Rabu, 10 Maret 2021

HADITS DHAIF Tentang Adzan dan Iqamah di Telinga Bayi

1. Hadits Abu Rafi’ Maula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
 
عَنْ سُفْيَانَ، قَالَ: حَدَّثَنِي عَاصِمُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ»
 
“Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengumandangkan adzan di telinga Al-Hasan bin ‘Aliy -seperti adzan shalat- tatkala beliau dilahirkan oleh Faathimah.”
 
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad (6/391-392), Ath-Thayalisy (970), Abu Dawud (5105), At-Tirmidzi (1514), Al-Baihaqi (9/305) dan dalam Asy-Syu’ab (8617-8618), Ath-Thabrani (931, 2578) dan dalam Ad-Du’a` (2/944), Al-Hakim (3/179), Al-Bazzar (9/325), Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (11/273), dan Ar-Ruyani dalam Al-Musnad (1/455). 
 
Semuanya dari jalan Sufyan Ats-Tsauri dari ‘Ashim bin ‘Ubaidillah bin ‘Ashim dari ‘Ubaidillah bin Abi Rafi’ dari Abi Rafi’ radhiyallahu ‘anhu.
 
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ath-Thabrani (926, 2579) tapi dari jalan Hammad bin Syu’aib dari ‘Ashim bin ‘Ubaidillah dari ‘Ali ibnul Husain dari Abi Rafi’ dengan lafazh :
 
أَنَّ النبي صلى الله عليه وسلم أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ رضي الله عنهما حِيْنَ وُلِدَا وَأَمَرَ بِهِ
 
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengumandangkan adzan di telinga Al-Hasan dan Al-Husain radhiyallahu ‘anhuma tatkala keduanya lahir, dan beliau memerintahkan hal tersebut”.
 
Maka dari jalan ini kita bisa melihat bahwa Hammad bin Syu’aib menyelisihi Sufyan Ats-Tsauri dengan menambah dua lafazh; “dan Al-Husain” dan “beliau memerintahkan hal tersebut.
 
Akan tetapi jalan Hammad -termasuk kedua lafazh tambahannya- adalah mungkar, karena Hammad bin Syu’aib telah menyelisihi Sufyan padahal dia (Hammad) adalah seorang rawi yang sangat lemah. 
 
▪Yahya bin Ma’in berkata, “Tidak ada apa-apanya (arab: laisa bisyay`in)”.
▪Imam Al-Bukhari berkata dalam At-Tarikh Al-Kabir (3/25), “Hammad bin Syu’aib At-Taimiy, Abu Syu’aib Al-Hummaniy …, ada kritikan padanya (arab: fiihi nazhar)."
▪Al-Haitsami berkata mengomentari riwayat ini dalam Majma’ Az-Zawa`id (4/60), “Ath-Thabrani meriwayatkannya dalam Al-Kabir sedang di dalamnya ada terdapat Hammad bin Syu’aib, dan dia adalah rawi yang sangat lemah”.
 
Kita kembali ke jalan Sufyan Ats-Tsauri. Di dalamnya sanadnya ada ‘Ashim bin ‘Ubaidillah dan dia juga adalah rawi yang sangat lemah. 
 
▪Imam Abu Hatim dan Abu Zur’ah berkata, “Mungkar haditsnya dan goncang haditsnya”.
▪Imam Ahmad berkata dari Sufyan ibnu ‘Uyainah (beliau) berkata, “Saya melihat para masyaikh (guru-guru) menjauhi hadits ‘Ashim bin ‘Ubaidillah”.
▪‘Ali ibnul Madiniy berkata, “Saya melihat ‘Abdurrahman bin Mahdi mengingkari dengan sangat keras hadits-hadits ‘Ashim bin ‘Ubaidillah”.
▪Yahya bin Ma'in berkata, "Dhaif."
▪Ibnu Sa'd berkata, "Tidak boleh berhujjah dengan haditsnya."
▪Al Bukhari : Munkarul hadits
▪Ibnu Kharasy : Dhaiful hadits
▪Ad Daruquthni : Matruk
▪Al 'Ajli : La ba'sa bih
▪As Saji : Mudhtharribul hadits
▪Ibnu Hajar : Dhaif.
 
Dan hadits ini adalah salah satu hadits yang diingkari atas ‘Ashim bin ‘Ubaidillah, sebagaimana dalam Mizanul I’tidal (4/8). Lihat juga Al-Jarh wat Ta’dil (6/347) karya Ibnu Abi Hatim dan Al-Kamil (5/225).

Hadits ini dilemahkan oleh Ibnu Al-Qaththaan (w. 628 H) dalam kitabnya "Bayan Al-Wahm wa Al-Iham" 4/593, Ibnu Al-Mulaqqin (w. 804 H) dalam kitabnya "Al-Badr Al-Muniir" 9/347, dan Ibnu Hajar dalam kitabnya "Talkhish Al-Habiir" 4/367.

Berkaca dari uraian di atas, kita tidak ragu untuk menghukumi hadits ini sebagai hadits yang sangat lemah (arab: Dha’ifun Jiddan).
 
2. Hadits ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma
 
عن مُحَمَّدُ بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عُمَرَ بْنِ سَيْفٍ السَّدُوسِيُّ، حَدَّثَنَا الْقَاسِمُ بْنُ مُطَيَّبٍ، عَنْ مَنْصُورِ ابْنِ صَفِيَّةَ، عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ يَوْمَ وُلِدَ، فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى، وَأَقَامَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى
 
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adzan di telinga Al-Hasan bin 'Aliy pada hari dilahirkannya, maka beliau adzan di telinga kanannya dan iqamah di telinga kirinya."
 
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi (w. 458 H) dalam kitabnya "Syu'ab Al-Iman" 11/106 no. 8255.
 
Sanad hadits ini sangat lemah, karena pada sanadnya ada beberapa rawi yang periwayatan haditsnya sangat lemah :
 
a) Muhammad bin Yunus Al-Kudaimiy (w. 286 H);

Al-Azdiy mengatakan: Haditsnya ditolak (matruuk).
Ibnu 'Adiy mengatakan: Ia dituduh sebagai pemalsu hadits.
Ibnu Hibban mengatakan: Ia memalsukan hadits dari orang-orang tsiqah dan sepertinya ia sudah memalsukan 1000 hadits lebih.
 
b) Al-Hasan bin 'Amr bin Saif Al-Bashriy; 
 
Ibnu Al-Madiniy mengklaimnya sebagai pendusta.
Imam Bukhari mengatakan: Ia seorang pendusta.
 
[Lihat Silsilah Al-Ahaadiits Adh-Dha'ifah, 13/271, no. 6121]
 
3. Hadits Al-Husain bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma
 
عن يَحْيَى بْن الْعَلَاءِ، عَنْ مَرْوَانِ بْنِ سَالِمٍ، عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ حُسَيْنٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ وُلِدَ لَهُ فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى لَمْ تَضُرَّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ»
 
“Barangsiapa yang dikaruniai seorang bayi, lalu dia mengumandangkan adzan di telinga kanannya dan iqamah di telinga kirinya, maka Ummu Shibyan (jin yang mengganggu bayi) tidak akan membahayakan dirinya”.
 
Diriwayatkan oleh Abu Ya'laa (w. 307 H) dalam kitabnya "Al-Musnad" 12/150 no. 6780, dan Al-Baihaqi dalam kitabnya "Syu'ab Al-Iman" 11/106 no. 8254.
 
Sanad hadits ini sangat lemah, karena pada sanadnya ada beberapa rawi yang periwayatan haditsnya sangat lemah :
 
a) Yahya bin Al-'Alaa' Ar-Raziy;
 
Imam Al-Bukhari, An-Nasa`i, dan Ad-Daraquthni berkata, “Dia ditinggalkan (arab: matruk)”.
Imam Ahmad berkata, “Dia adalah pendusta, sering membuat hadits-hadits palsu”. 
 
