abad ke-20, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah mengungkapkan,

Perkataan …

اعمل لدنياك كأنك تعيش أبداً ، واعمل لآخرتك كأنك تموت غداً

“I’mal lidunyaaka ka-annaka ta’isyu abadan, wa’mal li-aakhiratika ka-annaka tamuutu ghadan.” 

[Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya. Beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok].

Ungkapan di atas termasuk HADITS PALSU (hadits maudhu’).

Maknanya pun tidak seperti dipahami kebanyakan orang. Banyak yang memahami maksud ungkapan tersebut adalah hendaknya kita mati-matian dalam mengejar dunia, akhirat akhirnya terlupakan.

Bahkan makna yang tepat adalah sebaliknya. Hendaklah kita semangat dalam menggapai akhirat dan tak perlu tergesa-gesa dalam mengejar dunia.

Ungkapan “bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya”, maksudnya adalah apa yang tidak selesai hari ini dari urusan dunia, selesaikanlah besok. Yang tidak bisa selesai besok, selesaikanlah besoknya lagi. Jika luput hari ini, masih ada harapan untuk besok.

Adapun untuk urusan akhirat, maka beramallah untuk urusan akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok. Maksudnya kita diperintahkan untuk segera melakukan amalan shalih, jangan menunda-nundanya. Anggap kita tak bisa lagi berjumpa lagi dengan esok hari. Bahkan kita katakan, bisa jadi kita mati sebelum esok tiba. Karena siapa pun kita tak mengetahui kapan maut menghampiri.

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah menyatakan :

إذا أصبحت فلا تنتظر المساء ، وإذا أمسيت فلا تنتظر الصباح ، وخذ من صحتك لمرضك ، ومن حياتك لموتك

“Jika engkau berada di pagi hari, jangan tunggu sampai petang hari. Jika engkau berada di petang hari, jangan tunggu sampai pagi. Manfaatkanlah waktu sehatmu sebelum datang sakitmu. Manfaatkanlah waktu hidupmu sebelum datang matimu.” 
(HR. Bukhari)

Itulah makna ungkapan yang masyhur di atas.

Namun sekali lagi, kesimpulannya, ungkapan tersebut salah alamat jika disandarkan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu maknanya pun bukan seperti dipahami kebanyakan orang untuk terus mengejar dunia hingga kurang semangat menggapai akhirat.

Bahkan makna yang tepat, hendaklah semangat bersegera dalam melakukan amalan akhirat, jangan sampai menunda-nunda.

Adapun urusan dunia, ada kelapangan dalam menggapainya. Kalau tidak bisa menggapai hari ini, masih ada harapan untuk esok hari.

[Fatawa Nur ‘ala Ad-Darb • Fatawa Musthalah Al-Hadits, Syarh Al-Hadits wa Al-Hukmu ‘alaiha]

Semangat dalam bekerja di dunia tak masalah, namun jangan sampai lupa akhirat yang jadi tujuan utama dan tetap menempuh cara yang halal.

Baarakallahu fiiykum

Footnote :

[1] Dinukil oleh Imam Al-Munawi dalam Faidhul Qadîr (1/532).

[2] Lihat penjelasan Imam Al-Munawi dalam Faidhul Qadîr (1/532).

[3] Lihat penjelasan Syaikh Al-Albani dalam kitab Silsilatul Ahâdîts Adh Dha’îfati wal Maudhû’ah (2/373, no. 874).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar