Sabtu, 21 September 2024

Benarkah Hadits Keutamaan Membaca Surah Yasin di Malam Hari adalah Shahih ?

Diriwayatkan oleh Ad-Darimi dalam kitab Sunannya no. 3460 :

قال : حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ شُجَاعٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، حَدَّثَنِي زِيَادُ بْنُ خَيْثَمَةَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُحَادَةَ، عَنْ الْحَسَنِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ قَرَأَ يس فِي لَيْلَةٍ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ، غُفِرَ لَهُ فِي تِلْكَ اللَّيْلَةِ»

Telah menceritakan kepada kami Al Waliid bin Syujaa'; Telah menceritakan kepadaku Ayahku; Telah menceritakan kepadaku Ziyaad bin Khaitsamah, dari Muhammad bin Juhaadah, dari Al Hasan, dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah ﷺ bersabda :

"Barangsiapa yang membaca surah Yasin di suatu malam mengharapkan wajah Allah maka diampuni dosanya pada malam itu".

Sanad hadits ini lemah karna terputus, penerimaan hadits Al-Hasan Al-Bashri[1] (w. 110 H) dari Abu Hurairah diperselisihkan apakah Hasan pernah mendengar hadits langsung dari Abu Hurairah apa tidak? Kebanyakan ulama mengatakan tidak dan sebagian lainnya mengatakan iya. Akan tetapi Hasan seorang mudallis (sering meriwayatkan hadits yang tidak ia dengar langsung dari gurunya), riwayatnya tidak diterima kecuali memakai lafazh yang jelas menunjukkan bahwa ia mendengarnya langsung dari gurunya seperti "sami'tu, haddatsanii, akhbaranii" atau semisalnya, sedangkan dalam hadits ini ia mengatakan ('an) salah satu lafazh yang tidak jelas apakah ia dengar langsung dari gurunya atau tidak.

Diriwayatkan juga oleh Thabrani dalam kitabnya Mu’jamul Ausath dan As-Shaghir dari Abu Hurairah, tetapi dalam sanadnya ada rawi Aghlab bin Tamim. Kata Imam Bukhari, ia munkarul hadits. Kata Ibnu Ma’in, ia tidak ada apa-apanya (tidak kuat). 
(Mizanul I’tidal 1/273-274 dan Lisanul Mizan 1/464-465)

Dengan sanad dan lafazh yang sama, hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitabnya Ash-Shahih (6/312 no. 2574) dan Al-Mawaarid (no. 665)  :

قال: أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، مَوْلَى ثَقِيفٍ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ شُجَاعِ بْنِ الْوَلِيدِ السَّكُونِيُّ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ خَيْثَمَةَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جُحَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ جُنْدُبٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:  «مَنْ قَرَأَ يس فِي لَيْلَةٍ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ غُفِرَ لَهُ»

Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Ishaaq bin Ibraahiim maula Tsaqiif; Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid bin Syujaa’ bin Al-Waliid As-Sakuuniy; Telah menceritakan kepada kami Ayahku; Telah menceritakan kepada kami Ziyaad bin Khaitsamah; Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Juhaadah, dari Al-Hasan, dari Jundab ia berkata; Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : 

“Barangsiapa yang membaca surat Yaasiin di malam hari dengan mengharap wajah Allah, maka ia akan diampuni”.

Akan tetapi riwayat ini mengganti Abu Hurairah dengan Jundab radhiyallahu 'anhuma, ini bisa menunjukkan bahwa riwayat ini terjadi kesimpang-siuran.

Namun Al-Hafizh menyatakan bahwa Al-Hasan mendengar hadits dari Jundab. Beliau rahimahullah berkata dalam kitabnya Tahdzib At-Tahdzib :
”Dia meriwayatkan dari Ubay bin Ka’b, Sa’d bin 'Ubadah, 'Umar bin Al-Khaththab padahal dia tidak pernah bertemu dengan mereka. Dia juga meriwayatkan dari Tsauban, ’Ammar bin Yasir, Abu Hurairah, 'Utsman bin Abu Al-'Ash, Ma’qil bin Sinan padahal dia tidak mendengar langsung dari mereka. Dan (dia juga meriwayatkan) dari 'Utsman, 'Ali, Abu Musa, Abu Bakrah, 'Imran bin Hushain, JUNDAB AL-BAJALI, Ibnu 'Umar, Ibnu 'Abbas, Ibnu 'Amr bin Al-'Ash, Mu’awiyah, Ma’qil bin Yasar, Anas, Jabir dan banyak sahabat Nabi shallallahu'alaihi wasallam yang lain serta para tabi’in.”

Dari sini kita bisa paham bahwa mulai dari nama 'Utsman sampai kepada Jabir maka pendengaran Al-Hasan akan hadits mereka tak perlu diragukan. Wallahu a’lam.

Bukti paling konkrit bahwa Al-Hasan Al-Bashri memang mendengar langsung dari Jundab adalah sebagaimana riwayat Al-Bukhari dalam Shahihnya hadits nomor 3463, kitab Ahadits Al-Anbiya`, bab: Maa Dzukira ’an Bani Israail. Hadits yang sama juga terdapat dalam Shahih Muslim, no. 113. Hadits ini menceritakan seorang yang mati bunuh diri dan Allah mengharamkan surga untuknya.

Al-Hasan Al-Bashri memang dikenal sebagai mudallis. Namun, dia masuk dalam katagori mudallis yang tidak parah. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Thabaqatul Mudallisin (atau nama lainnya Ta’rif Ahli At-Taqdis bi Maratib Al-Maushufin bi At-tadlis) memasukkannya dalam peringkat kedua dari golongan para mudallis (Lihat kitab tersebut pada biografi nomor 40). Artinya, bila memang benar dia pernah mendengar dari syaikhnya maka tadlisnya bisa diterima, apalagi ‘an’anah-nya masuk dalam syarat Al-Bukhari dan Muslim.

Tidak dipungkiri bahwasannya Jundab radhiyallaahu ‘anhu memang syaikh (guru) dari Hasan Al-Bashri rahimahullah dimana ia pernah bertemu dengannya dan mendengarkan hadits/riwayat darinya. Namun harus diingat bahwa di sini Al-Hasan telah melakukan tadlis isnad. Pertemuan dan periwayatan dengan as-sama’ secara umum tidaklah langsung menshahihkan semua riwayat Al-Hasan (begitu juga perawi mudallis lainnya) yang dibawakan dengan ‘an’anah dari Jundab. Riwayat Al-Hasan dari Jundab radhiyallaahu ‘anhu dikatakan shahih jika ada penjelasan tentang penyimakan hadits yang ia riwayatkan.

Adapun definisi tadlis isnad adalah :

أن يَرْوِيَ الراوي عمن قد سمع منه ما لم يسمع منه من غير أن يذكر سمعه منه.... ومعنى هذا التعريف أن تدليس الإسناد أن يروي الراوي عن شيخ قد سَمِعَ منه بعض الأحاديث، لكن هذا الحديث الذي دلسه لم يسمعه منه ، وإنما سمعه من شيخ آخر عنه ، فيٌسْقِطٌ ذلك الشيخَ ويرويه عنه بلفظ محتمل للسماع وغيره ، كـ " قال " أو " عن " ليوهم غيره أنه سمعه منه ، لكن لا يصرح بأنه سمع منه هذا الحديث فلا يقول : " سمعت " أو " حدثني " حتى لا يصير كذاباً بذلك ، ثم قد يكون الذي أسقطه واحداً أو أكثر

“Jika si perawi meriwayatkan hadits yang tidak pernah ia dengar dari orang yang pernah ia dengar haditsnya; tanpa menyebutkan bahwa perawi tersebut mendengar hadits itu darinya….. Penjelasan definisi tadlis isnad ini adalah bahwa seorang perawi meriwayatkan beberapa hadits yang ia dengar dari seorang syaikh (guru), namun hadits yang ia tadlis­-kan tidak pernah ia dengar dari gurunya itu. Hadits itu ia dengar melalui (perantara) syaikh yang lain, dari syaikh-nya yang pertama tadi. Orang tersebut (si mudallis) menggugurkan syaikh yang menjadi perantara, dan kemudian ia (si mudallis) meriwayatkan darinya (syaikh yang pertama) dengan lafazh yang mengandung kemungkinan mendengar (samaa’) atau yang semisalnya; seperti lafazh قَالَ (telah berkata) atau عَنْ (dari) – agar orang lain menyangka bahwa ia telah mendengar dari syaikh tersebut. Padahal tidak benar orang itu telah mendengar hadits ini. Ia tidak mengatakan سَمِعْتُ (aku telah mendengar) atau حَدَّةَنِيْ (telah menceritakan kepadaku), sehingga ia tidak bisa disebut sebagai pendusta atas perbuatan itu. Orang yang ia gugurkan tadi bisa satu orang atau lebih.” 
(Lihat Taisiru Mushthalahil-Hadiits oleh Dr. Mahmud Ath-Thahhaan hal. 62 dan Ta’riifu Ahlit-Taqdiis bi-Maraatibil-Maushuufiina bit-Tadliis oleh Ibnu Hajar hal. 10, tahqiq : Dr. ‘Abdul-Ghaffaar Sulaiman & Muhammad bin Ahmad ‘Abdil-‘Aziiz)

Definisi di atas adalah definisi yang diberikan oleh Al-Bazzaar, Ibnu ‘Abdil-Barr, Ibnul-Qaththaan, Ibnu Hajar, As-Sakhawiy, dan yang lainnya [lihat Al-Jawaahirus-Sulaimaaniyyah oleh Abul-Hasan Al-Ma’ribiy, hal. 259]. Dan definisi inilah yang lebih tepat.

Adapun penyikapan atas ‘an’anah Al-Hasan Al-Bashri, maka sikap pertengahan dalam hal ini adalah : ‘An’anah Al-Hasan Al-Bashri diterima apabila ia meriwayatkan dari selain shahabat (yaitu tabi’in). Adapun ‘an’anah-nya dari shahabat, maka tidak diterima hingga ia menyatakan secara jelas (tashriih) atas penyimakan riwayatnya. Inilah yang dijelaskan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah (lihat Ash-Shahiihah, 2/511) yang kemudian disepakati oleh Asy-Syaikh Abul-Hasan Mushthafa As-Sulaimaniy hafizhahullah. Apalagi melihat kenyataan bahwa Al-Hasan banyak meng-irsal-kan hadits. Walaupun keduanya mempunyai tafshil yang berbeda, namun intinya adalah sama.

Adapun berdalil diterimanya ‘an’anah Al-Hasan dari Jundab dengan dasar apa yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, maka ini kurang tepat. Tidak lain dikarenakan riwayat Al-Hasan dari Jundab dalam Shahihain telah disebutkan secara jelas dijelaskan penyimakannya.

حدثنا محمد قال حدثنا حجاج حدثنا جرير عن الحسن حدثنا جُنْدب بن عبد الله....

Telah menceritakan kepada kami Muhammad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hajjaaj : Telah menceritakan kepada kami Jariir, dari Al-Hasan : Telah menceritakan kepada kami Jundab bin ‘Abdillah……… 
(Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 3463)

وحدثنا محمد بن أبي بكر المقدمي. حدثنا وهب بن جرير. حدثنا أبي. قال: سمعت الحسن يقول: حدثنا جندب بن عبدالله البجلي في هذا المسجد

Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abi Bakr Al-Muqaddamiy : Telah menceritakan kepada kami Wahb bin Jariir : Telah menceritakan kepada kami ayahku, ia berkata : Aku mendengar Al-Hasan berkata : Telah menceritakan kepada kami Jundab bin ‘Abdillah Al-Bajaliy tentang hadits masjid…. 
(Diriwayatkan oleh Muslim no. 113)

Memang benar ada di riwayat lain Al-Hasan Al-Bashri menggunakan lafazh "sami'tu" (aku dengar) sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Ya'laa (307 H) dalam kitabnya Al-Musnad (11/93, no. 6224) :

قال : حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ أَبِي إِسْرَائِيلَ، حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ هِشَامِ بْنِ زِيَادٍ، عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ قَرَأَ يس فِي لَيْلَةٍ أَصْبَحَ مَغْفُورًا لَهُ، وَمَنْ قَرَأَ حم الَّتِي يُذْكَرُ فِيهَا الدُّخَانُ فِي لَيْلَةِ الْجُمُعَةِ أَصْبَحَ مَغْفُورًا لَهُ»

Akan tetapi dalam sanadnya ada rawi yang bernama Hisyam bin Ziyad[2]; periwayatan haditsnya ditolak (matruuk) sebagaimana dikatakan oleh An-Nasa'i dan yang lainnya.
(Lihat Silsilah Hadits Dhaif, 14/293, no. 6623)

Dengan sanad yang lain diriwayatkan juga oleh Al-Ashbahani (w. 535 H) dalam kitabnya At-Targiib wa At-Tarhiib (no. 948) :

من طريق زيد بن الحريش، ثنا الأغلب بن تميم، ثنا أيوب ويونس، عن الحسن عن أبي هريرة -رضي الله عنه- قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((من قرأ سورة يس في ليلة الجمعة غفر له))

"Barangsiapa yang membaca surah Yasin di malam Jum'at maka dosanya diampuni".

