Jumat, 29 Mei 2020

HADITS MUNKAR TENTANG QUNUT SUBUH TERUS MENERUS

Ulama mutaakhirin yang bergelut dalam bidang hadits, mereka memiliki istilah tatkala menyebut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh perawi dhaif menyelisihi haditsnya para perawi tsiqah atau perawi yang diterima haditsnya. Mereka namakan hadits tersebut sebagai hadits “Munkar”. Misalnya apa yang didefinisikan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani Rahimahullah dalam kitab ilmu haditsnya yang berjudul “Nuzhatun Nadhar”, beliau berkata :

وإنْ وقَعَتِ المخالفة معَ الضَّعْفِ؛ فالرَّاجِحُ يُقالُ لهُ: "المَعْروفُ"، ومقابلُهُ يقال له: "المنكَر"

“Jika perselisihannya terjadi antara (perawi yang diterima haditsnya) dengan perawi dhaif, maka yang unggul dikatakan sebagai hadits “ma’ruf” dan lawannya dinamakan hadits “munkar”.

Adapun Imam Adz-Dzahabi memilki definisi lain untuk hadits munkar sebagaimana beliau catat dalam kitabnya “al-Muuqidhah” :

المُنْكَر: وهو ما انفرد الراوي الضعيفُ به

“Al-Munkar adalah apa yang seorang perawi dhaif meriwayatkan sendirian haditsnya”.

Sekarang kita melihat hadits yang dibawakan oleh ulama-ulama yang mensyariatkan qunut Subuh terus menerus, apakah dapat dikatagorikan sebagai hadits munkar atau tidak ?

Sanad yang terbaik yang saya dapatkan terkait hadits qunut subuh terus menerus yang secara jelas dan gamblang yang menunjukkan akan hal tersebut adalah riwayat yang ditulis oleh Imam Abdur Razaq ash-Shan’aniy (w. 211 H) Rahimahullah dalam kitabnya “Al-Mushanaf” (no. 4964), karena ini adalah sanad tsulatsiy, yakni antara beliau dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam hanya melewati tiga perawi perantara. Imam Abdur Razaq Rahimahullah berkata :

عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ، عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: «مَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا»

Dari Abu Ja’far, dari Ar-Rabii’ bin Anas, dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu beliau berkata :

“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam senantiasa qunut pada saat shalat Subuh sampai Beliau meninggal dunia”.

Kemudian melalui jalan inilah Imam Ahmad meriwayatkan hadits di atas dalam kitabnya “Al-Musnad” (no. 12567, cet. Ar-Risaalah), begitu juga beberapa Aimah hadits lainnya.

Hadits Anas Radhiyallahu 'anhu di atas statusnya adalah lemah alias dhaif, disebabkan kelemahan yang ada pada perawinya yang bernama Abu Ja’far yang nama aslinya adalah Isa bin Maahaan. Imam Ibnu Hibban Rahimahullah berkomentar terhadap beliau :

كان ينفرد عن المشاهير بالمناكير ، لا يعجبنى الاحتجاج بحديثه إلا فيما وافق الثقات

“(Abu Ja’far) menyendiri dalam meriwayatkan hadits-hadits munkar dari para perawi yang masyhur, aku tidak suka berhujjah dengan haditsnya, kecuali jika bersesuaian dengan para perawi tsiqah.”
(Tahdzibut Tahdziib)

Dan terbukti Abu Ja’far ini menyelisihi para perawi tsiqah yang meriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, sebagaimana ditulis juga oleh Imam Abdur Razaq Rahimahullah dengan sanad tsulatsiy juga (no. 4029) :

أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ أَنَسٍ: «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ شَهْرًا فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ، يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ، عُصَيَّةَ، وَذَكْوَانَ، وَرِعْلٍ، وَلِحْيَانَ، وَكُلُّهُمْ مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ»

Telah mengabari kami Ma’mar, dari ‘Aashim dari Anas Radhiyallahu 'anhu :

"Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam qunut subuh selama sebulan, Beliau mendoakan beberapa suku dari bangsa Arab seperti ‘Ushayyah, Dzakwaan, Ri’l, dan Lihyaan dan semuanya dari Bani Sulaim”.

Ma’mar bin Raasyid (w. 154 H) adalah Imam yang masyhur yang berasal dari negeri Yaman, perawi tsiqah yang dijadikan hujjah oleh Bukhari-Muslim. Begitu juga dengan ‘Aashim bin Sulaiman Al-Ahwal, perawi tsiqah yang dijadikan hujjah juga oleh Bukhari-Muslim. Oleh sebab itu, sanad hadits ini memenuhi syarat Bukhari-Muslim.

