Rabu, 08 Juli 2020

HUKUM MEMAKAI SEPATU, TAS, JAKET, DOMPET DARI KULIT ULAR, BUAYA DAN HARIMAU

Oleh : Ustadz Shiddiq Al Jawi

Dompet dari kulit ular dan buaya hukumnya haram. Karena dompet tersebut terbuat dari kulit yang tidak boleh dimanfaatkan, yaitu kulit dari binatang yang haram dimakan, yang dalam kasus ini adalah ular dan buaya.

Dalil haramnya memanfaatkan kulit binatang yang haram dimakan, adalah hadits tentang bangkai kambing milik Maimunah radhiyallahu'anha. Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bertanya kepada para shahabat, ”Mengapa kalian tidak mengambil kulitnya?” Mereka menjawab, ”Bangkai kambing itu adalah najis.” Maka bersabda Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, ”Kulit apa pun yang sudah disamak, maka ia menjadi suci. Karena sesungguhnya menyamaknya sama dengan menyembelihnya.” (ayyumaa ihaabin dubigha faqad thahura, fa-inna dabghahu dzakaatuhu). 
[HR. Ahmad no. 1895 & 2003, Daruquthni no. 127, Abu Dawud Ath Thayalisi, 1/217]

Syaikh ‘Atha Abu Ar Rasytah menjelaskan bahwa dalam hadits di atas terdapat ‘illat (alasan penetapan hukum) bolehnya memanfaatkan kulit bangkai, yaitu adanya penyamakan kulit dari binatang yang halal dimakan. 
[‘Atha Abu Ar Rasytah, Taisir Wushul Ila Al Ushul, hlm. 163; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 15/251]

Demikian pula sebaliknya, jika illat tersebut tidak ada, yaitu jika yang disamak adalah kulit dari binatang yang haram dimakan, maka hukumnya haram memanfaatkan kulitnya. Hal ini berdasarkan kaidah fiqih: al hukmu al mu’allal yaduuru ma’a ‘illatihi wujuudan wa ‘adaman (hukum yang mengandung illat beredar mengikuti illatnya, baik pada saat illat itu ada maupun pada saat illat itu tidak ada). 
[M. Khair Haikal, Al Jihad wa Al Qital fi As Siyasah Asy Syar’iyyah, 1/340]

Padahal telah terdapat dalil-dalil syar’i yang mengharamkan memakan ular dan buaya. Keharaman memakan ular, karena ada hadits shahih bahwa Nabi shallallahu'alaihi wasallam telah memerintahkan untuk membunuh ular. 
(HR. Bukhari no. 3297, Muslim no  2233, Abu Dawud no. 5252, Tirmidzi no. 1483). 
[Syihabuddin Asy Syafi’i, At Tibyan Limaa Yuhallal wa Yuharram min Al Hayawan, hlm. 65]

Imam Syaukani dalam Nailul Authar menjelaskan bahwa adanya perintah syara’ untuk membunuh suatu binatang, merupakan dalil haramnya memakan binatang itu. 
[Nailul Authar, 10/211]

Adapun keharaman memakan buaya, karena ada hadits shahih yang melarang memakan binatang buas yang bertaring. Dari Abu Tsa’labah Al Khusyani radhiyallahu'anhu bahwa Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda, ”Tiap-tiap binatang buas yang mempunyai taring, maka memakannya adalah haram.” (kullu dzi naabin min as sibaa` fa-akluhu haram). (HR. Bukhari no. 5530, 5780, 5781 dan Muslim no. 1932)
[Imam Syaukani, Nailul Authar, 10/192]

Berdasarkan dalil-dalil syar’i di atas, jelaslah bahwa ular dan buaya haram dimakan. Maka dari itu, jika kulit ular dan kulit buaya disamak, lalu dibuat menjadi dompet, atau tas, atau jaket, atau barang yang semisalnya, haram hukumnya untuk memanfaatkannya.

Di samping haram memanfaatkan, haram pula memproduksi dan menjualbelikan dompet dari kulit ular dan kulit buaya. Keharaman memproduksi dompet dari kulir ular dan buaya, didasarkan pada sebuah kaidah fikih: ash shinaa’atu ta`khudzu hukma maa tuntijuhu (hukum membuat/memproduksi barang mengikuti hukum barang yang dihasilkan). 
[Abdurrahman Al Maliki, As Siyasah Al Iqtishadiyah Al Mutsla, hlm. 30; Taqiyuddin An Nabhani, Muqaddimah Ad Dustur, 2/135]

Adapun keharaman menjualbelikan dompet dari kulir ular dan buaya, didasarkan pada sebuah kaidah fikih: kullu maa hurrima ‘ala al ‘ibaad fa-bai’uhu haraam (setiap benda yang telah diharamkan syara’ atas para hamba, maka menjualbelikannya haram pula hukumnya). 
[Taqiyuddin An Nabhani, Asy Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 2/287]

Wallahu a’lam



Tidak ada komentar:

Posting Komentar