Sanad hadits ini sangat lemah, Imam Bukhari dan Ibnu Hibban mengatakan: Al-Aglab bin Tamim[3], periwayatan haditsnya mungkar. Dan Zaid bin Al-Harisy[4], Ibnu Hibban mengatakan: Terkadang ia melakukan kesalahan. Sedangkan Ibnu Al-Qaththan mengatakan: Ia tidak diketahui kedudukan riwayatnya (majhuul haal).

Kesimpulannya : Hadits ini adalah dha’if, salah satunya karena ‘an’anah Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah. Pendha’ifan ‘an’anah dalam hadits ini dinyatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani, Asy-Syaikh Al-Arna’uth, dan Asy-Syaikh Husain Salim Asad rahimahumullah. 

Tidak Ada Satupun Hadits Shahih Terkait Keutamaan Khusus Surah Yasin

Terkait dengan hadits-hadits tentang keutamaan secara khusus membaca surah Yasin, maka para ulama kita telah melakukan penelitian dan berikut hasilnya yang mudah saya dapati :

1. Seluruh riwayat yang datang terkait keutamaan surah Yasin itu dha'if atau palsu sebagai penelitian Syaikhunaa Al-Albani rahimahullah dalam kitab-kitabnya. 
(https://www.alnssabon.com/t60493.html)

2. Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajid hafizhahullah berkata :

قد وردت عدة أحاديث في فضائل هذه السورة ، أكثرها مكذوبة موضوعة ، وبعضها ضعيف ضعفا يسيرا ، ولم نقف على حديث صحيح مخصوص في فضل سورة ( يس ) .

"Telah datang beberapa hadits terkait keutamaan surat ini (yakni Yasin), mayoritasnya dusta palsu, sebagiannya dhaif yang ringan kedhaifannya, kami tidak mendapati hadits shahih yang khusus berbicara terkait keutamaan surat Yasin."
(https://islamqa.info/ar/answers/75894/)

3. Tim Islamweb berfatwa :

فقد وردت أحاديث في فضائل السور المذكورة على وجه الخصوص، ولكن ما وقفنا عليه ‏منها قد صرح الحفاظ بأنه إما ضعيف وإما موضوع. ولا نعلم حديثاً يثبت عن رسول الله ‏صلى الله عليه سلم في فضلهن خصوصاً، وإن كن يدخلن في الأحاديث الصحيحة الكثيرة ‏الواردة في فضل القرآن وقراءته.‏

"Telah datang hadits-hadits terkait keutamaan surat yang disebutkan (Yasin) secara khusus, namun apa yang kami mendapati padanya telah tegas para Hufazh hadits bahwasanya hadits-hadits tersebut entah dhaif atau palsu.

Kami tidak tahu sebuah hadits pun yang valid dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terkait keutamaannya secara khusus, sekalipun begitu surat Yasin masuk kepada hadits-hadits yang shahih yang sangat banyak yang datang terkait keutamaan Al Qur`an dan membacanya."
(https://www.islamweb.net/ar/fatwa/7008/).

Allahu a'lam

Catatan kaki :

[1] Lihat biografi Al-Hasan Al-Bashri dalam kitab: Tahdzibul Kamal 6/95, Siyar A'lam An-Nubala' karya Adz-Dzahabiy 4/563, Tahdziib At-Tahdziib karya Ibnu Hajar 1/388.

[2] Lihat biografi Hisyam bin Ziyad dalam kitab: Adh-Dhu’afaa’ karya An-Nasa’iy hal.245, Adh-Dhu’afaa’ karya Al-‘Uqailiy 4/339, Adh-Dhu’afaa’ karya Ibnu Jauziy 3/174.

[3] Lihat biografi Al-Aglab bin Tamim dalam kitab: Adh-Dhu’afaa’ karya An-Nasa’iy hal.156, Adh-Dhu’afaa’ karya Al-‘Uqailiy 1/117, Al-Majruhiin karya Ibnu Hibban 1/175, Adh-Dhu’afaa’ karya Ibnu Jauziy 1/127, Miizaan Al-I’tidaal 1/439, Lisaan Al-Miizaan 2/215.

[4] Lihat biografi Zaid bin Al-Harisy dalam kitab: Ats-Tsiqaat karya Ibnu Hibban 8/251, Lisaan Al-Miizaan 3/550.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar