Sabtu, 30 Mei 2020

Larangan Bermain Dadu

Dalam masalah permainan, ada kebebasan memilih selama tidak melakukan yang dilarang Islam. Ada satu permainan yang tersebar di tengah kaum muslimin, namun Islam melarang permainan tersebut. Yaitu, dadu. Sudah sangat ma’ruf. Ketika bermain kartu, bermain monopoli, dadu-lah yang digunakan. Namun Islam sebenarnya melarang permainan yang satu ini. Sebagaimana dibuktikan dalam hadits-hadits yang akan disebutkan dalam tulisan kali ini.

حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ مَرْثَدٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ لَعِبَ بِالنَّرْدَشِيرِ فَكَأَنَّمَا صَبَغَ يَدَهُ فِي لَحْمِ خِنْزِيرٍ وَدَمِهِ

Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb; Telah menceritakan kepada kami 'Abdur Rahman bin Mahdi dari Sufyaan dari 'Alqamah bin Martsad dari Sulaimaan bin Buraidah dari Bapaknya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

"Barangsiapa yang bermain dengan permainan Nardasyir (dadu), maka seolah-olah ia telah melumuri tangannya dengan daging dan darah babi."
(Shahih Muslim no. 2260)

Imam Nawawi mengatakan bahwa hadits ini menunjukkan haramnya bermain dadu karena disamakan dengan daging babi dan darahnya, yaitu sama-sama haram.
(Lihat Syarh Shahih Muslim, 15/16)

Imam Nawawi pun mengatakan,
“Hadits ini sebagai hujjah bagi Syafi’i dan mayoritas ulama tentang haramnya bermain dadu.”
(Syarh Shahih Muslim, 15/15)

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ مُوسَى بْنِ مَيْسَرَةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِنْدٍ عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ لَعِبَ بِالنَّرْدِ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ

Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Maslamah dari Maalik dari Muusa bin Maisarah dari Sa'iid bin Abu Hind dari Abu Muusa Al Asy'ari bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

"Siapa yang bermain-main dengan dadu, maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya."
(Sunan Abu Daud no. 4938)

و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ أَبِي عَلْقَمَةَ عَنْ أُمِّهِ عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ بَلَغَهَا
أَنَّ أَهْلَ بَيْتٍ فِي دَارِهَا كَانُوا سُكَّانًا فِيهَا وَعِنْدَهُمْ نَرْدٌ فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِمْ لَئِنْ لَمْ تُخْرِجُوهَا لَأُخْرِجَنَّكُمْ مِنْ دَارِي وَأَنْكَرَتْ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ

Telah menceritakan kepadaku dari Maalik dari 'Alqamah bin Abu 'Alqamah dari Ibunya dari 'Aisyah isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,

"Telah sampai kabar kepadanya bahwa ada penghuni sebuah rumah di kampungnya memiliki dadu. Maka 'Aisyah mengirim utusan kepada mereka untuk menyampaikan pesan kepada mereka, "Jika kalian tidak mengeluarkannya, niscaya aku akan mengusir kalian dari kampungku'. Dan 'Aisyah pun mengingkari mereka."
(Muwatha' Malik no. 1837)

و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ
أَنَّهُ كَانَ إِذَا وَجَدَ أَحَدًا مِنْ أَهْلِهِ يَلْعَبُ بِالنَّرْدِ ضَرَبَهُ وَكَسَرَهَا
قَالَ يَحْيَى و سَمِعْت قَوْله تَعَالَى يَقُولُ لَا خَيْرَ فِي الشَّطْرَنْجِ وَكَرِهَهَا وَسَمِعْتُهُ يَكْرَهُ اللَّعِبَ بِهَا وَبِغَيْرِهَا مِنْ الْبَاطِلِ وَيَتْلُو هَذِهِ الْآيَةَ
{ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلَّا الضَّلَالُ }

Telah menceritakan kepadaku dari Maalik dari Naafi' dari 'Abdullah bin Umar,

"Bahwa jika dia mendapati salah seorang keluarganya bermain dadu, maka dia memukulnya dan memecahkan dadu tersebut."

Yahya berkata; "Aku mendengar Maalik berkata; 'Tidak ada kebaikan dalam dadu', dia membencinya, dan aku juga mendengar bahwa dia membenci permainan dadu atau yang lainnya yang termasuk hal yang batil, lalu dia membaca ayat ini: '(Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan)' (QS. Yunus : 32)."
(Muwatha' Malik no. 1838)

Dari Kultsum bin Jabr, bahwa sahabat 'Abdullah bin Zubair (yang saat itu memimpin Mekkah) pernah berkhutbah,

بلغني عن رجالٍ من قريشٍ يلعبون بلعبةٍ يقال لها : النردشير.. وإني أحلف بالله لا أوتى برجل لعب بها إلا عاقبته في شعرهِ وبشرهِ ، وأعطيتُ سلبهُ لمن أتاني به

“Telah sampai kepadaku berita bahwa ada beberapa orang Quraisy yang bermain dadu. Saya bersumpah demi Allah, jika ada orang yang ditangkap dan diserahkan kepadaku karena bermain dadu, pasti akan aku hukum dari rambut sampai kulitnya. Dan orang yang melaporkan akan aku beri hadiah berupa harta yang dibawa orang itu.”
(HR. Al-Baihaqi dalam Al-Kubra 10/216 dan dalam Shahih Adabul Mufrad dinyatakan sanadnya hasan)

Sahabat 'Abdullah bin 'Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,

اللاعبُ بالفصين قماراً ؛ كآكلِ لحمِ الخنزيرِ ، واللاعبُ بهما غير قمارٍ ، كالغامسِ يدهُ في دمِ خنزيرٍ

“Bermain dengan dua mata dadu ini dalam rangka berjudi seperti orang yang makan daging babi. Dan orang yang bermain dengan kedua mata dadu tapi tanpa taruhan, seperti orang yang mencelupkan tangannya di darah babi."
(HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad, dan sanadnya dishahihkan Syaikh Al-Albani)

Dari Nafi', bahwa 'Abdullah bin 'Umar radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

النردُ من الميسرِ

“Bermain dadu termasuk judi.”
(HR. Al-Baihaqi, Al-Ajuri dan sanadnya shahih)

Dikisahkan pula bahwa Sa’id bin Jubair ketika melewati orang yang bermain dadu, beliau enggan memberi salam pada mereka.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya, 8/554)

Dari beberapa hadits dan keterangan sahabat di atas, dapat kita simpulkan :

Pertama, bermain dadu hukumnya haram karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakannya dengan menyentuh barang najis, seperti daging babi.

Kedua, tidak diperbolehkan menyimpan dadu. Meskipun tidak untuk digunakan bermain. Karena sikap para sahabat yang membuang dadu dan merusaknya.

Ketiga, para sahabat menilai bermain dadu termasuk judi, meskipun tanpa taruhan. Jika disertai taruhan, lebih terlarang lagi.

Imam Al-Ajuri rahimahullah mengatakan,

واللاعبُ بهذه النرد من غيرِ قمارٍ عاصٍ للهِ عز وجل يجبُ عليه أن يتوبَ إلى الله عز وجل من لهوه بها . فإن لعب بها وقامر فهو أعظمُ لأنه أكل الميسر وهو القمارُ

“Orang yang bermain dadu tanpa taruhan judi, telah bermaksiat kepada Allah, dan dia wajib bertaubat dari permainan ini. Jika dia bermain dadu disertai taruhan, maka dosanya lebih besar, karena dia makan hasil judi.”
(Tahrim An-Nardi was Syatranji, hal. 53)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah juga mengatakan,

وَاللَّعِبُ بِالنَّرْدِ حَرَامٌ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ بِعِوَضِ عِنْدَ جَمَاهِيرِ الْعُلَمَاءِ وَبِالْعِوَضِ حَرَامٌ بِالْإِجْمَاعِ .

“Permainan dadu itu haram meskipun bukan untuk maksud memasang taruhan (judi). Demikian pendapat kebanyakan ulama. Sedangkan jika permainan dadu ditambah dengan taruhan, maka jelas haramnya berdasarkan kesepakatan para ulama (ijma’).”
(Majmu’ Al Fatawa, 32/246)

Keempat, para sahabat mengingkari keras orang yang bermain dadu. Dan ini termasuk kebiasaan mereka yang hampir tidak lagi kita temukan di zaman sekarang.

Kelima, orang yang bermain dadu dianggap sebagai orang yang jatuh wibawanya, sehingga persaksiannya tidak diterima.

Imam As-Saerazi rahimahullah (ulama Syafi'iyah) mengatakan,

ويحرمُ اللعبُ بالنردِ ، وتُردُ به الشهادةُ

"Haram bermain dadu dan persaksiannnya ditolak."
(Al-Muhadzdzab, 3/436)

Setelah memahami ini, seharusnya kita merasa heran ketika ada orang yang melestarikan permainan dadu dengan ular tangga, dan mereka namakan ular tangga islami ??

Syaikh Muhammad Rasyid Ridha rahimahullah berkomentar tentang Dadu,

انه كالازلام يعول فيه على ترك الأسباب والاعتماد على الخط والبخت، فهو يضر بذلك ويغري بالكسل والاتكال على ما يجيء به القدر، أي: فيه معنى الميسر المبني على الكسب بالخط والنصيب دون العمل والجد، وما أشد إفساد هذا في الأمم؟! وما أبعده عن الاسلام الذي يهدي الي الجد والسعي والعمل

"Dadu sebagaimana azlam (mengundi dengan anak panah). Mengajak manusia untuk meninggalkan usaha dan bersandar pada tulisan dan ramalan. Ini membahayakan dan memotivasi orang untuk malas dan pasrah terhadap apa yang diterima, artinya semakna dengan judi. Permainan yang dibangun di atas prinsip dapat harta dengan tulisan dan peluang menang, tanpa bekerja dan berusaha. Sungguh betapa berbahayanya permainan ini bagi masyarakat!! Sangat berbeda dengan islam, yang mengajarkan untuk sungguh-sungguh dalam berusaha dan bekerja."
(Fatawa Muhammad Rasyid Ridha, 3/1167)

Allahul musta'an

Tidak ada komentar:

Posting Komentar