Bahkan Imam Bukhari juga meriwayatkan hadits Anas Radhiyallahu 'anhu yang menunjukkan bahwa itu adalah qunut nazilah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam selama sebulan, akibat pembunuhan yang dilakukan oleh beberapa suku arab terhadap para utusan beliau yang terkenal sebagai ahlu quraa` yang kejadiannya berada di dekat sumur Ma’unah. Imam Bukhari (no. 4090) berkata :

حَدَّثَنِي عَبْدُ الأَعْلَى بْنُ حَمَّادٍ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رِعْلًا، وَذَكْوَانَ، وَعُصَيَّةَ، وَبَنِي لَحْيَانَ، اسْتَمَدُّوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عَدُوٍّ، فَأَمَدَّهُمْ بِسَبْعِينَ مِنَ الأَنْصَارِ، كُنَّا نُسَمِّيهِمْ القُرَّاءَ فِي زَمَانِهِمْ، كَانُوا يَحْتَطِبُونَ بِالنَّهَارِ، وَيُصَلُّونَ بِاللَّيْلِ، حَتَّى كَانُوا بِبِئْرِ مَعُونَةَ قَتَلُوهُمْ وَغَدَرُوا بِهِمْ، فَبَلَغَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «فَقَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو فِي الصُّبْحِ عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ العَرَبِ، عَلَى رِعْلٍ، وَذَكْوَانَ، وَعُصَيَّةَ، وَبَنِي لَحْيَانَ»

Telah menceritakan kepadaku Abdul A’laa bin Hammaad; Telah menceritakan kepada kami Yaziid bin Zurai’; Telah menceritakan kepada kami Sa’iid, dari Qataadah, dari Anas bin Maalik Radhiyallahu 'anhu,

"Bahwa Ri’lan, Dzakwaan, ‘Ushayyah dan bani Lahyaan meminta bantuan perlindungan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam dalam menghadapi musuh-musuh mereka, maka Beliau pun mengutus 70 orang Anshar, yang kami menjuluki mereka sebagai ahlu quraa` pada zamannya, mereka mencari kayu bakar pada siang hari dan menjalankan shalat pada malam hari, sampai tibalah di sumur ma’unah. Namun mereka ternyata membunuh ahlu quraa` tersebut dan mengkhianatinya, lalu ketika hal ini sampai kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, Beliau pun melakukan qunut selama sebulan pada waktu shalat subuh mendoakan kejelekan kepada beberapa suku arab tersebut, kepada Ri’l, Dzakwaan, ‘Ushayyah dan Bani Lahyaan”.

Dalam riwayat Imam Ibnu Abi Syaibah (w. 235 H) Rahimahullah dalam kitabnya “Al-Mushanaf” (no. 6981) yang sanadnya tidak kalah shahih juga, dengan lafazh :

حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ مُعَاذٍ، عَنِ التَّيْمِيِّ، عَنْ أَبِي مِجْلَزٍ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: «إِنَّمَا قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ شَهْرًا، يَدْعُو عَلَى رِعْلٍ، وَذَكْوَانَ»

Telah menceritakan kepada kami Mu’aadz bin Mu’aadz, dari At-Tamiimiy, dari Abi Mijlaz, dari Anas Radhiyallahu 'anhu beliau berkata :

“Sesungguhnya hanyalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam berqunut subuh selama sebulan, Beliau mendoakan kejelekan kepada Ri’l dan Dzakwaan”.

Mu’aadz bin Mu’aadz (w. 196 H), Imam Ahmad berkomentar terhadapnya bahwa beliau adalah perawi yang mencapai puncak kekokohan di Bashrah, dipakai juga oleh Bukhari-Muslim; At-Tamiimiy adalah Sulaiman bin Tharkhan (w. 143 H), perawi tsiqah dipakai juga oleh Bukhari-Muslim; Abi Mijlaz Laahiq bin Hamiid (w. 106 H), perawi tsiqah, dijadikan hujjah oleh Bukhari-Muslim juga. Berdasarkan hal ini, maka sanad hadits ini shahih sesuai dengan persyaratan Bukhari-Muslim.

Dari keterangan di atas, maka tidak diragukan lagi bahwa hadits riwayat Abu Ja’far dari Anas Radhiyallahu 'anhu yang memarfu’kan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam senantiasa melakukan qunut subuh terus menerus adalah hadits munkar, karena perawi dhaif ini menyelisihi para perawi tsiqah yang sama-sama meriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah hanyalah melakukan qunut subuh selama sebulan dalam rangka qunut nazilah, bukan semata-mata bagian dari shalat subuh itu tersendiri.

Seorang anak yang shalih yaitu Abu Malik Sa’ad bin Thaariq Al-Asyja’iy (w. 140 H) bertanya kepada bapaknya yang merupakan sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam yaitu Thaariq Radhiyallahu 'anhu :

يَا أَبَتِ، صَلَّيْتَ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَخَلْفَ أَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ فَهَلْ رَأَيْتَ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقْنُتُ؟ فَقَالَ: «يَا بُنَيَّ هِيَ مُحْدَثَةٌ»

“Wahai Ayahanda, engkau pernah shalat di belakang Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, juga di belakang Abu Bakar, 'Umar dan 'Utsmaan, apakah engkau melihat mereka semuanya melakukan qunut?, jawab Bapaknya : “wahai ananda, itu adalah muhdats (bid’ah)”.

Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah dalam “Al-Mushanaf” (no. 6961 dan 6963) dari jalan Hafsh bin Ghiyats dan 'Abdullah bin Idris dari Abu Malik Sa’ad Al-Asyja’iy di atas. Kedua guru Imam Ibnu Abi Syaibah di atas adalah perawi tsiqah yang dijadikan hujjah oleh Bukhari-Muslim. Sehingga berdasarkan hal ini, sanad atsar tersebut shahih tanpa syak lagi.

Wallahu a’lam bish-Shawaab





Tidak ada komentar:

Posting Komentar