Jumat, 05 Juni 2020

Sujudnya Matahari

Allah Ta'ala berfirman :

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ۖ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ ۗ وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ

"Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki."
(QS. Al Hajj : 18)

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَبِي ذَرٍّ حِينَ غَرَبَتْ الشَّمْسُ أَتَدْرِي أَيْنَ تَذْهَبُ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّهَا تَذْهَبُ حَتَّى تَسْجُدَ تَحْتَ الْعَرْشِ فَتَسْتَأْذِنَ فَيُؤْذَنُ لَهَا وَيُوشِكُ أَنْ تَسْجُدَ فَلَا يُقْبَلَ مِنْهَا وَتَسْتَأْذِنَ فَلَا يُؤْذَنَ لَهَا يُقَالُ لَهَا ارْجِعِي مِنْ حَيْثُ جِئْتِ فَتَطْلُعُ مِنْ مَغْرِبِهَا فَذَلِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى
{ وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ }

Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Yuusuf; Telah bercerita kepada kami Sufyaan, dari Al A'masy, dari Ibraahiim At-Taimiy, dari Bapaknya, dari Abu Dzar radhiallahu 'anhu berkata :

"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepada Abu Dzar ketika matahari sedang terbenam: "Tahukah kamu kemana matahari itu pergi?". Aku jawab; "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu". Beliau berkata: "Sesungguhnya dia akan terus pergi hingga bersujud di bawah Al-'Arsy lalu dia minta izin kemudian diizinkan dan dia minta agar terus saja bersujud namun tidak diperkenankan dan minta izin namun tidak diizinkan dan dikatakan kepadanya: "Kembalilah ke tempat asal kamu datang". Maka matahari itu terbit (keluar) dari tempat terbenamnya tadi". Begitulah sebagaimana firman Allah QS Yasin ayat 38 yang artinya: (Dan matahari berjalan pada tempat peredarannya (orbitnya). Demikianlah itu ketetapan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui)".
(Shahih Bukhari no. 3199)

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ جَمِيعًا عَنْ ابْنِ عُلَيَّةَ قَالَ ابْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ حَدَّثَنَا يُونُسُ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ يَزِيدَ التَّيْمِيِّ سَمِعَهُ فِيمَا أَعْلَمُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَوْمًا أَتَدْرُونَ أَيْنَ تَذْهَبُ هَذِهِ الشَّمْسُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ إِنَّ هَذِهِ تَجْرِي حَتَّى تَنْتَهِيَ إِلَى مُسْتَقَرِّهَا تَحْتَ الْعَرْشِ فَتَخِرُّ سَاجِدَةً فَلَا تَزَالُ كَذَلِكَ حَتَّى يُقَالَ لَهَا ارْتَفِعِي ارْجِعِي مِنْ حَيْثُ جِئْتِ فَتَرْجِعُ فَتُصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَطْلِعِهَا ثُمَّ تَجْرِي حَتَّى تَنْتَهِيَ إِلَى مُسْتَقَرِّهَا تَحْتَ الْعَرْشِ فَتَخِرُّ سَاجِدَةً وَلَا تَزَالُ كَذَلِكَ حَتَّى يُقَالَ لَهَا ارْتَفِعِي ارْجِعِي مِنْ حَيْثُ جِئْتِ فَتَرْجِعُ فَتُصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَطْلِعِهَا ثُمَّ تَجْرِي لَا يَسْتَنْكِرُ النَّاسَ مِنْهَا شَيْئًا حَتَّى تَنْتَهِيَ إِلَى مُسْتَقَرِّهَا ذَاكَ تَحْتَ الْعَرْشِ فَيُقَالُ لَهَا ارْتَفِعِي أَصْبِحِي طَالِعَةً مِنْ مَغْرِبِكِ فَتُصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَغْرِبِهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَدْرُونَ مَتَى ذَاكُمْ ذَاكَ حِينَ
{ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا }

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyuub dan Ishaq bin Ibraahiim semuanya dari Ibnu 'Ulayyah, Ibnu Ayyuub berkata; Telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Ulayyah; Telah menceritakan kepada kami Yuunus, dari Ibraahiim bin Yaziid At-Taimiy dia mendengarnya pada sesuatu yang paling diketahui dari Bapaknya, dari Abu Dzar bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda suatu hari :

"Apakah kalian tahu, ke mana matahari ini pergi?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu." Beliau bersabda: "Sesungguhnya matahari ini lari beredar hingga berhenti pada tempatnya di bawah 'Arsy lalu menyungkur sujud, ia tetap demikian hingga dikatakan kepadanya, 'Kamu naiklah dan kembalilah pada tempat dari mana kamu datang.' Lalu ia kembali sehingga menjadi terbit dari tempat terbitnya, kemudian matahari lari beredar di mana ia membuat manusia tidak mengingkarinya sedikit pun hingga ia berhenti pada tempat beredarnya yaitu di bawah 'Arsy, lalu dikatakan kepadanya, 'Naiklah dan terbitlah pagi hari dari barat'. Lalu ia terbit dari barat."

Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apakah kalian tahu, kapankah itu terjadi, itu terjadi ketika iman seseorang tidak berguna bagi dirinya selama dia tidak beriman sebelumnya, atau berbuat baik dalam imannya'."
(Shahih Muslim no. 159)

Bagaimana caranya matahari sujud ?

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :
“Adapun sujudnya matahari, maka hal itu dengan perbedaan yang diciptakan Allah baginya."
(Syarh Shahih Muslim, 2/197)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata :
“Setiap makhluk sujud karena keagungan Allah baik suka maupun terpaksa. Dan sujudnya segala sesuatu itu berbeda-beda sesuai dengan pribadinya masing-masing.” 
(Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, 5/398)

Imam Al-Khaththabi rahimahullah berkata :
"Tentang sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘Tempat peredarannya adalah di bawah Arsy’, “Kita tidak memungkiri bila matahari memiliki tempat peredaran di bawah 'Arsy yang tidak kita jangkau dan saksikan. Kita hanya dikhabarkan tentang sesuatu yang ghaib, maka kita tidak mendustakannya dan membagaimanakannya, karena keilmuan kita terbatas dan tidak menjangkaunya.” 
(Syarh Sunnah, 15/95-96, karya Al-Baghawi)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah berkata :
"Hadits ini menunjukkan bahwa makna (لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا) adalah tempat peredaran, karena dia sujud di bawah 'Arsy. Kita tidak mengetahui bagaimana sifat sujudnya, sebab matahari tidak sama seperti manusia sehingga sujudnya bisa disetarakan dengan sujudnya manusia, bahkan dia adalah makhluk yang lebih besar. Oleh karena itu, janganlah muncul pertanyaan kepada kita: Apakah matahari sujud sambil berjalan ataukah berhenti dahulu? Bagaimana matahari sujud dan meminta izin kepada Allah sedangkan dia terus berjalan dalam orbitnya?!!” 
(Tafsir Surat Yasin, hal. 137)

Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata : 
“Mungkin masalah dalam hadits ini dianggap rumit oleh orang yang tidak membidangi ilmu seraya berkomentar: “Kita melihatnya terbenam ke bumi dan Al-Qur’an mengabarkan bahwa matahari terbenam dalam laut yang berlumpur hitam (QS. Al-Kahfi : 86). Jadi kalau dia berputar di bawah bumi dan naik, lantas kapan dia berada di bawah Arsy?!
Jawabnya: Sesungguhnya langit yang tujuh seperti poros penggilingan, demikian pula Arsy karena besarnya dia seperti penggilingan, dimana saja matahari sujud maka dia sujud di bawah Arsy. Itulah tempat peredarannya”.
(Kasyful Musykil an Hadits Shahihain, 1/359)

Syaikh Dr. 'Abdullah Al-Ghunaiman hafizhahullah berkata :
“Sujudnya matahari di bawah Arsy tidaklah berarti dia keluar dari orbitnya atau ketinggalan dalam peredarannya ke bumi, bahkan dia selalu muncul ke suatu bagian dari bumi, sedangkan waktunya bagi penduduk bumi berbeda-beda menurut peredarannya.

Dan sebagaimana dimaklumi bahwa pergantian malam dan siang sangat berkaitan erat dengan peredarannya. Oleh karenanya, mungkin timbul pertanyaan: Di manakah letak sujudnya di bawah Arsy? Kapan hal itu terjadi, padahal dia selalu berjalan? Jarak jauhnya dari bumi juga tidak pernah berubah suatu waktu pun, sebagaimana peredarannya juga tidak pernah berubah seperti yang kita saksikan sendiri.

Jawabannya adalah: Matahari sujud setiap malam di bawah Arsy sebagaimana dikhabarkan oleh Nabi shallallahu'alaihi wasallam yang jujur. Dia juga selalu muncul pada bagian dari bumi, dan dia juga selalu berjalan dalam orbitnya di bawah Arsy siang dan malam. Bahkan setiap makhluk pun berada di bawah Arsy, tetapi dalam waktu dan tempat tertentu dia sujud yang tidak diketahui makhluk tetapi diketahui berdasarkan wahyu. Sujud tersebut adalah hakiki sesuai dengan zhahir nash. Adapun beredar, maka hal itu tidak pernah lepas darinya selama-lamanya. Wa-Allahu a`lam.”

Lanjut beliau, “Perbedaan peredaran matahari itu hanyalah bagi yang berada di bumi, artinya dia terbit di tempat tertentu dan terbenam di tempat tertentu, padahal dalam peredarannya di orbitnya tidak ada perbedaan ini. Jadi sujudnya matahari tidaklah berbeda dengan perbedaan malam dan siang, karena perbedaan ini hanyalah bagi yang berada di bumi, adapun sujudnya di tempat dan waktu tertentu tidaklah berbeda.”
(Syarh Kitab Tauhid min Shahih Bukhari, 1/212; Bayan Talbis Jahmiyyah Ibnu Taimiyyah, 2/228)

Walhasil, kita harus beriman bahwa matahari itu sujud kepada Allah, sedangkan bagaimana sifat sujudnya maka hal itu di luar kapasitas akal kita. Masalah ini mirip sekali dengan apa yang telah Allah firmankan :

تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ ۚ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَٰكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ ۗ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا

"Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun."
(QS. Al Isra' : 44)

Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Baaz rahimahullah berkata :
"Seluruh makhluk bersujud dan bertasbih kepada Allah dengan tasbih dan sujud yang diketahui Allah sekalipun kita tidak mengerti dan mengetahuinya."
(Majmu` Fatawa wa Maqalat, 8/295)

Hadits ini menyimpan beberapa faedah, di antaranya :

1. Bagusnya cara pengajaran Nabi, yaitu dengan melontarkan sebuah pertanyaan kepada para sahabatnya. Cara seperti ini seringkali beliau praktekkan dalam banyak hadits. Tidak diragukan lagi bahwa sistem pengajaran seperti ini sangat bermanfaat sekali dalam pematangan ilmu dan ketetapannya dalam akal pikiran, sebab seorang yang ditanya akan merasa penasaran untuk mengetahui jawabannya, sehingga ketika jawaban datang kepadanya sedang dia dalam kondisi penasaran dan haus mencari jawaban, tak ragu lagi bahwa hal itu akan lebih terekam dalam hatinya.
(Syarh Kitab Tauhid, 1/408, karya Syaikh Dr. Abdullah Al-Ghunaiman)

Faedah ini hendaklah diperhatikan oleh kita semua, khususnya para ustadz dan para da`i dalam mentransfer ilmu kepada orang lain. Janganlah dia menyampaikan secara hamparan begitu saja, karena hal ini akan lebih mudah hilang dari ingatan, tetapi hendaknya seorang guru untuk berusaha menggunakan cara-cara agar ilmu yang dia sampaikan bisa menetap dalam hati, baik dengan soal-jawab, muraja`ah, diskusi, dan lain sebagainya.

2. Terbitnya matahari dari barat adalah salah satu tanda besar dekatnya hari kiamat.

Hadits ini merupakan di antara salah satu hadits yang banyak sekali, bahkan berderajat mutawatir bahwa terbitnya matahari adalah salah satu tanda dekatnya kiamat. Maka hal ini wajib diimani oleh setiap muslim yang mengaku Allah sebagai Rabbnya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Nabinya, dan Islam adalah agamanya. Anehnya, sebagian kalangan masih ada yang meragukan aqidah ini. Wa-Allahul Musta`an.

3. Sunnah merupakan penjelas Al-Qur’an.

Hadits bisa dijadikan contoh yang bagus tentang kedudukan Sunnah/hadits sebagai penjelas Al-Qur’an, yaitu :

وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ


"Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui."
(QS. Yasin : 38)

4. Matahari merupakan tanda kekuasaan Allah.

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah."
(QS. Fushshilat : 37)

Perhatikanlah bagaimana dia berjalan secara teratur tanpa maju ataupun mundur sedikit pun sejak awal penciptaannya hingga kelak jika Allah hendak menghancurkan dunia. Demikian pula bentuknya yang begitu besar dan manfaatnya yang begitu banyak bagi kehidupan makhluk di bumi, baik bagi tubuh, pohon, sungai, lautan, dan lain sebagainya. Belum lagi sinarnya yang menyinari dunia sehingga manusia tidak membutuhkan listrik. Dan masih banyak lagi lainnya. (Syarh Tsalatsah Ushul hal. 48, karya Ibnu 'Utsaimin)

Oleh karena itu saya mengajak saudara-saudaraku untuk merenungi tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada di sekitar kita, baik langit, bumi, lautan, matahari, rembulan, malam, siang, dan sebagainya sehingga dapat menambah keimanan kita kepada Allah.

إِنَّ فِي اخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَّقُونَ

"Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa."
(QS. Yunus : 6)

Akhirnya, kita berdo`a kepada Allah agar memberikan taufiq dan meneguhkan kita semua. Aamiin.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar