Selasa, 23 Juni 2020

Larangan Mengungkit-ngungkit Pemberian dan Menyakiti Hati Penerima

Oleh : Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari

Ikhlas adalah fondasi dalam seluruh jenis ibadah, termasuk ketika berinfak dan bersedekah. Allâh Azza wa Jalla akan melipatgandakan balasan bagi orang yang berinfak di jalan-Nya dengan ikhlas. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

"Perumpamaan (infak yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allâh adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allâh melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allâh Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui."
[QS. Al-Baqarah : 261]

Tetapi balasan yang besar tersebut disyaratkan dengan ikhlas, yang di antara tandanya adalah tidak mengungkit infak tersebut dan tidak mengiringi dengan perbuatan atau perkataan yang menyakitkan. Sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla pada ayat berikutnya :

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلَا أَذًى ۙ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

"Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allâh, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Rabb mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."
[QS. Al-Baqarah : 262]

Oleh karena dengan kasih sayang-Nya, Allâh Azza wa Jalla melarang para hamba-Nya yang beriman melakukan manna (mengungkit pemberian) dan adza (perkataan atau perbuatan yang menyakitkan), karena hal itu akan membatalkan pahala sedekah yang telah mereka berikan. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya' kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allâh dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allâh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir." 
[QS. Al-Baqarah : 264]

Di dalam ayat ini Allâh Azza wa Jalla menyebutkan 4 perkara yang bisa merusak sedekah :

1. Menyebut-nyebut sedekah.
2. Menyakiti perasaan si penerima.
3. Berinfak karena riya' (mencari pujian/nama) kepada manusia.
4. Tidak beriman kepada Allâh dan hari kemudian.

Makna Manna dan Adza 

Di dalam ayat di atas diterangkan bahwa manna (menyebut-nyebut sedekah) bisa membatalkan pahala sedekah. Oleh karena itu, kita harus mengetahui apa yang dimaksud dengan manna tersebut dan berusaha menjauhinya.

Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi rahimahullah (wafat th 1438 H) berkata, 
“Al-mann adalah menyebut sedekah dan menghitung-hitungnya kepada orang yang menerima sedekah dengan bentuk pemberian kebaikan kepadanya. Sedangkan al adza adalah: menyakiti orang yang menerima sedekah dan menghinakannya dengan kalimat yang pedas, atau kalimat yang merusak kehormatannya, atau menjatuhkan kemuliaannya.” 
[Tafsîr Aisarut Tafâsir, 1/254, surat Al-Baqarah ayat 262]

Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Makkiy rahimahullah (wafat th 974 H) berkata,

إنَّ الْمَنَّ هُوَ أَنْ يُعَدِّدَ نِعْمَتَهُ عَلَى الْآخِذِ أَوْ يَذْكُرَهَا لِمَنْ لَا يُحِبُّ الْآخِذُ اطِّلَاعَهُ عَلَيْهِ، وَقِيلَ: هُوَ أَنْ يَرَى أَنَّ لِنَفْسِهِ مَزِيَّةً عَلَى الْمُتَصَدَّقِ عَلَيْهِ بِإِحْسَانِهِ إلَيْهِ وَلِذَلِكَ لَا يَنْبَغِي أَنْ يَطْلُبَ مِنْهُ دُعَاءً وَلَا يَطْمَعَ فِيهِ، لِأَنَّهُ رُبَّمَا كَانَ فِي مُقَابَلَةِ إحْسَانِهِ فَيَسْقُطُ أَجْرُهُ

“Al-Manna adalah menghitung-hitung pemberiannya (baik yang berupa kebaikan, pertolongan, sedekah dan lain-lain) kepada orang yang menerimanya, atau menceritakan pemberian itu kepada orang lain yang si penerima tidak suka orang itu mengetahuinya. Ada juga yang mengatakan, al manna adalah seseorang (yang telah bersedekah) melihat dirinya memiliki keistimewaan melebihi orang yang menerima sedekah karena dia telah berbuat baik kepadanya. Oleh karena itu tidak pantas orang yang bersedekah meminta doa darinya atau mengharapkannya, karena bisa jadi itu adalah balasan perbuatan baiknya sehingga pahalanya gugur”. 
[Az-Zawâjir ‘an Iqtirâfil Kabâir, hlm. 312]

Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah juga mengatakan,

وَالْأَذَى هُوَ أَنْ يَنْهَرَهُ أَوْ يُعَيِّرَهُ أَوْ يَشْتُمَهُ، فَهَذَا كَالْمَنِّ مُسْقِطٌ لِثَوَابِهِ وَأَجْرِهِ كَمَا أَخْبَرَ اللَّهُ – تَعَالَى –

“Sedangkan al adza (gangguan) adalah orang yang bersedekah membentak orang yang menerima sedekah, atau menghinanya, atau mencelanya. Maka ini seperti al mann, menggugurkan pahala dan balasan sedekah sebagaimana telah diberitakan oleh Allâh Azza wa Jalla”. 
[Az-Zawâjir ‘an Iqtirâfil Kabâir, hlm. 312]

Imam Al-Qurthubiy rahimahullah (wafat th 671 H) berkata di dalam tafsirnya,

الْمَنُّ: ذِكْرُ النِّعْمَةِ عَلَى مَعْنَى التَّعْدِيدِ لَهَا وَالتَّقْرِيعِ بِهَا، مِثْلَ أَنْ يَقُولَ: قَدْ أَحْسَنْتُ إِلَيْكَ وَنَعَشْتُكَ وَشِبْهَهُ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ: الْمَنُّ: التَّحَدُّثُ بِمَا أَعْطَى حَتَّى يَبْلُغَ ذَلِكَ الْمُعْطَى فَيُؤْذِيَهُ. وَالْمَنُّ مِنَ الْكَبَائِرِ

“Al-Mann adalah menyebut nikmat dengan maksud menghitung-hitung nikmat (kebaikan; pertolongan; sedekah; dll) dan menyalahkan dengannya (kepada orang yang menerimanya). Seperti mengatakan, “Aku telah berbuat baik kepadamu”, “Aku telah menolongmu”, dan semacamnya. Sebagian ulama berkata: mann adalah: menceritakan pemberiannya sehingga berita itu sampai kepada si penerima sehingga mengganggunya. Dan manna termasuk dosa besar”.
[Tafsîr Al-Qurthubiy, 3/308]

Mengungkit Pemberian Termasuk Dosa Besar

Para Ulama memasukkan perbuatan manna ini ke dalam dosa-dosa besar, seperti Al-Qurthubiy di dalam tafsirnya, Adz-Dzahabiy di dalam Al-Kabair, dan Ibnu Hajar Al-Makkiy di dalam Az-Zawajir. Bahkan ada ancaman-ancaman khusus dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang perbuatan mengungkit-ungkit sedekah tersebut. Antara lain sebagai berikut :

عَنْ أَبِي ذَرٍّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ» قَالَ: فَقَرَأَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَ مِرَارًا، قَالَ أَبُو ذَرٍّ: خَابُوا وَخَسِرُوا، مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: «الْمُسْبِلُ، وَالْمَنَّانُ، وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ»

Dari Abu Dzarr, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda : 

“Ada tiga orang, Allâh tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat, Allâh tidak akan melihat mereka, Allâh tidak juga menyucikan (dosa-dosa) mereka, dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih.” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan ayat ini tiga kali. Abu Dzarr berkata: “Mereka pasti kecewa dan rugi! Siapakah mereka itu wahai Rasûlallâh?” Rasûlullâh bersabda: “Al-Musbil (orang yang melakukan isbal), Al-Mannan (orang yang suka menyebut-nyebut kebaikannya/pemberiannya), dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah bohong.” 
[HR. Muslim no. 106]

Bahkan orang yang selalu menyebut-nyebut pemberiannya diancam tidak akan masuk surga, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini :

عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” ثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ، وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ، وَالدَّيُّوثُ، وَثَلَاثَةٌ لَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ: الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ، وَالْمُدْمِنُ عَلَى الْخَمْرِ، وَالْمَنَّانُ بِمَا أَعْطَى “

Dari Saalim bin 'Abdullah (bin 'Umar), dari Bapaknya, dia ('Abdullah) berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : 

“Tiga orang yang Allâh ‘Azza wa Jalla tidak akan melihat mereka pada hari kiamat: anak yang durhaka kepada kedua orangtuanya, wanita yang menyerupai laki-laki, dan dayuuts.

Tiga orang yang tidak akan masuk surga: anak yang durhaka kepada kedua orangtuanya, pecandu khamr (minuman keras), dan orang yang menyebut-nyebut apa yang dia berikan”.  
[HR. An-Nasa'i, no. 2562; Ahmad, no. 6180; dan lain-lain. Dishahihkan oleh Al-Hakim dan disetujui Adz-Dzahabi. Dihasankan oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth di dalam Takhrij Musnad Ahmad dan Syaikh Al-Albani di dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 674, 1397, 3099]

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ عَنْ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ عَنْ نُبَيْطٍ عَنْ جَابَانَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنَّانٌ وَلَا عَاقٌّ وَلَا مُدْمِنُ خَمْرٍ

Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Basysyaar dari Muhammad ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Manshuur dari Saalim bin Abu Al Ju'd dari Nubaith dari Jaabaan dari 'Abdullah bin 'Amru dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda : 

"Tidak akan masuk surga seorang yang mengungkit-ungkit pemberian, orang yang durhaka (kepada orangtua) dan pecandu khamr."
[Sunan Nasa'i no. 5672]

Sebagian Ulama menyimpulkan beberapa bahaya mengungkit-ungkit sedekah, yaitu :

1. Mengurangi pahala atau bahkan membatalkannya.
2. Termasuk akhlak yang buruk.
3. Ancaman keras bagi pelakunya.
4. Menyusahkan dan menyakiti orang lain.
5. Menyebabkan kemurkaan Allâh Azza wa Jalla .
6. Sifat itu menyerupai sifat orang-orang munafik.
7. Pelakunya terhalangi dari kenikmatan melihat wajah Allâh dan diajak bicara oleh-Nya.

[Lihat Nadhratun Na’im fi Akhlâqir Rasûl Al-Karim, 11/5569]

Setelah kita mengetahui hal ini, maka sepantasnya kita bersungguh-sungguh menjaga amal-amal shalih kita dari segala perkara yang bisa menggugurkannya, sehingga kita akan mendapatkan balasannya dengan sempurna di sisi Allâh Azza wa Jalla di Hari Pembalasan. Semoga Allâh Azza wa Jalla selalu membimbing kita di dalam semua kebaikan dan menjauhkan dari semua keburukan.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

Tidak ada komentar:

Posting Komentar