Jumat, 12 Maret 2021

APAKAH SELESAI KENCING, DISYARIATKAN MENGURUT KEMALUAN ?

Oleh : Ustadz Neno Triyono

Sebagian ulama ketika menyebutkan adab-adab buang air, mereka menganjurkan agar seorang selesai kencing, mengurut kemaluannya sebanyak 3 kali, hal ini dimaksudkan agar air kencingnya dapat tuntas keluar tidak ada yang menetes lagi setelah dicuci. Imam Shan’ani dalam Subulus Salam berkata :

والحكمة في ذلك حصول الظن بأنه لم يبق في المخرج ما يخاف من خروجه

"Hikmahnya adalah agar tidak ragu ada sisa air kencing yang belum keluar, yang dikhawatirkan nanti akan keluar lagi (jika tidak diurut-pent.)".

Barangkali mereka berdalil dengan hadits bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا بَالَ أَحَدُكُمْ فَلْيَنْتُرْ ذَكَرَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ

"Jika kalian kencing, urutlah kemaluannya sebanyak 3 kali".

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dalam Sunannya (no. 326), Imam Ahmad dalam Musnadnya (no. 19054) dan selainnya semuanya dari jalan 'Iisa bin Yazdaad Al-Yamaaniy dari Bapaknya ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Al-Hadits”.

Para ulama menyebutkan bahwa hadits ini minimal memiliki kelemahan dari sisi sanadnya yaitu :

1. 'Iisa bin Yazdaad dan Bapaknya adalah dua perawi yang majhul menurut para ulama. Imam Abi Hatim dalam Al-Ilaal mengomentarinya :

و هو و أبوه مجهولان

"Ia ('Iisa) dan Bapaknya (Yazdaad) adalah dua perawi majhul."

Demikian juga yang dikatakan oleh Imam Ibnu Ma’in :

لا يعرف عيسى هذا و لا أبوه

"Tidak diketahui siapa 'Iisa ini, begitu juga Bapaknya".

Imam Bukhari mengomentarinya : tidak shahih haditsnya. 

(Lihat Adh-Dhaifah no. 1621)

2. Sebagian ulama mengatakan bahwa Yazdaad bukan seorang sahabat, sehingga haditsnya mursal. Oleh karenanya Imam Abu Dawud memasukkan hadits ini dalam Al-Maraasiil (no. 4). Imam Abu Hatim dalam Al-Ilaal berkata :

و ليس لأبيه صحبه

"Bapaknya bukan sahabat."

Syaikh Al Albani dalam Adh-Dhaifah (no. 1621) berkata :

و كان أبوه لم يصرح بسماعه من النبي صلى الله عليه وسلم

"Bapaknya tidak jelas mendengarnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam".

Oleh sebab itu para ulama tidak ragu lagi untuk mendhaifkan hadits ini, Imam Nawawi dalam Al-Majmu' berkata :

وَاتَّفَقُوا عَلَى أَنَّهُ ضَعِيفٌ وقال الاكثرون هو مرسل

"Para ulama bersepakat bahwa hadits ini dhaif dan kebanyakan mereka mengatakan hadits ini juga mursal".

Ini adalah dari sisi sanad, adapun yang menunjukkan kelemahannya dari sisi matan yaitu apa yang dikatakan oleh Syaikh Ibnu Baz dalam Majmu' Fatawanya :

ومما يدل على ضعفه أن هذا العمل يسبب الوسوسة والإصابة بالسلس، فالواجب ترك ذلك .

"Yang juga menunjukkan kelemahan hadits ini adalah beramal dengannya menyebabkan rasa waswas dan bisa terkena penyakit beser, maka wajib untuk meninggalkan beramal dengan hadits ini".

Terkait hukum mengamalkan hadits ini, memang betul sebagian ulama menganjurkannya, seperti Imam Abil Khair dalam "Al-Bayaan", dimana beliau berkata :

وإذا بال، تنحنح ومسح ذكره من مجامع عروقه؛ لما روي: أن النبي – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قال: «إذا بال أحدكم، فلينتر ذكره ثلاث مرات» . ولأنه يخرج إن كان هناك بقية.

"Jika kencing mengusap dan mengurut kemaluan dari seluruh uratnya, berdasarkan hadits (di atas). Karena akan keluar air kencing, jika masih ada sisanya".

Namun yang benar adalah apa yang dikatakan oleh Syaikh Bin Baz sebelumnya dan kami tambahkan penjelasan Asy-Syaikh Shaalih bin Abdil Aziz Alu Syaikh dalam Syarah Bulughul Maram :

لا يشرع على الصحيح أن ينتر الذكر إذا أراد أن ينتره في بعض الأحيان لغرض لا للعبادة، والاستنزاه، والتقرب بذلك، فهذا أمر بحسب الحال، لكن أن يعتاد عليه، وأن ينتره دائما، وأنه يرى أنه لا يستبرئ، ولا يستنزه حتى يفعل ذلك، فهذا ليس بجيد

"Tidak disyariatkan menurut pendapat yang benar untuk mengurut kemaluan. Jika ia ingin mengurutnya sesekali untuk tujuan tertentu bukan karena ibadah, misalnya ia ingin membersihkannya, maka ini adalah perkara yang melihat situasi dan kondisi.

Namun jika ia menjadikan hal tersebut sebagai sebuah kebiasaan, ia senantiasa mengurutnya dan berpandangan bahwa tidak akan bersih dan suci, kecuali jika diurut kemaluannya, maka ini tidak bagus." 
-selesai-

Asy-Syaikh Shaalih sebelumnya menukil ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah yang membid’ahkan orang yang mengurut kemaluan sebagai bagian dari ibadah, kata beliau :

ان التعبد بالنتر بدعة

"Sesungguhnya beribadah dengan mengurut kemaluan (selepas kencing) adalah bid’ah". 
(http://www.taimiah.org/index.aspx?function=item&id=936...)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar