Oleh : Ustadz Neno Triyono
Para ulama berbeda pendapat terkait apakah si masbuq yang pada saat masuk masjid hanya mendapatkan Imam sedang tasyahud akhir, apakah ia tetap mendapatkan pahala shalat berjamaah atau tidak?
Imam Nawawi rahimahullah dalam Al-Majmu' (4/219) menyebutkan dua pandangan dalam madzhab Syafi'i terkait soalan di atas, kata beliau :
وَتَحْصُلُ لَهُ فَضِيلَةُ الْجَمَاعَةِ لَكِنْ دُونَ فَضِيلَةِ مَنْ أَدْرَكَهَا مِنْ أَوَّلِهَا هَذَا هُوَ الْمَذْهَبُ الصَّحِيحُ وَبِهِ قَطَعَ الْمُصَنِّفُ وَالْجُمْهُورُ مِنْ أَصْحَابِنَا الْعِرَاقِيِّينَ وَالْخُرَاسَانِيِّينَ وَجَزَمَ الْغَزَالِيُّ بِأَنَّهُ لَا يَكُونُ مُدْرِكًا لِلْجَمَاعَةِ إلَّا إذَا أَدْرَكَ رُكُوعَ الرَّكْعَةِ الْأَخِيرَةِ وَالْمَشْهُورُ الْأَوَّلُ لِأَنَّهُ لَا خِلَافَ بِأَنَّ صَلَاتَهُ تَنْعَقِدُ وَلَوْ لَمْ تَحْصُلْ لَهُ الْجَمَاعَةُ لَكَانَ يَنْبَغِي أَنْ لَا تَنْعَقِدَ
"Si masbuq mendapat keutamaan shalat berjamaah, namun keutamaannya di bawah orang-orang yang mengikuti imam semenjak pertama. Ini adalah pendapat yang shahih dan dipastikan oleh penulis (Imam Asy-Syairaziy) dan mayoritas ashab kami dari kalangan iraqiyyin maupun Khurasaniyyin.
Imam Ghazali menegaskan bahwa si masbuq tidak mendapatkan keutamaan jamaah, kecuali jika ia mendapatkan (minimal) ruku' pada rakaat terakhirnya Imam.
Namun pendapat yang masyhur (di kalangan Syafi'iyyah) adalah yang pertama, alasannya tidak ada perbedaan pendapat bahwa shalatnya si masbuq (yang hanya mendapati tasyahud akhir Imam, pent-) dianggap sah, seandainya ia tidak mendapatkan jama'ah, tentunya shalatnya tadi dianggap tidak sah"
Al-'Allamah Bin Baz rahimahullah memiliki pendapat lain dimana beliau merincinya, kenapa si masbuq sampai terlambat mengikuti Imam hingga hanya mendapati tasyahud akhirnya Imam, apakah ada alasan syar'i atau tidak?. Kata beliau :
ﺃﻣﺎ ﺃﺟﺮ ﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺔ ﻓﻔﻴﻪ ﺗﻔﺼﻴﻞ، ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﻣﻌﺬﻭﺭﺍً ﺑﻌﺬﺭ ﺷﺮﻋﻲ ﻛﻘﻀﺎﺀ ﺍﻟﺤﺎﺟﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﻧﺰﻟﺖ ﺑﻪ ﺃﻭ ﺫﻫﺐ ﻳﺘﻮﺿﺄ ﺃﻭ ﺷﻐﻠﻪ ﺷﺎﻏﻞ ﻻ ﺣﻴﻠﺔ ﻓﻴﻪ ﻓﻠﻪ ﺃﺟﺮ ﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺔ؛ ﻷﻥ ﺍﻟﻤﻌﺬﻭﺭ ﺑﻌﺬﺭ ﺷﺮﻋﻲ ﺣﻜﻤﻪ ﺣﻜﻢ ﻣﻦ ﺣﻀﺮ
"Adapun pahala berjamaah, maka ada perinciannya. Jika ia punya alasan syar'i, seperti karena buang hajat yang bikin kebelet atau ia pergi berwudhu lagi (mungkin karena hadats di tengah-tengah shalat, pent-) atau kesibukan yang memang tidak direkayasa, maka ia mendapatkan pahala shalat berjamaah, karena orang yang punya udzur syar'i hukumnya seperti orang yang normal ...".
Kemudian beliau menyebutkan beberapa dalil untuk memperkuat pendapatnya, diantaranya hadits riwayat Bukhari :
ﺇﺫﺍ ﻣﺮﺽ ﺍﻟﻌﺒﺪ ﺃﻭ ﺳﺎﻓﺮ ﻛﺘﺐ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻪ ﻣﺜﻞ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻳﻌﻤﻞ ﻣﻘﻴﻤﺎ ﺻﺤﻴﺤﺎ
"Jika seorang hamba sakit atau bersafar, maka Allah tetap tuliskan pahalanya yang biasa diamalkannya ketika mukim dan sehat".
Adapun jika si masbuq di atas tidak ada udzur syar'i, beliau berkata :
ﺃﻣﺎ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﺗﺄﺧﺮ ﻋﻦ ﺗﺴﺎﻫﻞ ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﺤﺼﻞ ﻟﻪ ﻓﻀﻞ ﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺔ
"... Adapun jika ia terlambat karena menggampangkannya, maka ia tidak mendapatkan keutamaan pahala berjama'ah".
Berdasarkan pendapat yang masyhur dalam madzhab Syafi'i dan perincian Asy-Syaikh Bin Baz, maka ketika seorang masuk masjid dan mendapati Imam sudah tasyahud terakhir, segera saja untuk bergabung.
Namun jika ia menggunakan asumsi seperti pandangannya Imam Ghazali, maka fatwa Al-'Allamah Ibnu Utsaimin rahimahullah berikut bisa dijadikan pertimbangan :
إذا دخل الإنسان المسجد والإمام في التشهد الأخير فإن كان يرجو وجود جماعة لم يدخل مع الإمام، وإن كان لا يرجو ذلك دخل معه لأن القول الراجح أن صلاة الجماعة لا تدرك إلا بركعة لعموم قول النبي صلى الله عليه وسلم:(من أدرك ركعة من الصلاة فقد أدرك الصلاة).
(فتاوى أركان الإسلام ص445)
"Jika seorang masuk masjid sedangkan Imam dalam posisi tasyahud akhir, jika ia merasa ada gelombang berikutnya yang melaksanakan shalat berjamaah, maka ia tidak usah bergabung bersama Imam. Namun jika tidak ada, maka langsung saja bergabung bersama Imam. Karena pendapat yang rajih shalat berjamaah tidak didapatkan kecuali jika mendapatkan satu rakaat. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam :
"Barangsiapa yang mendapatkan satu rakaat, maka berarti ia telah mendapatkan shalat".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar