Jumat, 07 Agustus 2020

Mengenal Qantharah

حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَبِي الْمُتَوَكِّلِ النَّاجِيِّ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ

عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا خَلَصَ الْمُؤْمِنُونَ مِنْ النَّارِ حُبِسُوا بِقَنْطَرَةٍ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ فَيَتَقَاصُّونَ مَظَالِمَ كَانَتْ بَيْنَهُمْ فِي الدُّنْيَا حَتَّى إِذَا نُقُّوا وَهُذِّبُوا أُذِنَ لَهُمْ بِدُخُولِ الْجَنَّةِ فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَأَحَدُهُمْ بِمَسْكَنِهِ فِي الْجَنَّةِ أَدَلُّ بِمَنْزِلِهِ كَانَ فِي الدُّنْيَا

Telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin Ibraahiim; Telah mengabarkan kepada kami Mu'aadz bin Hisyaam; Telah menceritakan kepadaku Bapakku, dari Qataadah, dari Abu Al Mutawakkil An-Naajiy, dari Abu Sa'iid Al Khudriy radhiallahu 'anhu, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

“Orang-orang beriman yang telah selamat dari api neraka (telah melewati shirath/jembatan yang ada diatas punggung neraka, pent-) akan tertahan di Qantharah (sebuah tempat di antara surga dan neraka). Kemudian ditegakkanlah qishash terhadap sebagian mereka akibat kezhaliman yang terjadi di antara mereka di dunia. Setelah dibersihkan dan dibebaskan (dari kezhaliman), barulah mereka diizinkan masuk surga. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh salah seorang di antara mereka lebih paham terhadap tempat tinggalnya di surga daripada tempat tinggalnya di dunia.”

[HR. Al-Bukhari no. 2440]

Apakah yang Dimaksud dengan “Qantharah” ??

Para ulama berbeda pendapat tentang “qantharah”. Sebagian ulama berpendapat bahwa qantharah adalah bagian paling ujung dari shirath sebelum masuk ke surga. Pendapat kedua menyatakan bahwa qantharah adalah jembatan tersendiri yang berbeda dengan shirath, dan letaknya di antara surga dan neraka.

Syaikh Shalih Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah berkata :

هي‏:‏ الجسر وما ارتفع من البنيان‏.‏ وهذه القنطرة، قيل‏:‏ هي طرف الصراط مما يلي الجنة، وقيل‏:‏ هي صراط آخر خاص بالمؤمنين‏.‏

“Qantharah adalah sebuah jembatan yang tinggi dari suatu bangunan. Qantharah ini ada yang mengatakan ujung dari shirath dan sebelum surga dan ada juga yang mengatakan jembatan lain yang khusus bagi kaum mukminin.”

[Syarh Al-Aqidah Al-Wasitiyah Syaikh Fauzan hal. 200, Darus Salafiyah, Kairo, cet. 1, 1429 H]

Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata :

واختلف في القنطرة المذكورة فقيل هي من تتمة الصراط وهي طرفه الذي يلي الجنة وقيل إنهما صراطان وبهذا الثاني جزم القرطبي

“Diperselisihkan mengenai Qantharah tersebut, ada yang berpendapat ia adalah (penyempurna) kelanjutan dari shirath yaitu ujungnya sebelum surga dan ada yang berpendapat bahwa ada dua jembatan (jembatan shirath dan jembatan qantharah) pendapat kedua ini yang ditegaskan oleh Al-Qurthubi.”

[Fathul Bari, 11/339, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 H, Syamilah]

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata :

واختلف العلماء في هذه القنطرة؛ هل هي طرف الجسر الذي على متن جهنم أو هي جسر مستقل؟! والصواب في هذا أ نقول : الله أعلم، وليس يعنينا شأنها، لكن الذي يعنينا أن الناس يوقفون عليها

“Ulama berselisih mengenai Qantharah, apakah ia merupakan ujung dari jembatan (shirath) yang berada di atas punggung Jahannam atau jembatan yang berdiri sendiri. Yang benar mengenai hal ini, kita katakan: “Allahu a’lam, Allah lebih mengetahui, tidak pasti perkaranya akan tetapi yang pasti manusia akan berhenti di sana.”

[Syarh Al-Aqidah Al-Wasitiyah libni ‘Utsaimin, Maktabah Salafiyah]

Di antara kedua pendapat tersebut, pendapat yang lebih tepat adalah pendapat kedua, yaitu bahwa qantharah adalah jembatan tersendiri dan tidak termasuk bagian dari shirath. Hal ini karena orang yang selamat melewati shirath, berarti dia telah selamat melewati dan melintasi shirath secara keseluruhan, sebagaimana yang ditunjukkan oleh dalil-dalil yang ada.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

وَيُضْرَبُ الصِّرَاطُ بَيْنَ ظَهْرَيْ جَهَنَّمَ، فَأَكُونُ أَنَا وَأُمَّتِي أَوَّلَ مَنْ يُجِيزُهَا

“Dan dibentangkanlah shirath di antara dua punggung neraka jahannam. Maka aku dan umatku yang pertama kali melintasinya.” 

[HR. Bukhari no. 806]

Demikian pula kalau melihat hadits tentang qantharah di atas, maka dijelaskan bahwa orang-orang mukmin telah selamat melewati shirath (secara keseluruhan). 

[Al-Imaan bimaa Ba’dal Maut, hal. 250-251]

Qishash yang Terjadi ketika Manusia berada di “Qantharah”

Di qantharah, terjadi qishash untuk menghilangkan rasa dendam, hasad dan rasa dengki di antara orang-orang yang beriman. Dan ketika telah bersih, mereka akan masuk ke dalam surga. Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala :

وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِم مِّنْ غِلٍّ إِخْوَاناً عَلَى سُرُرٍ مُّتَقَابِلِينَ

“Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” 

[QS. Al-Hijr : 47]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :

”Jika mereka telah melewati shirath, mereka berhenti di qantharah yang berada di antara surga dan neraka. Sebagian mereka pun diqishash atas sebagian yang lain. Ketika telah dibersihkan dan dibebaskan, mereka pun diizinkan untuk masuk ke dalam surga.” 

[Majmu’ Fatawa, 3/147]

Qishash di qantharah berbeda dengan qishash yang terjadi di padang Mahsyar. Qishash yang terjadi di padang Mahsyar bersifat umum, terjadi antara orang beriman dan orang kafir, atau antara calon penduduk surga dengan calon penduduk neraka, atau antara sesama calon penduduk neraka. Qishash ini adalah dengan menyerahkan pahala kepada pihak yang dizhalimi; dan jika pahalanya sudah habis, maka dosa pihak yang dizhalimi akan diserahkan kepada pihak yang menzhalimi. Sedangkan qishash di qantharah hanya terjadi di antara orang beriman (setelah mereka selamat melewati shirath) untuk menyucikan hati mereka sebelum masuk ke dalam surga.

Al Hafizh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata :

فالجنة لا يدخلها خبيث، ولا من فيه شىء من الخبث. فمن تطهر فى الدنيا ولقى الله طاهراً من نجاساته دخلها بغير معوق، ومن لم يتطهر فى الدنيا فإن كانت نجاسته عينية، كالكافر، لم يدخلها بحال. وإن كانت نجاسته كسبية عارضة دخلها بعد ما يتطهر فى النار من تلك النجاسة، ثم يخرج منها، حتى إن أهل الإيمان إذا جازوا الصراط حبسوا على قنطرة بين الجنة والنار، فيهَذَّبون وينقَّون من بقايا بقيت عليهم، قصرت بهم عن الجنة، ولم توجب لهم دخول النار، حتى إذا هذبوا ونقوا أذن لهم فى دخول الجنة

“Maka, surga tidak akan dimasuki oleh orang yang jelek ataupun orang yang terdapat padanya kejelekan. Maka barangsiapa yang telah suci di dunia dan bertemu Allah dalam keadaan suci dari kotoran/najis, dia akan masuk ke dalamnya tanpa penghalang. Dan barangsiapa yang belum suci di dunia, jika kenajisannya itu pada asal orangnya seperti orang kafir, maka tidak akan masuk surga sama sekali. Namun jika najisnya itu adalah najis yang datang yakni bukan pada asal orangnya, maka ia akan masuk surga setelah disucikan dari najis itu di neraka kemudian keluar darinya.

Sampai-sampai, orang yang beriman jika telah melewati jalan di atas jahannam, mereka akan ditahan di Qantharah (jembatan) antara jannah dan neraka hingga mereka dibersihkan dan disucikan dari sisa-sisa kotoran yang menjadikan tertahan dari surga dan tidak menyampaikan ke dalam neraka. Jika telah bersih dan suci, barulah diizinkan masuk ke dalam surga.”

[Ighatsatul Lahfan, 1/56, Maktabah Ma’arif, Riyadh, Syamilah]

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan :

فإذا وصلوا إلى الجنة لم يجدوها مفتوحة الأبواب، على خلاف أهل النار، فإنهم إذا وصلوا إلى النار فتحت الأبواب ليسوءهم العذاب والعياذ بالله، أما الجنة فلا تكون مفتوحة الأبواب، وإنما يوقفون هناك على قنطرة، وهي الجسر الصغير فيقتص لبعضهم من بعض اقتصاصاً غير الاقتصاص الأول الذي في عرصات القيامة، فيقتص لبعضهم من بعض اقتصاصاً يزيل ما في صدورهم من الغل والحقد؛ لأن الاقتصاص الذي في عرصات القيامة اقتصاص تؤخذ فيه الحقوق، وربما يبقى في النفوس ما يبقى، لكن هذا الأخير اقتصاص للتطهير والتهذيب والتنقية، حتى يدخلوا الجنة وما في صدورهم من غل.

“Jika mereka sampai ke surga, pintu surga masih tertutup. Berbeda dengan penduduk neraka. Ketika mereka sampai di neraka, pintu neraka dibuka sehingga mereka langsung merasakan adzab. Adapun surga, maka pintunya masih tertutup. Mereka menunggu di qantharah, yaitu suatu jembatan yang kecil. Sebagian mereka pun diqishash atas sebagian yang lain, dengan qishash yang berbeda dengan qishash yang pertama terjadi di padang Mahsyar. Mereka diqishash untuk menghilangkan rasa dendam dan rasa dengki. Hal ini karena qishash yang terjadi di padang Mahsyar bertujuan untuk mengembalikan hak (yang dizhalimi atau dirampas, pen.), dan terkadang masih tersisa rasa (dendam) di hati. Qishash yang kedua ini adalah qishash untuk menyucikan dan membersihkan (apa yang ada di dalam hati), sehingga mereka pun masuk surga tanpa ada rasa dengki dalam hati mereka.” 

[Syarh Al-‘Aqidah As-Safariyaniyyah, 1/477, Syamilah]

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah melanjutkan penjelasan beliau :

وبهذا نجمع بين النصوص الواردة بأن هنا اقتصاصين، الاقتصاص الأول في العرصات ويقصد منه أخذ الحقوق، وهذا الاقتصاص الأخير والمقصود به التنقية والتطهير من الغل.

فإن قال قائل: أفلا يحصل ذلك بأخذ الحقوق؟ قلنا: لا، فلو أن رجلاً اعتدى عليك في الدنيا ثم أخذت حقك منه، فإنه قد يزول ما في قلبك عليه وقد لا يزول، فإحتمال أنه لا يزول وارد، لكن إذا هذبوا ونقوا بعد عبور الصراط ودخلوا الجنة على إكمال حال، قال تعالى: (وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ إِخْوَاناً عَلَى سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ) (الحجر: 47)

“Dengan demikian, kita gabungkan dalil-dalil yang ada bahwa terdapat dua qishash. Qishash pertama terjadi di padang Mahsyar dan dimaksudkan untuk mengembalikan hak (pihak yang dizhalimi, pen.). Qishash yang kedua (di qantharah) ini dimaksudkan untuk membersihkan dan menyucikan (hati) dari rasa dendam. Jika ada yang bertanya, bukankah hilangnya dendam sudah terwujud dengan dikembalikannya hak? Kami katakan, tidak. Seandainya ada seseorang di dunia yang merampas hakmu, kemudian Engkau mengambil kembali hakmu dari orang tersebut, maka terkadang hilanglah apa yang ada dalam hatimu (misalnya rasa dendam atau dengki, pen.) dan terkadang tidak hilang. Maka ada kemungkinan bahwa belum hilang (rasa dendam tersebut, pen.). Akan tetapi, jika rasa dendam ini dibersihkan dan dihilangkan, maka mereka pun masuk surga dalam keadaan yang sempurna. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ‘Dan kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.’” 

[Syarh Al-‘Aqidah As-Safariyaniyyah, 1/477, Syamilah]

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush shalihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.

Allahu a'lam



Tidak ada komentar:

Posting Komentar