Ibunda 'Aisyah radhiyallahu'anha berkata :
دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ سَخَّنْتُ مَاءً فِي الشَّمْسِ ، فَقَالَ : لَا تَفْعَلِي يَا حُمَيْرَاءُ فَإِنَّهُ يُورِثُ الْبَرَصَ
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk menemuiku sementara saya telah menghangatkan air dengan sinar matahari. Maka beliau bersabda, “Jangan kamu lakukan itu wahai Humaira karena itu bisa menyebabkan penyakit kusta.”
Keterangan hadits :
Hadits ini diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni (1/38), Ibnu Adi dalam Al-Kamil (3/912) dan Al-Baihaqi (1/6) dari jalan Khalid bin Isma'il dari Hisyam bin 'Urwah dari ayahnya dari 'Aisyah.
Imam Ad-Daraquthni rahimahullah berkata setelah meriwayatkannya :
“Hadits yang sangat aneh, Khalid bin Isma'il adalah rawi yang matruk (ditinggalkan haditsnya).”
Imam Al-Baihaqi rahimahullah berkata, “Tidak shahih.”
Imam Ibnu 'Adiy rahimahullah berkata tentang Khalid ini :
كَانَ يَضَعُ الْحَدِيثَ
“Dia sering membuat hadits palsu.”
Khalid didukung oleh tiga orang lainnya yang juga meriwayatkan dari Hisyam, yaitu :
1. Wahb bin Wahb Abu Al-Bakhtari. Diriwayatkan oleh Ibnu Adi (3/912) dan Ibnu Hibban dalam Al-Majruhin (3/75). Imam Ibnu Adi berkata, “Wahb lebih buruk keadaannya daripada Khalid.”
2. Al-Haitsam bin 'Adiy. Diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni dalam Al-Afrad sebagaimana dalam Al-La`ali` Al-Mashnuah (2/5). Al-Haitsam ini dihukumi sebagai pendusta oleh Yahya bin Ma'in.
3. Muhammad bin Marwan As-Suddi. Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Ausath (5743). As-Suddi ini adalah rawi yang matruk.
Imam Burhanuddin Ibnu Muflih Al-Hambali rahimahullah mengatakan :
وَحَدِيثُ عَائِشَةَ فِي بَعْضِ طُرُقِهِ إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ، وَفِي بَعْضِهَا الْهَيْثَمُ بْنُ عَدِيٍّ، وَفِي بَعْضِهَا وَهْبُ بْنُ وَهْبٍ أَبُو الْبَخْتَرِيِّ، وَكُلُّهُمْ ضُعَفَاءُ،
"Hadits 'Aisyah pada sebagian jalurnya (thuruq) ada Al-Haitsam bin 'Adiy dan juga sebagian jalur lain ada Wahb bin Wahb Abul Bakhtari kesemuanya itu perawi lemah."
[Al-Mubdi', 1/26]
Hadits ini mempunyai jalan lain dari 'Urwah. Diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni (1/38) dan Al-Baihaqi (1/6) dari jalan 'Amr bin Muhammad Al-A’sam dari Fulaih dari Az-Zuhri dari 'Urwah dari 'Aisyah dengan lafazh :
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang kami untuk berwudhu atau mandi dengan air yang dihangatkan dengan sinar matahari. Dan beliau bersabda, “Itu mengakibatkan penyakit kusta.”
Imam Ad-Daraquthni rahimahullah berkata :
“Amr bin Muhammad adalah rawi yang mungkarul hadits (mungkar haditsnya) dan hadits ini tidak benar dari Az-Zuhri.” Ibnu Hibban berkata tentang Amr ini, “Dia sering membuat hadits palsu.”
[Diterjemahkan dari kitab At-Talkhish Al-Habir: 1/140-142 karya Al-Hafizh Ibnu Hajar dengan sedikit ringkasan]
Imam Al ‘Uqaili rahimahullah mengatakan :
ليس في الماء المشمس شئ يصح مسندا
“Tidak ada hadits shahih yang menyatakan bermasalahnya menggunakan air musyammas.”
[Adh-Dhu’afaa’, 2/176]
Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan :
المشهور من مذهبنا كراهة الطهارة بالماء المشمس (والمختار) أنه لا يكره لأن الحديث المروي فيه عن عائشة رضي الله عنها، والأثر عن ابن عمر رضي الله تعالى عنهما ضعيفان جدا؛ وخوف البرص لا يعرفه إلا الأطباء. وقال الشافعي: لا أُكَرِّه المشمس إلا أن يكون من جهة الطب.
"Pendapat yang masyhur dalam madzhab kita adalah makruhnya thaharah dengan air musyammas (air yang dipanaskan dengan sinar matahari). Sedangkan pendapat yang terpilih (al-mukhtar), ia tidak makruh, karena hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang hal ini, dan atsar dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ta’ala ‘anhuma sangat lemah (dha’if jiddan), dan kekhawatiran munculnya penyakit kusta adalah wilayah yang hanya diketahui oleh para dokter. Asy-Syafi’i berkata: Aku tidak memakruhkan air musyammas, kecuali dari sisi kesehatan."
[Fatawa Al-Imam An-Nawawi (Al-Masail Al-Mantsurah), Disusun oleh murid beliau: Imam ‘Alauddin Ibn Al-‘Aththar, Penerbit Dar Al-Basyair Al-Islamiyyah, Beirut, Lebanon, Cetakan Ke-6 (1417 H/1996 M), Kitab Ath-Thaharah, Mas’alah no. 7, hlm. 17]
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah ta'ala berkata :
فإن سخن بالشمس، أو بطاهر، لم تكره الطهارة به.
"Jika dipanaskan dengan matahari (di bawa sinar terik matahari) atau dipanaskan sesuatu benda yang suci maka tidaklah makruh untuk dipakai bersuci."
Beliau juga berkata dalam Al-Muqni' :
أو سخن بالشمس أو بطاهر، فهذا كله طاهر مطهّر
"Atau dipanaskan di bawah terik matahari atau dipanaskan dengan seuatu benda yang suci maka kesemuanya itu suci mensucikan."
[Al-Muqni', hal 22]
Demikian pula Ibnu Qudamah rahimahullah ta'ala berkata :
ولا تُكْرَهُ الطهارةُ بالماء المُشَمَّس
"Tidak dimakruhkan bersuci dengan air yang dipanaskan di bawah terik matahari (musyammas)."
[Al-Mughni, 1/28]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Al-Harrani Al-Hambali rahimahullah ta'ala berkata :
ولا يكره المشمس ولا المسخن بطاهر إلا إذا اشتد حره
"Dan tidaklah makruh air musyammasy (air dipanaskan di bawah terik sinar matahari) atau dipanaskan dengan sesuatu benda yang suci kecuali jika kondisi suhu sangat panas."
[Al-Muharrar, 1/2]
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah ta'ala berkata :
وحُكِىَ عن أهلِ الطِّبِّ أنهم لا يعرفون لذلك تأثيرًا في الضَّرر.
"Dikisahkan dari para pakar kedokteran bahwa mereka tidak mengenal hal itu punya pengaruh yang berdampak berbahaya."
[Al-Mughni, 1/29]
Kesimpulannya bahwa air musyammas boleh dipakai bersuci dan tidak makruh.
Allahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar