Minggu, 07 Maret 2021

Bershalawat dan Do’a Ketika Telinga Berdenging

Oleh : Ustadz Tommi Marsetio
 
Telah tersebar di beberapa website dan fanspage, sebuah khabar bahwasanya jika telinga kita berdenging, maka itu pertanda Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam sedang menyebut nama kita di antara para malaikat tertinggi (Al-Malaa’il A’laa), oleh karena itu kita dianjurkan untuk bershalawat kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan mengucapkan do’a, “Dzakarallaahu bi khairin man dzakaraniy,” ketika telinga sedang berdenging, yang artinya semoga Allah menyebut dengan kebaikan kepada orang yang menyebut namaku. Bagaimana status amalan ini? Shahihkah dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam?
 
Al-Imam Abul Qaasim Ath-Thabaraaniy rahimahullah meriwayatkan :
 
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَمْرٍو الْقَطِرَانِيُّ، ثنا أَبُو الرَّبِيعِ الزَّهْرَانِيُّ، ثنا حِبَّانُ ابْنُ عَلِيٍّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ أَخِيهِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” إِذَا طَنَّتْ أُذُنُ أَحَدِكُمْ فَلْيَذْكُرْنِي، وَلْيُصَلِّ عَلَيَّ، وَلْيَقُلْ: ذَكَرَ اللَّهُ بِخَيْرٍ مَنْ ذَكَرَنِي “
 
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin ‘Amr Al-Qathiraaniy, telah menceritakan kepada kami Abu Ar-Rabii’ Az-Zahraaniy, telah menceritakan kepada kami Hibbaan bin ‘Aliy, dari Muhammad bin ‘Ubaidullaah bin Abu Raafi’, dari Saudaranya, yaitu ‘Abdullaah bin ‘Ubaidullaah bin Abu Raafi’, dari Ayahnya, dari Kakeknya, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
 
“Jika telinga salah seorang dari kalian berdenging, maka sebutlah namaku dan bershalawatlah kepadaku, dan ucapkanlah,
 
ذَكَرَ اللَّهُ بِخَيْرٍ مَنْ ذَكَرَنِي
 
“dzakarallaahu bi khairin man dzakaraniy.”
[Mu’jam Al-Kabiir 1/322]
 
Diriwayatkan pula oleh Ibnus Sunniy (‘Amalul Yaum wal Lailah 1/220); Al-Baihaqiy (Ad-Da’awaatul Kabiir no. 415); Muhammad bin Abu Bakr bin Al-Madiiniy (Kitaabul Lathaa’if no. 629); Al-Kharaa’ithiy (Makaarimul Akhlaaq no. 982 (tanpa perantara ‘Abdullaah bin ‘Ubaidullaah bin Abu Raafi’)); Ibnu Abi ‘Aashim (Ash-Shalaatu ‘Alan Nabiy no. 81); Ibnu ‘Adiy (Al-Kaamil fiy Adh-Dhu’afaa’ 7/271); Al-‘Uqailiy (Adh-Dhu’afaa’ 4/1263); Ibnu ‘Asaakir (Taariikh Dimasyq 6/415).
 
Sanad hadits ini dha’if jiddan. Cacat padanya terletak di :
 
1. Hibbaan bin ‘Aliy Al-‘Anaziy, Abu ‘Aliy atau Abu ‘Abdillaah Al-Kuufiy, saudara Mandal bin ‘Aliy Al-Kuufiy.
 
- Hujr bin ‘Abdil Jabbaar berkata “tidaklah aku melihat ahli fiqh di Kuufah yang lebih afdhal dari Hibbaan bin ‘Aliy”,
- Ahmad berkata “hadits-haditsnya lebih shahih daripada Mandal”,
- Ibnu Ma’iin berkata “keduanya sama (yaitu dha’if)”, dalam riwayat lain ia berkata “Hibbaan shaduuq”, dalam riwayat lain “Hibbaan dan Mandal, keduanya shaduuq”, dalam riwayat terakhir ia berkata “keduanya terdapat kelemahan”,
- Ibnul Madiiniy melemahkannya dan berkata “aku tidak mencatat haditsnya”,
- Abu Zur’ah berkata “layyin”,
- Abu Haatim berkata “haditsnya dicatat dan tidak dijadikan hujjah”,
- Al-Bukhaariy berkata “tidak kuat di sisi mereka”,
- An-Nasaa’iy, Ibnu Sa’d dan Ibnu Hajar melemahkannya,
- Ibnu ‘Adiy berkata “hadits-haditsnya shaalih, kebanyakan haditsnya diriwayatkan secara bersendirian dan ghariib”. 
 
[Miizaanul I’tidaal 2/186; Tahdziibul Kamaal no. 1071; Taqriibut Tahdziib no. 1076; Al-Kaasyif 1/201]
 
2. Muhammad bin ‘Ubaidullaah bin Abu Raafi’ Al-Qurasyiy Al-Haasyimiy. 
 
- Al-Bukhaariy berkata “munkarul hadiits”,
- Ibnu Ma’iin berkata “tidak ada apa-apanya”,
- Abu Haatim berkata “dha’if, munkarul hadiits jiddan, hilang (haditsnya)”,
- Ibnu ‘Adiy berkata “dia termasuk pemeluk syi’ah di kota Kuufah”,
- Ad-Daaruquthniy berkata “matruuk, padanya terdapat hadits-hadits mu’dhal (yaitu hadits yang dalam sanadnya terdapat keterputusan dari 2 perawi secara berurutan)”,
- Ibnu Hibbaan berkata “meriwayatkan hal-hal yang tidak berasal dari hadits ayahnya, riwayatnya didominasi oleh hal-hal yang diingkari”,
- Adz-Dzahabiy dan Ibnu Hajar melemahkannya. 
 
[Al-Mughniy fiy Adh-Dhu’afaa’ no. 5790; Tahdziibul Kamaal no. 5432; Taariikhul Kabiir no. 512; Tahdziibut Tahdziib 9/321; Taqriibut Tahdziib no. 6106; Al-Majruuhiin 2/249; Al-Kaamil fiy Adh-Dhu’afaa’ 7/271]
 
Hibbaan bin ‘Aliy mempunyai penguat dari Ma’mar bin Muhammad bin ‘Ubaidullaah bin Abu Raafi’, diriwayatkan oleh Al-Imam Ar-Ruuyaaniy rahimahullah :
 
نا أَبُو الْخَطَّابِ، نا مَعْمَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ، أَخْبَرَنِي أَبِي، عَنْ جَدِّي، عَنْ أَبِي رَافِعٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” إِذَا طَنَّتْ أُذُنُ أَحَدِكُمْ فَلْيَذْكُرْنِي وَلْيُصَلِّ عَلَيَّ، وَلْيَقُلْ: ذَكَرَ اللهُ مَنْ ذَكَرَنِي بِخَيْرٍ “
 
Telah mengkhabarkan kepada kami Abul Khaththaab, telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar bin Muhammad, telah mengkhabarkan kepadaku Ayahku, dari Kakekku, dari Abu Raafi’ -radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
 
“Jika telinga salah seorang dari kalian berdenging maka sebutlah namaku dan bershalawatlah kepadaku, dan ucapkanlah, “dzakarallaahu man dzakaraniy bi khair.”
[Musnad Ar-Ruuyaaniy 1/473]
 
Diriwayatkan pula oleh Al-Bazzaar (Musnad no. 3884); Ath-Thabaraaniy (Mu’jam Ash-Shaghiir no. 120 (tanpa menyebut do’a) dan Al-Ausath no. 9222); Asy-Syajariy (Al-Amaaliy no. 630 (tanpa perantaraan ‘Ubaidullaah bin Abu Raafi’)); Al-‘Uqailiy (Adh-Dhu’afaa’ 4/1399).
 
Sanad hadits ini pun dha’if jiddan.
 
1. Ma’mar (atau Mu’ammar) bin Muhammad bin ‘Ubaidullaah bin Abu Raafi’ Al-Qurasyiy, Abu Muhammad Al-Madaniy Al-Haasyimiy.
 
- Ibnu Ma’iin berkata “bukan termasuk ahli hadits, tidak juga ayahnya”, dalam riwayat lain ia berkata “tidak tsiqah dan tidak ma’muun” dan disetujui Adz-Dzahabiy,
- Shaalih bin Muhammad Al-Asadiy berkata “tidak ada apa-apanya”,
- Abu Ja’far Al-‘Uqailiy berkata “hadits-haditsnya tidak mempunyai penguat, ia tidak dikenal kecuali dengan hadits ini”,
- Al-Bukhaariy dan Ibnu Hajar berkata “munkarul hadiits”,
- Ibnu Hibbaan berkata “tafarrud dari ayahnya dan banyak darinya adalah hadits-hadits maqluub (sanadnya terbolak-balik), tidak boleh berhujjah dengan haditsnya”,
- Ibnu Khuzaimah berkata “aku berlepas diri dari mempercayainya”,
- Abu Haatim berkata “pendusta”.
 
[Al-Mughniy fiy Adh-Dhu’afaa’ no. 6371; Miizaanul I’tidaal 6/484; Tahdziibul Kamaal no. 6111; Al-Majruuhiin 3/38; Adh-Dhu’afaa’ Al-‘Uqailiy 4/1399; Tahdziibut Tahdziib 10/250; Taqriibut Tahdziib no. 6816]
 
2. Muhammad bin ‘Ubaidullaah bin Abu Raafi’, telah berlalu keterangannya.
 
Walhasil, hadits dan amalan ini tidak shahih berasal dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bahkan ia adalah kedustaan yang dibuat-buat atas nama beliau. Penyebutan “jika telinga kita berdenging, maka itu pertanda Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam sedang menyebut nama kita di antara para malaikat tertinggi (Al-Malaa’il A’laa),” juga patut untuk dipertanyakan darimana asalnya, apakah ada dalam Al-Qur’an atau hadits-hadits shahih lainnya karena perkara-perkara seperti ini adalah perkara ghaib yang butuh firman Allah Ta’ala atau sabda RasulNya Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan tidak membuka ruang untuk ra’yu atau ijtihad manusia didalamnya.
 
Hadits ini telah dimasukkan dalam kategori hadits palsu oleh para ulama -rahimahumullah- seperti :
 
1. Al-Imam Abu Ja’far Al-‘Uqailiy, seraya berkata, “Laa ashla lahu.”
[Adh-Dhu’afaa’ 4/1263]
 
2. Al-Imam Asy-Syaukaaniy
[Al-Fawaa’id Al-Majmuu’ah 1/179]
 
3. Al-Imam Abul Faraj Ibnul Jauziy
[Al-Maudhuu’at 3/266]
 
4. Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah
[Al-Manaarul Muniif hal. 25]
 
5. Al-Haafizh Adz-Dzahabiy
[Talkhiish Al-Maudhuu’at no. 737]
 
6. Al-Haafizh Ibnu Muflih Al-Hanbaliy
[Al-Adaab Asy-Syar’iyyah 2/318]
 
7. Syaikh Al-Albaaniy
[Silsilatu Adh-Dha’iifah no. 2631]
 
Dan hadits ini telah dilemahkan juga oleh para ulama -rahimahumullah- seperti :
 
1. Al-Haafizh Zainuddiin Al-‘Iraaqiy
[Takhriij Al-Ihyaa’ no. 1065]
 
2. Al-Imam Al-Baihaqiy
[Ad-Da’awaatul Kabiir no. 415]
 
3. Al-Haafizh As-Suyuuthiy
[Al-Jaami’ Ash-Shaghiir no. 745]
 
4. Al-Imam Ibnu Thaahir Al-Maqdisiy
[Dzakhiiratul Huffaazh 1/336]
 
5. Al-Imam Al-‘Ajluuniy
[Kasyful Khafaa’ 1/110]
 
Namun, Al-Haafizh Abul Hasan Al-Haitsamiy sendirian menghasankannya [Majma’ Az-Zawaa’id 10/138], dan penghasanan beliau ini patut untuk diteliti ulang. Semoga Allah Ta’ala mema’afkan beliau dan kita semua.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziiz bin Baaz -rahimahullah- ditanya mengenai hadits “jika telinga salah seorang dari kalian berdenging…dst”, apakah shahih?

Maka beliau menjawab :
 
هذا الحديث ليس له أصل: إذا طنت أذن” ليس له أصل، ولا يشرع عند طنينها شيء، لا ذكر النبي -صلى الله عليه وسلم- ولا ذكر غيره، طنينها شيء عادي ليس له ذكر ولا يشرع عنده ذكر، وليس لهذا الحديث أصل: (إذا طنت أذن أحدكم فليذكرني). المقصود أن هذا الحديث موضوع مكذوب لا أصل له، وليس هناك ذكر مشروع عند طنين الأذن
 
"Hadits ini (jika telinga berdenging) tidak ada asal-usulnya, dan tidaklah disyari’atkan apa-apa ketika mengalami hal seperti ini, tidak berdzikir dengan nama Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, dan tidak juga berdzikir dengan yang lainnya. Berdengingnya (telinga) adalah sesuatu yang normal, tidak ada dzikir yang disyari’atkan (ketika mengalaminya) dan tidak masyru’ dzikir padanya. Dan hadits yang tidak ada asalnya ini, -yaitu jika telinga salah seorang dari kalian berdenging maka sebutlah namaku-, maksudnya adalah bahwasanya hadits ini palsu, dusta dan tidak ada asal-usulnya, dan tidaklah disyari’atkan dzikir apapun ketika telinga berdenging."
 
Semoga bermanfaat, wallaahu waliyut taufiiq.
Allaahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar