Kamis, 11 Juni 2020

Larangan Ghuluw dan Berlebih-Lebihan dalam Memuji Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam

Ghuluw artinya melampaui batas. Dikatakan: “ غَلاَ يَغْلُو غُلُوًّا ,” jika ia melampaui batas dalam ukuran.

Allah Ta'ala berfirman :

لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ

“Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu.”
[QS. An-Nisaa’ : 171]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّيْنِ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ اَلْغُلُوُّ فِي الدِّيْنِ.

“Jauhkanlah diri kalian dari ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama, karena sesungguhnya sikap ghuluw ini telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.”
[HR. Ibnu Majah no. 3029 dan Ahmad no. 3078. Dari Sahabat Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma]

Salah satu sebab yang membuat seseorang menjadi kufur adalah sikap ghuluw dalam beragama, baik kepada orang shalih atau dianggap wali, maupun ghuluw kepada kuburan para wali, hingga mereka minta dan berdo’a kepadanya padahal ini adalah perbuatan syirik akbar.

Sedangkan ithra’ artinya melampaui batas (berlebih-lebihan) dalam memuji serta berbohong karenanya. Dan yang dimaksud dengan ghuluw dalam hak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah melampaui batas dalam menyanjungnya, sehingga mengangkatnya di atas derajatnya sebagai hamba dan Rasul (utusan) Allah, menisbatkan kepadanya sebagian dari sifat-sifat Ilahiyyah. Hal itu misalnya dengan memohon dan meminta pertolongan kepada beliau atau bersumpah dengan nama beliau, sebagai bentuk ‘ubudiyyah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, perbuatan ini adalah syirik.

Dan yang dimaksud dengan ithra’ dalam hak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah berlebih-lebihan dalam memujinya, padahal beliau telah melarang hal tersebut melalui sabda beliau :

حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ حَدَّثَنِي شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ قَتَادَةَ قَالَ سَمِعْتُ مُطَرِّفَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الشِّخِّيرِ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَنْتَ سَيِّدُ قُرَيْشٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ السَّيِّدُ اللَّهُ قَالَ أَنْتَ أَفْضَلُهَا فِيهَا قَوْلًا وَأَعْظَمُهَا فِيهَا طَوْلًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيَقُلْ أَحَدُكُمْ بِقَوْلِهِ وَلَا يَسْتَجِرُّهُ الشَّيْطَانُ

Telah menceritakan kepada kami Hajjaj; Telah menceritakan kepadaku Syu'bah berkata, Saya telah mendengar Qatadah berkata, Saya telah mendengar Mutharrif bin Abdullah bin Asy-Syikhir menceritakan dari Bapaknya berkata,

"Datang seorang laki-laki kepada Nabi Shallallahu'alaihi wasallam lalu berkata 'Engkaulah tuan Quraisy, Lalu Nabi Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya hakekat Tuan adalah Allah" lalu laki-laki tersebut berkata, "engkau adalah orang yang paling utama perkataannya di antara mereka dan yang paling agung kemampuannya" Rasulullahi Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Hendaklah kalian hati-hati dalam perkataannya (berkata sewajarnya dengan tidak berlebihan), jangan sampai disesatkan oleh setan."
[HR. Ahmad no. 15717]

حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ
أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا مُحَمَّدُ يَا خَيْرَنَا وَابْنَ خَيْرِنَا وَيَا سَيِّدَنَا وَابْنَ سَيِّدِنَا فَقَالَ قُولُوا بِقَوْلِكُمْ وَلَا يَسْتَجْرِكُمْ الشَّيْطَانُ أَوْ الشَّيَاطِينُ قَالَ إِحْدَى الْكَلِمَتَيْنِ أَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ وَرَسُولُهُ أَنَا مُحَمَّدٌ عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ مَا أُحِبُّ أَنْ تَرْفَعُونِي فَوْقَ مَنْزِلَتِي الَّتِي أَنْزَلَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ

Telah menceritakan kepada kami 'Affan; Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu berkata,

“Sebagian orang berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, wahai orang yang terbaik di antara kami dan putera orang yang terbaik di antara kami! Wahai sayyid kami dan putera sayyid kami!’ Maka seketika itu juga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Wahai manusia, ucapkanlah dengan yang biasa (wajar) kalian ucapkan! Jangan kalian terbujuk oleh syaithan, aku (tidak lebih) adalah Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak suka kalian mengangkat (menyanjung)ku di atas (melebihi) kedudukan yang telah Allah berikan kepadaku.”
[HR. Ahmad no. 13105]

حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ سَمِعْتُ الزُّهْرِيَّ يَقُولُ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ سَمِعَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ عَلَى الْمِنْبَرِ
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ

Telah bercerita kepada kami Al Humaidiy; Telah bercerita kepada kami Sufyan berkata; Aku mendengar Az Zuhriy berkata; Telah mengabarkan kepadaku 'Ubaidullah bin 'Abdullah dari Ibnu 'Abbas radhiallahu 'anhu,

"Bahwa dia mendengar 'Umar radhiallahu 'anhum berkata di atas mimbar, "Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

"Janganlah kalian melampaui batas dalam memujiku (mengkultuskan) sebagaimana orang Nashrani mengkultuskan 'Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka itu katakanlah 'abdullahu wa rasuuluh (hamba Allah dan utusan-Nya)."
[HR. Bukhari no. 3445]

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ بَعَثَ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْحَقِّ وَأَنْزَلَ مَعَهُ الْكِتَابَ فَكَانَ مِمَّا أُنْزِلَ عَلَيْهِ آيَةُ الرَّجْمِ فَرَجَمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَجَمْنَا بَعْدَهُ ثُمَّ قَالَ قَدْ كُنَّا نَقْرَأُ وَلَا تَرْغَبُوا عَنْ آبَائِكُمْ فَإِنَّهُ كُفْرٌ بِكُمْ أَوْ إِنَّ كُفْرًا بِكُمْ أَنْ تَرْغَبُوا عَنْ آبَائِكُمْ ثُمَّ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُطْرُونِي كَمَا أُطْرِيَ ابْنُ مَرْيَمَ وَإِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ فَقُولُوا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَرُبَّمَا قَالَ مَعْمَرٌ كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ

Telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq; Telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Az Zuhri dari 'Ubaidillah bin Abdullah bin 'Utbah bin Mas'ud dari Ibnu Abbas dari Umar bahwa dia berkata ;

"Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dengan membawa kebenaran, dan menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepadanya, diantara ayat yang diturunkan kepadanya adalah ayat tentang hukum rajam, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan hukum rajam, dan kamipun melaksanakan hukum rajam sepeninggal beliau, " kemudian dia berkata; "sungguh kita telah membaca; "Janganlah kalian membenci bapak-bapak kalian, karena bisa menjadikan kalian kafir, " atau; "Sesungguhnya kalian bisa menjadi kafir karena membenci bapak-bapak kalian, " lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Janganlah kalian mengkultuskan aku sebagaimana Ibnu Isa telah dikultuskan, aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah; 'Hamba-Nya dan Rasul-Nya'." Bisa saja Ma'mar berkata; "Sebagaimana orang-orang Nasrani mengkultuskan Ibnu Maryam."
[HR. Ahmad no. 313]

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci jika orang-orang memujinya dengan berbagai ungkapan seperti: “Engkau adalah sayyidku, engkau adalah orang yang terbaik di antara kami, engkau adalah orang yang paling utama di antara kami, engkau adalah orang yang paling agung di antara kami.” Padahal sesungguhnya beliau adalah makhluk yang paling utama dan paling mulia secara mutlak. Meskipun demikian, beliau melarang mereka agar menjauhkan mereka dari sikap melampaui batas dan berlebih-lebihan dalam menyanjung hak beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga untuk menjaga kemurnian tauhid. Selanjutnya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengarahkan mereka agar menyifati beliau dengan dua sifat yang merupakan derajat paling tinggi bagi hamba yang di dalamnya tidak ada ghuluw serta tidak membahayakan ‘aqidah. Dua sifat itu adalah ‘Abdullaah wa Rasuuluh (hamba dan utusan Allah).

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka disanjung melebihi dari apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan dan Allah ridhai. Tetapi banyak manusia yang melanggar larangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, sehingga mereka berdo’a kepadanya, meminta pertolongan kepadanya, bersumpah dengan namanya serta meminta kepadanya sesuatu yang tidak boleh diminta kecuali kepada Allah.

Al-‘Allamah Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah dalam kasidah nuniyyah-nya berkata :

ِللهِ حَقٌّ لاَ يَكُوْنُ لِغَيْرِهِ
وَلِعَبْدِهِ حَقٌّ هُمَا حَقَّانِ
لاَ تَجْعَلُوا الْحَقَّيْنِ حَقًّا وَاحِدًا
مِنْ غَيْرِ تَمْيِيْزٍ وَلاَ فُرْقَانِ

“Allah memiliki hak yang tidak dimiliki selain-Nya, bagi hamba pun ada hak, dan ia adalah dua hak yang berbeda.
Jangan kalian jadikan dua hak itu menjadi satu hak, tanpa memisahkan dan tanpa membedakannya.”
[‘Aqiidatut Tauhiid (hal. 152) oleh Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al-Fauzan]

Allahul musta'an



Tidak ada komentar:

Posting Komentar