Kamis, 11 Juni 2020

Bahaya Sum'ah

Kata sum’ah (السمعة) berasal dari kata سمّع samma’a (memperdengarkan). Kalimat samma’an naasa bi ‘amalihi digunakan jika seseorang menampakkan amalnya kepada manusia yang semula tidak mengetahuinya.

Pengertian sum’ah secara istilah/terminologi adalah sikap seorang muslim yang membicarakan atau memberitahukan amal shalihnya -yang sebelumnya tidak diketahui atau tersembunyi- kepada manusia lain agar dirinya mendapatkan kedudukan dan/atau penghargaan dari mereka, atau mengharapkan keuntungan materi.

Dalam Fathul Bari, Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani mengetengahkan pendapat Imam Izzudin bin Abdussalam yang membedakan antara riya' dan sum’ah. Bahwa riya' adalah sikap seseorang yang beramal bukan untuk Allah; sedangkan sum’ah adalah sikap seseorang yang menyembunyikan amalnya untuk Allah, namun ia bicarakan hal tersebut kepada manusia. Sehingga, menurutnya semua riya' itu tercela, sedangkan sum’ah adalah amal terpuji jika ia melakukannya karena Allah dan untuk memperoleh ridha-Nya, dan tercela jika dia membicarakan amalnya di hadapan manusia.

Allah Ta'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya' kepada manusia…”
(QS. Al-Baqarah : 264)

حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ خَالِدِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ يَكْشِفُ رَبُّنَا عَنْ سَاقِهِ فَيَسْجُدُ لَهُ كُلُّ مُؤْمِنٍ وَمُؤْمِنَةٍ فَيَبْقَى كُلُّ مَنْ كَانَ يَسْجُدُ فِي الدُّنْيَا رِيَاءً وَسُمْعَةً فَيَذْهَبُ لِيَسْجُدَ فَيَعُودُ ظَهْرُهُ طَبَقًا وَاحِدًا

Telah menceritakan kepada kami Adam; Telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Khaalid bin Yaziid dari Sa'iid bin Abu Hilaal dari Zaid bin Aslam dari 'Atha` bin Yasaar dari Abu Sa'iid radhiallahu 'anhu ia berkata; Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

"Rabb kita menampakkan betisnya, maka sujudlah setiap orang mukmin dan mukminah, sehingga yang tersisa hanyalah orang-orang yang ketika di dunia ia sujud karena riya` dan sum'ah. Mereka mencoba untuk sujud, namun punggung mereka kembali tegak."
(HR. Bukhari no. 4919)

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ قَالَ كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ أَبِي عُبَيْدَةَ فَذَكَرُوا الرِّيَاءَ فَقَالَ رَجُلٌ يُكْنَى بِأَبِي يَزِيدَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو يَقُولُ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَمَّعَ النَّاسَ بِعَمَلِهِ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ سَامِعَ خَلْقِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَحَقَّرَهُ وَصَغَّرَهُ

Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim; Telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari 'Amruu bin Murrah dia berkata :

"Aku sedang duduk-duduk di dekat Abi 'Ubaidah, lalu orang-orang menyebut-nyebut tentang riya`. Maka berkatalah seorang laki-laki yang biasa di panggil dengan nama Abu Yaziid, ia berkata; Aku mendengar 'Abdullah bin 'Amruu berkata; Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda :

"Barangsiapa yang dengan amalannya ia ingin didengar (sum'ah) manusia, maka Allah akan memperdengarkannya kepada para pendengar dari hamba-Nya, dan Dia akan mengkerdilkan dan meremehkannya."
(HR. Ahmad no. 6691)

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menerangkan makna hadits :

من سمع سمع الله به

"Yakni siapa yang mengucapkan satu perkataan yang digunakannya untuk beribadah kepada Allah, dia sengaja keraskan suaranya, agar didengar orang lain, lalu dikatakan si Fulan ini banyak dzikirnya, banyak membaca Al Quran dan sebagainya. Orang seperti ini, berarti memperdengarkan dan menampakkan ibadah itu, maka Allah akan membongkar urusannya dan menerangkan aibnya kepada orang lain, sehingga jelas bagi mereka bahwa dia hanya seorang yang riya' atau sum’ah.

Beliau melanjutkan, dalam hadits ini tidak ada batasan apakah di dunia atau akhirat saja. Karena itu, bisa jadi Allah akan membeberkannya di dunia, sehingga orang banyak mengetahui aibnya, bisa pula di akhirat, dan inilah yang lebih berat. Wal’iyaadzubillahi."



Tidak ada komentar:

Posting Komentar