Beberapa ulama mengatakan, dianjurkan untuk berpindah tempat bagi orang yang hendak shalat sunnah setelah shalat wajib. Baik dia imam maupun makmum. Ini merupakan keterangan dari Ibnu 'Abbas, Ibnu Zubair, Abu Sa'id dan salah satu riwayat dari Ibnu 'Umar radhiyallahu ‘anhum.
Diantara dalil yang menunjukkan anjuran ini adalah :
Pertama, Allah berfirman tentang Fir'aun dan kaumnya yang dibinasakan :
فَمَا بَكَتْ عَلَيْهِمُ السَّمَاءُ وَالْأَرْضُ وَمَا كَانُوا مُنْظَرِينَ
“Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan merekapun tidak diberi tangguh.”
(QS. Ad-Dukhan : 29)
Ibnu 'Abbas menafsirkan bahwa ketika seorang mukmin meninggal dunia, maka bumi yang dulu pernah dijadikan sebagai tempat ibadah, menangisinya. Langit yang dulu dilalui untuk naiknya amal yang dia lakukan, juga menangisinya. Sementara kaumnya Fir'aun, karena mereka tidak memiliki amal shalih, dan tidak ada amalnya yang naik ke langit, bumi dan langit tidak menangisinya karena merasa kehilangan darinya.
(Tafsir Ibn Katsir, 7/254)
Allah juga berfirman :
يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا
“Pada hari itu bumi menceritakan beritanya.”
(QS. Az-Zalzalah : 4)
Dua ayat di atas menunjukkan bahwa bumi akan menjadi saksi untuk setiap perbuatan yang dilakukan manusia. Perbuatan yang baik maupun yang buruk. Makna ini sebagaimana yang diisyaratkan oleh Imam Asy-Syaukani dalam Nailul Authar. Beliau rahimahullah menyatakan :
والعلة في ذلك تكثير مواضع العبادة كما قال البخاري والبغوي لأن مواضع السجود تشهد له كما في قوله تعالى ( يومئذ تحدث أخبارها) أي تخبر بما عمل عليها
"Alasan dianjurkannya pindah tempat ketika shalat sunnah adalah memperbanyak tempat pelaksanaan ibadah. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Bukhari dan Al-Baghawi. Karena tempat yang digunakan untuk sujud, akan menjadi saksi baginya, sebagaimana Allah berfirman,
يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا
“Pada hari itu bumi menceritakan beritanya.”
Maksudnya adalah mengabarkan semua amalan yang dilakukan di atas bumi."
(Nailul Authar, 3/235)
Kedua, hadits dari Nafi bin Jubair, bahwa beliau pernah shalat jumat bersama Mu'awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhuma. Setelah salam, Nafi bin Jubair langsung melaksanakan shalat sunnah. Setelah selesai shalat, Mu'awiyah mengingatkan :
لَا تَعُدْ لِمَا صَنَعْتَ، إِذَا صَلَّيْتَ الْجُمُعَةَ، فَلَا تَصِلْهَا بِصَلَاةٍ حَتَّى تَكَلَّمَ، أَوْ تَخْرُجَ، فَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِذَلِكَ، أَنْ «لَا تُوصَلَ صَلَاةٌ بِصَلَاةٍ حَتَّى يَتَكَلَّمَ أَوْ يَخْرُجَ»
“Jangan kau ulangi perbuatan tadi. Jika kamu selesai shalat Jumat, jangan disambung dengan shalat yang lainnya, sampai berbicara atau keluar masjid. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan hal itu. Beliau bersabda :
“Jangan kalian sambung shalat wajib dengan shalat sunnah, sampai kalian bicara atau keluar.”
(HR. Muslim no. 883)
Termasuk cakupan makna bicara dalam hadits ini adalah berdzikir setelah shalat. Hadits ini menunjukkan, hikmah seseorang berpindah tempat ketika hendak melakukan shalat sunnah setelah shalat wajib adalah agar tidak termasuk menyambung shalat wajib dengan shalat sunnah.
Kadar minimal dzikirnya adalah :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مُوسَى حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ أَخْبَرَنَا الْأَوْزَاعِيُّ حَدَّثَنِي شَدَّادٌ أَبُو عَمَّارٍ حَدَّثَنِي أَبُو أَسْمَاءَ الرَّحَبِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي ثَوْبَانُ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنْصَرِفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ اللَّهَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَأَبُو عَمَّارٍ اسْمُهُ شَدَّادُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Muusa berkata; Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Al Mubaarak berkata; Telah mengabarkan kepada kami Al Auza'i berkata; Telah menceritakan kepadaku Syaddaad Abu 'Ammaar berkata; Telah menceritakan kepadaku Abu Asmaa` Ar Rahabiy berkata; Telah menceritakan kepadaku Tsaubaan pelayan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ia berkata :
"Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ingin berlalu (pergi) dari shalatnya beliau beristighfar tiga kali. Setelah itu beliau mengucapkan: "Allahumma antas-salaam wa minkas-salaam tabaarakta yaa dzal-jalaali wal-ikraam”.
Ia berkata; "Hadits ini derajatnya hasan shahih. Abu 'Ammaar namanya adalah Syaddaad bin 'Abdullah."
(HR. Tirmidzi no. 299, 300)
Ketiga, keterangan sahabat, dari 'Atha’ bahwa Ibnu 'Abbas, Ibnu Zubair, Abu Sa'id, dan Ibnu 'Umar radhiyallahu'anhum mengatakan :
لَا يَتَطَوَّعُ حَتَّى يَتَحَوَّلَ مِنْ مَكَانِهِ الَّذِي صَلَّى فِيهِ الْفَرِيضَةَ
“Hendaknya tidak melakukan shalat sunnah, sampai berpindah dari tempat yang digunakan untuk shalat wajib.”
(HR. Ibnu Abi Syaibah no. 6012)
Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan :
قال أصحابنا فإن لم يرجع إلى بيته وأراد التنفل في المسجد يستحب أن ينتقل عن موضعه قليلاً لتكثير مواضع سجوده ، هكذا علله البغوي وغيره ، فإن لم ينتقل إلى موضع آخر فينبغي أن يفصل بين الفريضة والنافلة بكلام إنسان
“Ulama madzhab kami mengatakan, jika seseorang tidak langsung pulang ke rumahnya setelah shalat wajib, dan ingin shalat sunnah di masjid maka dianjurkan untuk bergeser sedikit dari tempat shalatnya, agar memperbanyak tempat sujudnya. Demikian alasan yang disampaikan Al-Baghawi dan yang lainnya. Jika dia tidak berpindah dari tempatnya maka hendaknya antara shalat wajib dan shalat sunnah dia pisah dengan pembicaraan.”
(Al-Majmu’, 3/491)
Allahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar