Selasa, 01 Agustus 2023

Panitia “Nyambi” Menjual Hewan Kurban

Apakah boleh panitia menjual hewan kurban sementara hewannya masih proses pemesanan dengan supplier hewan kurban ?

Jawab :

Bismillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du.

Diantara prinsip dalam transaksi jual beli, bahwa seseorang tidak diperbolehkan menjual barang yang tidak dia miliki, kecuali jika dia mendapatkan izin dari pemilik.

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ أَبِي بِشْرٍ عَنْ يُوسُفَ بْنِ مَاهَكَ عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ قَالَ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَأْتِينِي الرَّجُلُ يَسْأَلُنِي مِنْ الْبَيْعِ مَا لَيْسَ عِنْدِي أَبْتَاعُ لَهُ مِنْ السُّوقِ ثُمَّ أَبِيعُهُ قَالَ لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah; Telah menceritakan kepada kami Husyaim, dari Abu Bisyr, dari Yuusuf bin Maahak, dari Hakiim bin Hizaam ia berkata :

"Aku datang menemui Rasulullah ﷺ, lalu aku katakan; ada seorang laki-laki yang datang kepadaku dan memintaku untuk menjual sesuatu yang tidak ada padaku, bolehkah aku membeli untuknya dari pasar kemudian aku menjual kepadanya? Beliau bersabda, "Jangan kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu."
(HR. Tirmidzi no. 1232)

Dalam riwayat lain, Hakim pernah mengatakan,

نَهَانِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ أَبِيعَ مَا لَيْسَ عِنْدِى

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangku untuk menjual barang yang tidak aku miliki.” 
(HR. Tirmidzi no. 1233)

Ketika membawakan hadits ini, Imam Tirmidzi menyatakan :

والعمل على هذا الحديث عند أكثر أهل العلم كرهوا أن يبيع الرجل ما ليس عنده

“Mayoritas ulama mengamalkan hadits ini. Mereka membenci seseorang menjual apa yang tidak dia miliki.” 
(Sunan At-Tirmidzi, 5/142)

Berdasarkan keterangan di atas, ketika panitia menjual sapi sebelum memilikinya, berarti dia melanggar hadits di atas.

Shahibul Kurban Diminta Bayar DP

Terkadang, shahibul kurban yang beli, dia diminta untuk bayar DP dulu. Setelah sapi ada, baru sisanya dilunasi. Bolehkah transaksi semacam ini?

Ketika penjual belum memiliki barang, berarti posisi barang terutang atas dirinya. Dan ketika pembeli belum membayar tunai, maka uang juga terutang atasnya. Jika mereka bertransaksi, maka yang terjadi adalah jual beli utang dengan utang. Dan diantara bentuk transaksi yang terlarang adalah jual beli utang dengan utang. Dasar larangan ini adalah konsensus (ijma’) ulama bahwa transaksi Al-Kali’ bil Kali – jual beli utang dengan utang – hukumnya terlarang.

Imam Asy-Syafi'i dalam kitabnya Al-Umm pernah membahas hukum menjual barang yang masih dalam tanggungan. Beliau rahimahullah mengatakan :

والمسلمون ينهون عن بيع الدين بالدين

“Kaum muslimin dilarang untuk jual beli utang dengan utang.” 
(Al-Umm, 4/30)

Imam Ibnu Qudamah menukil keterangan ijma’ ulama dari Ibnul Mundzir :

قال ابن المنذر: أجمع أهل العلم على أن بيع الدين بالدين لا يجوز. وقال أحمد : إنما هو إجماع

"Ibnul Mundzir mengatakan, ‘Ulama sepakat bahwa jual beli utang dengan utang tidak boleh. Imam Ahmad mengatakan, “Ulama sepakat dalam masalah ini.'” 
(Al-Mughni, 4/186)

Ijma’ inilah yang menjadi landasan kita untuk menyatakan bahwa jual beli utang dengan utang hukumnya terlarang.

Dinyatakan Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ :

لا يجوز بيع نسيئة بنسيئه بأن يقول بعني ثوبا في ذمتي بصفته كذا إلى شهر كذا بدينار مؤجل إلى وقت كذا فيقول قبلت وهذا فاسد بلا خلاف

"Tidak boleh menjual utang dengan utang. Bentuknya ada pembeli mengatakan,
'Tolong jual sehelai kain dengan kriteria ini kepadaku, dan tolong serahkan bulan sekian, dengan harga 1 dinar dibayar kredit sampai tanggal sekian.'

Kemudian penjual menerimanya.

Transaksi ini batal, tanpa ada perbedaan pendapat ulama."
(Al-Majmu’ Syarh Muhadzdzab, 9/400)

Panitia tidak memiliki sapi, baru pesan ke supplier, namun sudah ditawarkan ke jamaah, hingga ada 7 orang jamaah yang membeli sapi itu.

Transaksi ini hukumnya dilarang, karena termasuk jual beli utang dengan utang.

Solusi :

Ada beberapa skema alternatif sebagai solusi untuk masalah di atas :

Pertama, panitia menjadi wakil.

Panitia bisa menjadi wakil dari pemilik sapi untuk menjualkan ke jamaah. Dan selanjutnya panitia berhak meminta fee atas jasanya. Nilai upah sesuai kesepakatan antara pemilik sapi dengan panitia.

Ibnu 'Abbas radhiyallahu'anhu mengatakan :

لاَ بَأْسَ أَنْ يَقُولَ: بِعْ هَذَا الثَّوْبَ، فَمَا زَادَ عَلَى كَذَا وَكَذَا، فَهُوَ لَكَ

“Tidak masalah pemilik barang mengatakan, ‘Jualkan baju ini, jika harganya lebih dari sekian, silahkan dimiliki.’"
(HR. Bukhari, 3/92)

Bisa juga panitia menjadi wakil bagi para shahibul kurban untuk mencarikan hewan. Sehingga upah untuk panitia diambil dari iuran shahibul kurban.

Kedua, menggunakan skema Al-Wa’du bis Syira’

Prinsipnya adalah, ketika sapi belum dimiliki, panitia tidak boleh menjual sapi itu. Meskipun boleh sebatas menawarkan. Ketika sapi sudah dimiliki panitia, baru dilanjutkan akadnya.

Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits

Tidak ada komentar:

Posting Komentar