[Lihat Al-Mizan (7/206-207) karya Adz-Dzahabi dan Al-Kamil (7/198) karya Ibnu ‘Adiy, dan mereka berdua menyebutkan hadits ini dalam jejeran hadits-hadits yang diingkari atas Yahya ibnul ‘Ala`]
 
b) Marwan bin Salim Al-Jazary;
 
An-Nasa`i berkata, “Matrukul hadits”,
Imam Ahmad, Al-Bukhari, dan selainnya berkata, “Mungkarul hadits”, dan Abu ‘Arubah Al-Harrani berkata, “Dia sering membuat hadits-hadits palsu”. 
 
[Lihat Al-Mizan, 6/397-399]
 
c) Thalhah bin 'Ubaidillah Al-Uqailiy; 
 
Ibnu Hajar mengatakan: Ia tidak diketahui (majhuul).
[Lihat Silsilah Al-Ahaadiits Adh-Dha'ifah, 1/491, no. 321]
 
4. Hadits ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma
 
عن القاسم بن حفص العمري ثنا عبد الله بن دينار عن ابن عمر أن النبي صلى الله عليه وسلم أذن في أذن الحسن والحسين رضي الله عنهما حين ولدا
 
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengumandangkan adzan di telinga Al-Hasan dan Al-Husain radhiyallahu ‘anhuma tatkala mereka berdua dilahirkan”.
 
Diriwayatkan oleh Imam Tammam Ar-Razi dalam Al-Fawa`id sebagaimana disebutkan dalam kitab "Ar-Raudh Al-Bassam" 3/447 no. 1219.
 
Hadits ini sangat lemah karena pada sanadnya ada rawi yang bernama Al-Qasim bin Hafs Al-Umariy, nama lengkapnya Al-Qasim bin 'Abdullah bin 'Umar bin Hafs.
 
Abu Hatim, Abu Zur'ah, An-Nasa'i dan Ibnu Hajar mengatakan: Haditsnya ditolak (matruuk).
Imam Ahmad berkata tentangnya,
“Tidak ada apa-apanya, dia sering berdusta dan membuat hadits-hadits palsu”. 
 
[Lihat Al-Kasyful Hatsits, 1/210]
 
5. Hadits Ummu Al-Fadhl bintu Al-Harits radhiyallahu ‘anha
 
عن أحمد بن رشد بن خثيم الهلالي حدثني عمي سعيد بن خثيم عن حنظلة بن أبي سليمان عن طاوس عن عبد الله بن عباس حدثتني أم الفضل بنت الحارث الهلالية قالت: مررت بالنبي صلى الله عليه و سلم وهو جالس بالحجر فقال: يا أم الفضل . قلت: لبيك يا رسول الله ! قال: إنك حامل بغلام . قلت: يا رسول الله وكيف وقد تحالفت قريش أن لا يأتوا النساء . قال: هو ما أقول لك فإذا وضعتيه فأتني به قالت فلما وضعته أتيت به النبي صلى الله عليه و سلم فأذن في أذنه اليمنى وأقام في أذنه اليسرى ... الخ
 
Ummu Al-Fadhl berkata:
"Aku melewati Rasulullah yang sedang duduk di atas batu dan berkata: Wahai Ummu Al-Fadhl!
Aku menjawab: Aku memenuhi panggilanmu Ya Rasulullah!
Rasulullah berkata: Engkau sedang mengandung seorang anak!
Aku menjawab: Ya Rasulullah, mau bagaimana lagi sedangkan kaum Quraisy telah berjanji kalau mereka tidak boleh mendatangi wanita.
Rasulullah berkata: Lakukan apa yang aku katakan kepadamu, jika engkau telah melahirkannya maka bawalah ia kepadaku.
Ummu Al-Fadhl berkata: Setelah aku melahirkannya aku membawanya kepada Rasulullah kemudian beliau membacakan adzan di telinga kanannya dan iqamah di telinga kirinya ... (sampai akhir hadits).
 
Sanad hadits ini sangat lemah, karena pada sanadnya ada beberapa rawi yang periwayatan haditsnya sangat lemah :
 
a) Ahmad bin Rasyad bin Khutsaim Al-Hilaliy;
 
Adz-Dzahabi mengatakan: Ia meriwayatkan dari Sa'id bin Khutsaim hadits yang bathil (sangat lemah).
Al-Haitsami mengatakan: Ia dituduh memalsukan hadits ini.
[Majma' Az-Zawaid, 5/187, no. 8956]
 
b) Handzalah bin Abi Sulaiman (namanya 'Ubaidillah), kuniahnya Abu 'Abdurrahim As-Sadusiy; 
 
Periwayatan haditsnya dilemahkan oleh Yahya bin Ma'in, Abu Hatim, An-Nasa'iy dan Ibnu Hajar. Imam Ahmad mengatakan: Haditsnya mungkar (sangat lemah).
 
[Lihat Silsilah Al-Ahaadiits Adh-Dha'ifah 12/269, no. 5625, dan 13/337, no. 6145]
 
Penutup
 
Seorang ahli hadits Mesir masa kini yaitu Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini hafizhahullah mengatakan :
“Hadits yang menjelaskan adzan di telinga bayi adalah hadits yang lemah. Sedangkan suatu amalan sepakat tidak bisa ditetapkan dengan hadits lemah. Saya telah berusaha mencari dan membahas hadits ini, namun belum juga mendapatkan penguatnya (menjadi hasan).”
[Al Insyirah fi Adabin Nikah, hal. 96, dinukil dari hadiah terindah untuk si buah hati, Ustadz Abu Ubaidah, hal. 22-23]
 
Sebagai kesimpulan, saya katakan bahwa semua hadits-hadits yang menerangkan disyari’atkannya adzan dan iqamah di telinga bayi yang baru lahir adalah hadits-hadits yang sangat lemah dan hukumnya makruh menurut Madzhab Maliki. 
 
Ini buktinya pendapat dari Imam Malik rahimahullah yang saya kutip dari Islam Web :
 
واستحباب التأذين في أذن المولود ليس أمرا مجمعا عليه فقد ذهب بعض أهل العلم إلى كراهية ذلك، وهذا قول مالك رحمه الله.
فقد جاء في مواهب الجليل للحطاب المالكي رحمه الله: كره مالك أن يؤذن في أذن الصبي المولود. انتهى. وقال في النوادر بإثر العقيقة في ترجمة الختان والخفاض: وأنكر مالك أن يؤذن في أذنه حين يولد. انتهى. وقال الجزولي في شرح الرسالة: وقد استحب بعض أهل العلم أن يؤذن في أذن الصبي ويقيم حين يولد.. قلت: وقد جرى عمل الناس بذلك فلا بأس بالعمل به. والله أعلم. انتهى.
 
"Kesunnahan mengadzankan bayi saat lahir bukanlah suatu hal yang disepakati oleh para ulama. Sebagian ulama menyatakan makruh (terlarang) mengadzankan. Inilah pendapat dari Imam Malik rahimahullah.
 
Telah disebutkan dalam Mawahibul Jalil karya Al Hithab Al Maliki rahimahullah, “Imam Malik memakruhkan adzan di telinga bayi saat lahir.”
 
Disebutkan pula dalam An Nawadir tentang masalah aqiqah pada permasalahan khitan dan khidhab, “Imam Malik mengingkari adanya adzan di telinga bayi saat lahir.”
 
Al Jazuli menyebutkan dalam Syarh Ar Risalah bahwa sebagian ulama menganjurkan adzan di telinga bayi saat lahir, begitu pula iqamah. Telah ada amalan dari kaum muslimin mengenai hal itu."
[Selesai nukilan]
 
Imam Ibnul Humam rahimahullah (w. 681 H) seorang ulama madzhab hanafi mengatakan :
 
الأذان سنة للصلوات الخمس والجمعة دون ما سواها
 
"Adzan hukumnya sunnah untuk shalat fardhu dan shalat jum'at, adapun selain itu tidak termasuk sunnah."
[Syarah Fath Al-Qadir, jilid 1 hal. 240]
 
Imam Ibnu Hazm rahimahullah (w. 456 H) mengatakan :
 
ولا يؤذن ولا يقام لشيء من النوافل، كالعيدين والاستسقاء والكسوف، وغير ذلك
 
"Dan tidak ada adzan dan iqamah untuk shalat nafilah dan yang lainnya."
[Al-Muhalla bil Atsar, jilid 2 hal. 178]
 
Allahu a'lam

 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar