Yang dimaksud zakat utang adalah zakat untuk harta milik orang lain yang ada di tangan kita.
Keberadaan utang yang ada di tangan seseorang, bisa menjadi penghalang zakatnya atau pengurang nilai zakatnya.
Sebagai ilustrasi, (asumsi, nishab zakat 43 jt)
Si A memiliki uang dan tabungan dengan total senilai 50 jt. Tapi si A tanggungan utang kredit kendaraan senilai 40 jt. Apakah utang si A yang melebihi menjadi penghalang bagi si A untuk menzakati tabungannya? Karena jika utang itu dibayarkan, tabungan si A tinggal 10 juta, dan itu kurang dari satu nishab.
Di posisi ini, utang menjadi penghalang bagi si A sehingga tidak terkena kewajiban zakat.
Dalam kasus ini, ulama berbeda pendapat. Apakah keberadaan utang bisa menjadi penghalang wajibnya zakat ataukah tidak? Sementara ketika jatuh haul, utang itu belum dibayarkan si A.
Sebelumnya, kami tegaskan, yang dibahas di sini adalah ketika utang itu belum dibayarkan sampai haul. Jika utang itu sudah dibayarkan sebelum, ulama sepakat si A tidak wajib zakat. Karena tabungan yang dia miliki menjadi kurang dari satu nishab.
Misalnya, dari kasus di atas.
Tabungan Si A mencapai 50 jt tepat ketika bulan Muharram 1436 H. Berarti jatuh tempo zakatnya adalah Muharram 1437 H. Si A juga punya tanggungan utang 40 jt, yang boleh dilunasi sampai 3 tahun lagi. Selanjutnya, di sana ada 2 keadaan,
[1] Jika si A melunasi utangnya sebelum datang Muharram 1437 H, maka si A tidak perlu bayar zakat. Karena pada saat haul, tabungan si A sudah turun di bawah satu nishab.
[2] Jika sampai Muharram 1437 H, si A sama sekali tidak membayar utangnya, sehingga tabungannya masih utuh 50 jt selama setahun, apakah si A berkewajiban zakat?
Dalam kasus ini ulama berbeda pendapat.
Pertama, si A tidak wajib zakat. Sekalipun tabungan si A di atas satu nishab, tapi dia punya utang yang bisa mengurangi tabungannya. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama.
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah menyebutkan :
أن الدين يمنع وجوب الزكاة في الأموال الباطنة رواية واحدة وهي الأثمان وعروض التجارة وبه قال عطاء وسليمان بن يسار و ميمون بن مهران و الحسن و النخعي و الليث و مالك و الثوري و الأوزاعي و اسحق و أبو ثور وأصحاب الرأي
"Utang bisa menghalangi wajibnya zakat untuk harta bathin, yaitu tabungan dan harta perdagangan, menurut salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Dan ini merupakan pendapat 'Atha’, Sulaiman bin Yasar, Maimun bin Mihran, Hasan Al-Bashri, An-Nakkha’i, Al-Laits, Imam Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Al-Auza’i, Ishaq bin Rahuyah, Abu Tsaur, dan Ashabur ra’yi (ulama kufah)."
(Al-Mughni, 2/633)
Kedua, bahwa utang bisa menghalangi wajibnya zakat, kecuali utang jangka panjang. Yang pembayarannya bisa ditunda lama. Utang semacam ini tidak menghalangi wajibnya zakat.
Ini merupakan pendapat Imam Ahmad dalam salah satu riwayat. (Al-Inshaf, 3/24)
Ketiga, bahwa utang tidak menghalangi zakat
Selama utang belum dibayarkan, masuk dalam perhitungan zakat, sehingga keberadaan utang tidak menghalangi zakat. Ini pendapat Imam Syafi'i dalam qaul jadid, dan pendapat yang dikuatkan para ulama kontemporer.
Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan :
الدين هل يمنع وجوب الزكاة ؟ فيه ثلاثة أقوال ، أصحها عند الأصحاب , وهو نص الشافعي رضي الله عنه في معظم كتبه الجديدة : تجب … فالحاصل أن المذهب وجوب الزكاة سواء كان المال باطنا أو ظاهرا أم من جنس الدين أم غيره
"Apakah utang menghalangi zakat? Di sana ada 3 pendapat. Yang paling benar, menurut ulama Syafi'iyah, dan ini yang ditegaskan Imam Syafi'i radhiyallahu ‘anhu di mayoritas karyanya yang baru, bahwa tetap wajib zakat… kesimpulannya, syafi'iyah berpendapat wajib zakat, baik itu harta bathin maupun zhahir, baik dari harta utang atau yang lainnya."
(Al-Majmu’, 5/344)
Pendapat ini dinilai lebih kuat oleh Syaikh Ibnu Baz. Beliau rahimahullah mengatakan :
وأما الدين الذي عليه فلا يمنع الزكاة في أصح أقوال أهل العلم
"Utang yang menjadi tanggungan seseorang, tidak menghalangi zakat, menurut pendapat yang paling benar di antara ulama."
(Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 14/189)
Keterangan semisal disampaikan Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah :
والذي أرجحه أن الزكاة واجبة مطلقا ، ولو كان عليه دين ينقص النصاب ، إلا دَيْناً وجب قبل حلول الزكاة فيجب أداؤه ، ثم يزكي ما بقي بعده
"Pendapat yang rajih, bahwa zakat itu hukumnya wajib secara mutlak. Meskipun muzakki (wajib zakat) memiliki utang yang bisa mengurangi nishab. Kecuali utang yang harus dilunasi sebelum jatuh tempo zakat, sehingga harus dia bayarkan. Kemudian dia bayar zakat untuk sisanya."
(Asy-Syarh Al-Mumthi’, 6/35)
Tarjih :
Pendapat yang lebih mendekati adalah pendapat ketiga. Dengan beberapa pertimbangan :
[1] Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para amil zakat untuk mengambil zakat kaum muslimin di sekitar Madinah, beliau tidak memberikan rincian masalah utang. Apakah muzakki masih punya utang atau tidak.
[2] Riwayat dari As-Sa`ib bin Yazid, beliau pernah mendengar 'Utsman mengatakan :
هَذَا شَهْرُ زَكَاتِكُمْ ، فَمَنْ كَانَ عَلَيْهِ دَيْنٌ فَلْيُؤَدِّهِ ، حَتَّى تُخْرِجُوا زَكَاةَ أَمْوَالِكُمْ
"Ini adalah bulan zakat kalian. Siapa yang punya tanggungan utang, hendaknya dia lunasi utangnya, kemudian dia keluarkan zakat hartanya."
(HR. Al-Qasim bin Sallam dalam Al-Amwal, no. 917).
Dalam riwayat lain, 'Utsman mengatakan :
فمن كان عليه دين فليقض دينه وليزك بقية ماله
"Siapa yang punya tanggungan utang, segera dia lunasi utangnya, dan dia zakati sisa hartanya."
Pernyataan ini disampaikan 'Utsman di depan para sahabat lainnya, sementara tidak ada satupun diantara mereka yang mengingkari.
Ini menunjukkan, ketika utang itu belum dibayarkan, maka masuk hitungan zakat. Sebaliknya, ketika utang itu dibayarkan, dia tidak masuk dalam hitungan zakat.
Allahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar