Sabtu, 01 Agustus 2020

Larangan Terlalu Sibuk Bekerja

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَالِمٍ الْحِمْصِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ الْأَلْهَانِيُّ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ قَالَ وَرَأَى سِكَّةً وَشَيْئًا مِنْ آلَةِ الْحَرْثِ فَقَالَ
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَدْخُلُ هَذَا بَيْتَ قَوْمٍ إِلَّا أَدْخَلَهُ اللَّهُ الذُّلَّ
قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ وَاسْمُ أَبِي أُمَامَةَ صُدَيُّ بْنُ عَجْلَانَ

Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yuusuf; Telah menceritakan kepada saya 'Abdullah bin Saalim Al Himshiy; Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ziyaad Al Alhaaniy, dari Abu Umaamah Al Baahiliy berkata :

"Ketika ia melihat cangkul atau sesuatu dari alat bercocok tanam, lalu ia berkata, aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah alat-alat ini masuk ke dalam rumah sebuah kaum kecuali Allah akan masukkan kehinaan kepada mereka“. 

Abu 'Abdillah berkata: “Nama dari Abu Umaamah adalah Suday bin Ajlaan”.
(HR. Bukhari no. 2321)

حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ شِمْرِ بْنِ عَطِيَّةَ عَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ سَعْدِ بْنِ الْأَخْرَمِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَتَّخِذُوا الضَّيْعَةَ فَتَرْغَبُوا فِي الدُّنْيَا
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ

Telah menceritakan kepada kami Mahmuud bin Ghailaan; Telah menceritakan kepada kami Wakii'; Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Al A'masy, dari Syimr bin 'Athiyyah, dari Al Mughiirah bin Sa'ad bin Al Akhram, dari Ayahnya, dari 'Abdullah bin Mas'ud berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 

"Janganlah kalian berkutat pada ladang dan perdagangan, sehingga kalian menyukai dunia." 

Berkata Abu 'Iisa: Hadits ini hasan.
(HR. Tirmidzi no. 2328)

Imam Al Bukhari rahimahullah membawa hadits di atas dalam bab berjudul :

بَابُ مَا يُحَذَّرُ مِنْ عَوَاقِبِ الِاشْتِغَالِ بِآلَةِ الزَّرْعِ، أَوْ مُجَاوَزَةِ الحَدِّ الَّذِي أُمِرَ بِهِ

“Bab : Ancaman terhadap akibat dari terlalu sibuk dengan alat-alat pertanian, atau berlebihan dalam menggunakannya hingga melewati batasan yang dituntut.”

Imam Al ‘Aini rahimahullah mengatakan :

وَلما ذكر فضل الزَّرْع وَالْغَرْس فِي الْبَاب السَّابِق أَرَادَ الْجمع بَينه وَبَين حَدِيث هَذَا الْبَاب، لِأَن بَينهمَا مُنَافَاة بِحَسب الظَّاهِر. وَأَشَارَ إِلَى كَيْفيَّة الْجمع بشيئين أَحدهمَا: هُوَ قَوْله: مَا يحذر من عواقب الِاشْتِغَال بِآلَة الزَّرْع، وَذَلِكَ إِذا اشْتغل بِهِ فضيع بِسَبَبِهِ مَا أَمر بِهِ. وَالْآخر: هُوَ قَوْله: أَو مُجَاوزَة الْحَد، وَذَلِكَ فِيمَا إِذا لم يضيع، وَلكنه جَاوز الْحَد فِيهِ

“Imam Bukhari ketika menyebutkan dalil keutamaan bertani pada bab sebelumnya, beliau ingin mengkompromikan antara dalil pada bab sebelumnya dengan hadits pada bab ini. Karena di antara keduanya sekilas nampak saling menafikan. Beliau mengisyaratkan cara mengkompromikan antara keduanya dengan: pertama, pada perkataan beliau ‘ancaman terhadap akibat dari terlalu sibuk dengan alat-alat pertanian’ maksudnya jika seseorang terlalu sibuk dengan pertanian dan menyia-nyiakan yang diperintahkan agama kepadanya karena sebab itu. Kedua, pada perkataan beliau ‘atau berlebihan dalam menggunakannya hingga melewati batasan yang dituntut’ yaitu ketika seseorang tidak melalaikan yang diwajibkan kepadanya namun melebihi batas dalam bertani.” 
(Umdatul Qari, 12/156)

Imam Ibnul Jauzi rahimahullah juga menjelaskan :

وَوجه الذل فِي ذَلِك من وَجْهَيْن: أَحدهمَا: مَا يلْزم الزراع من حُقُوق الأَرْض فيطالبهم السُّلْطَان بذلك. وَالثَّانِي: أَن الْمُسلمين إِذا أَقبلُوا على الزِّرَاعَة شغلوا عَن الْغَزْو، وَفِي ترك جِهَاد الْعَدو نوع ذل

“Sisi penyebab kehinaan dalam hadits ini ada dua: pertama, hak-hak (pajak) terkait tanah yang diwajibkan kepada petani, yang ditarik oleh pemerintah. kedua, kaum Muslimin terlalu perhatian kepada pertanian dan terlalaikan dari jihad perang. Dan meninggalkan jihad itu ada kehinaan di dalamnya.” 
(Kasyful Musykil min Hadits Shahihain, 4/148)

Penjelasan bagus juga disampaikan Imam Al Mulla 'Ali Al Qari rahimahullah :

وَالْمَقْصُودُ التَّرْغِيبُ وَالْحَثُّ عَلَى الْجِهَادِ، قَالَ التُّورِبِشْتِيُّ: ” وَإِنَّمَا جَعَلَ آلَةَ الْحَرْثِ مَذَلَّةً لِلذُّلِّ لِأَنَّ أَصْحَابَهَا يَخْتَارُونَ ذَلِكَ إِمَّا بِالْجُبْنِ فِي النَّفْسِ، أَوْ قُصُورٍ فِي الْهِمَّةِ، ثُمَّ إِنَّ أَكْثَرَهُمْ مَلْزُومُونَ بِالْحُقُوقِ السُّلْطَانِيَّةِ فِي أَرْضِ الْخَرَاجِ

“Maksud hadits ini adalah menyemangati dan membangkitkan gairah untuk berjihad. At Turibisyti berkata: ‘Alat-alat pertanian dijadikan sebab kehinaan karena penggunanya lebih memilih hal tersebut (daripada jihad) karena kepengecutan dalam diri mereka atau lemahnya semangat. Kemudian mereka terikat dengan regulasi dari pemerintah terkait kharaj (cukai hasil tanah)'.” 
(Mirqatul Mafatih, 5/1989)

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata dalam Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahiihah (1/42) :
“Sebagaimana dimaklumi, sikap melewati batas dalam mengejar usaha akan melalaikan pelakunya dari kewajibannya. Dan akan menyeretnya kepada cinta dunia, condong kepada dunia dan berpaling dari jihad seperti yang kita saksikan dari kebanyakan orang-orang kaya. Hal ini dikuatkan lagi oleh sabda Nabi shallallahu'alaihi wasallam, “Jika kalian berdagang dengan sistem ‘inah dan kalian telah disibukkan dengan mengikuti ekor sapi (membajak sawah) serta ridha dengan bercocok tanam, maka Allah timpakan kehinaan atas kalian dan tidak akan mencabut kehinaan tersebut hingga kalian kembali kepada agama kalian.”

Kemudian beliau mengatakan (1/44) :
“Coba perhatikan, hadits ini menjelaskan apa yang masih disebutkan secara global dalam hadits Abu Umamah di atas. Disebutkan bahwa jatuhnya kehinaan bukan hanya karena bertani dan bersawah, namun karena terlalu condong kepadanya dan menyibukkan diri dengannya sehingga melalaikannya dari jihad fi sabilillah. Itulah yang dimaksud oleh hadits di atas. Adapun pertanian yang tidak disertai dengan perkara-perkara tersebut, maka itulah yang dimaksud dalam hadits-hadits yang berisi anjuran untuk bertani. Maka tidak ada pertentangan ataupun masalah.” 
-selesai-

Maka, makna hadits ini adalah orang yang terlalu sibuk dengan pertanian sehingga terlalaikan dari kewajiban-kewajibannya dalam beragama, diantaranya jihad di jalan Allah, maka Allah akan timpakan kehinaan kepadanya. Atau orang yang terlalu sibuk dengan pertanian sehingga pemerintah yang zhalim mengambil kharaj yang dari mereka yang melebihi batas. Namun perlu digaris-bawahi, jihad mengundang kehinaan jika dilalaikan di sini adalah jihad yang syar’i, yaitu pada keadaan ketika jihad disyariatkan oleh agama. Bukan jihad serampangan, atau bahkan aksi terorisme berkedok jihad. Imam Al 'Aini rahimahullah menjelaskan :

وَقَالَ الدَّاودِيّ: هَذَا لمن يقرب من الْعَدو فَإِنَّهُ إِذا اشْتغل بالحرث لَا يشْتَغل بالفروسية ويتأسد عَلَيْهِ الْعَدو، وَأما غَيرهم فالحرث مَحْمُود لَهُم

“Ad Daawudiy berkata: ini belaku bagi orang yang sudah berada dekat dengan musuh, namun ia tersibukkan dengan pertanian dan tidak sibuk dengan latihan berkuda dan bersiap melawan musuh. Adapun yang tidak demikian, maka bertani itu terpuji baginya.” 
(Umdatul Qari, 12/156-157)

Demikian, semoga bermanfaat, wabillahi at taufiq was sadaad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar