Minggu, 19 Juli 2020

SEORANG WANITA MENIKAH LEBIH DARI SEKALI DI DUNIA, MAKA SIAPAKAH SUAMINYA YANG KELAK MENEMANINYA DI SURGA ?

Mungkin ada seorang wanita Muslimah yang menikah dengan seorang pria, kemudian ditinggal mati suaminya, ia menikah lagi dengan pria kedua, dan seterusnya bisa jadi lebih dari satu kali. Qadarullah jika si wanita Muslimah dan suaminya yang lebih dari satu pada waktu di dunia, ternyata mereka semuanya masuk surga-Nya Allah Ta'ala, maka siapakah yang nantinya akan menemaninya di surga?

Al-jawab para ulama terbagi menjadi 3 kelompok dalam mengutarakan pendapatnya :

1. Pendapat pertama mengatakan bahwa sang istri akan mendapatkan siapa diantara suaminya yang paling baik akhlaknya. Dalilnya adalah sebuah hadits dari Anas dari Ummu Habibah radhiyallahu 'anhumaa, beliau berkata :

يَا رَسولَ اللهِ الْمَرْأَةُ يَكُونُ لَهَا الزَّوْجَانِ فِي الدُّنْيَا، يَعْنِي يَكُونُ زَوْجًا بَعْدَ زَوْجٍ فَيَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ فَلِأَيِّهِمَا تَكُونُ؟ قَالَ: لأَحْسَنِهِمَا خُلُقًا

“Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, seorang wanita jika ia memiliki 2 orang suami, yakni ia menikah lagi setelah menikah dengan suaminya yang pertama, lalu mereka semuanya masuk surga, siapakah diantara mereka berdua yang akan menemaninya (disurga)?. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab : “yang paling bagus akhlaknya”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bazzar dalam “Al-Musnad” (no. 6631) dan selainnya. Didalam sanadnya ada perawi yang bernama Ubaid bin Ishaq, didhaifkan oleh para ulama, bahkan Imam Bukhari mengatakan bahwa dia memiliki hadits-hadits yang mungkar. Asy-Syaikh Muhammad Shâlih Al-Munajid menilainya sebagai hadits dhaif jiddan (sangat lemah).

Hadits di atas mendapatkan penguat dari haditsnya Abu Dzar radhiyallahu 'anhu beliau berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

خُيّرت أسماء بين أزواجها الثلاثة في الجنة، فاختارت الذي مات موتًا، وكان أحسنهم خلقًا

“Asmaa’ (bintu Samiy) diberikan pilihan diantara 3 suaminya di surga (nanti), dia akan memilih suaminya yang telah wafat, yaitu yang paling bagus akhlaknya”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al-Uqailiy dalam “Adh-Dhu’afaa’” via “Al-Mathaalibul ‘Aliyah” (11/435) karya Al Hafizh Ibnu Hajar dengan sanadnya dari Hamiid bin Laahiq, dari Abu Dzar secara marfu’. Imam Al-Uqailiy mengatakan jika yang dimaksud Hamiid bin Laahiq adalah Abu Mijlaz, maka nama beliau yang sebenarnya adalah Laahiq bin Hamiid, maka hadits ini mursal, karena Abu Mijlaz tidak pernah mendengar Abu Dzar radhiyallahu 'anhu. Tentu saja yang dimaksud mursal oleh beliau adalah munqathi (sanadnya terputus), karena mursal menurut istilah muta’akhirian adalah seorang tabi’I berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, tanpa adanya perantara dari sahabat, dan dalam riwayat ini nama sahabat telah disebut.
Namun jika itu adalah bukan Abu Mijlaz, maka Hamiid bin Laahiq ini majhul, sehingga sama saja haditsnya dhaif.

Kemudian saya mendapatkan riwayat dari Imam Al-Bushiiri dalam kitabnya “Ittihaful Khairah” (6/11) meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Abu Mijlaz secara mursal.

Kesimpulannya, pendapat pertama ini berdasarkan hadits yang lemah.

2. Sang wanita itu sendiri yang akan memilih siapa suami yang akan mendampinginya, namun kata Asy-Syaikh Al-Munajid yang membawakan pendapat ini tidak membawakan dalil apapun. Asy-Syaikh juga menisbatkan pendapat ini kepada Al-‘Allamah Ibnu Utsaimin, dan setelah saya lihat salah satu fatwa Ibnu Utsaimin –rahimahullah- memang benar adanya. Dapat dilihat di link ini : http://ar.islamway.net/fatwa/14392/

3. Sang istri akan bersama dengan suami terakhirnya di dunia. Ini adalah pendapat yang dirajihkan oleh Dr. 'Umar Sulaimān Al-Asyqar, Asy-Syaikh Al-Munajid dan Syaikh Al Albani rahimahullah. Haditsnya dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dari Abu Darda` radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

أَيُّمَا امْرَأَةٍ تُوُفِّيَ عَنْهَا زَوْجُهَا، فَتَزَوَّجَتْ بَعْدَهُ فَهِيَ لِآخِرِ أَزْوَاجِهَا

“Wanita mana saja yang ditinggal mati suaminya, lalu ia menikah lagi dengan pria lain setelahnya, maka dia milik suaminya yang terakhir”.

Haditsnya telah ditakhrij dengan sangat lengkap oleh Syaikh Al Albani dalam “Ash-Shahihah” (no. 1281) dan 
"Shahīh Al-Jāmi'" (no. 6691) beliau memberikan penilaian shahih untuk hadits ini. 

Imam Al-Baihaqi meriwayatkan, bahwa Hudzaifah berkata kepada istrinya :
“Jika engkau ingin untuk menjadi istriku di surga maka janganlah engkau menikah lagi sepeninggalku. Sebab wanita di surga itu diperuntukkan bagi suaminya yang terakhir di dunia. Karena itulah Allah mengharamkan istri-istri Nabi untuk menikah lagi sepeninggal beliau, sebab mereka adalah istri-istri beliau di surga.” 
(Sunan Al-Baihaqi Al-Kubrā no. 13199)

Imam Ibn Sa’d meriwayatkan, bahwa Asmā` pernah mengadukan sikap keras suaminya, Az-Zubair Ibn Al-’Awwām, kepada ayahnya, Abū Bakr. Maka Abū Bakr berkata, “Wahai putriku, bersabarlah. Sebab apabila seorang wanita memiliki suami yang shalih lalu si suami meninggal dunia dan ia tidak menikah lagi, niscaya Allah akan mengumpulkan keduanya di surga.” 
(Ath-Thabaqāt Al-Kubrā, 8/251)

Berdasarkan pemaparan di atas, maka pendapat yang ketiga inilah yang mendekati kebenaran, mengingat kehujjahan dalilnya, dibandingkan dengan 2 pendapat sebelumnya. 

Wallahu A’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar