Kamis, 19 November 2020

Akhlak yang Dicintai Allah

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بَزِيعٍ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ عَنْ قُرَّةَ بْنِ خَالِدٍ عَنْ أَبِي جَمْرَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِأَشَجِّ عَبْدِ الْقَيْسِ إِنَّ فِيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ الْحِلْمُ وَالْأَنَاةُ

قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ وَفِي الْبَاب عَنْ الْأَشَجِّ الْعَصَرِيِّ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Abdullah bin Bazii'; Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Al Mufadhdhal, dari Qurrah bin Khaalid, dari Abu Jamrah, dari Ibnu 'Abbaas, 

"Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Asyaj bin 'Abdil Qais : 

"Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua sifat yang dicintai oleh Allah, yaitu santun/lemah lembut (tidak mudah marah) dan sifat sabar (kehati-hatian)." 

Berkata Abu 'Iisa: Ini merupakan hadits hasan shahih gharib dan hadits semakna diriwayatkan dari Asyaj Al 'Ashriy.

(HR. Tirmidzi no. 2011)

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنَا يُونُسُ قَالَ زَعَمَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ قَالَ أَشَجُّ بْنُ عَصَرٍ

قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ فِيكَ خُلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ قُلْتُ مَا هُمَا قَالَ الْحِلْمُ وَالْحَيَاءُ قُلْتُ أَقَدِيمًا كَانَ فِيَّ أَمْ حَدِيثًا قَالَ بَلْ قَدِيمًا قُلْتُ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَبَلَنِي عَلَى خُلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا

Telah menceritakan kepada kami Ismaa'iil ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Yuunus ia berkata; 'Abdurrahman bin Abu Bakrah berdalih dengan berkata; Asyajj bin 'Ashr berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku : 

"Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua sifat yang keduanya dicintai oleh Allah 'azza wajalla." Saya bertanya, "Sifat apakah itu?" beliau menjawab, "Al Hilmu (santun) dan rasa malu (sopan)." Saya bertanya lagi, "Apakah kedua sifat itu telah ada padaku sejak lama atau baru melekat?" beliau menjawab: "Sejak lama." Saya berkata, "Segala puji Allah yang telah memberiku dua sifat yang dicintai-Nya."

(HR. Ahmad no. 17160)

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ عَنْ قَتَادَةَ قَالَ حَدَّثَنَا مَنْ لَقِيَ الْوَفْدَ الَّذِينَ قَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ عَبْدِ الْقَيْسِ قَالَ سَعِيدٌ وَذَكَرَ قَتَادَةُ أَبَا نَضْرَةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ فِي حَدِيثِهِ هَذَا أَنَّ أُنَاسًا مِنْ عَبْدِ الْقَيْسِ قَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِنَّا حَيٌّ مِنْ رَبِيعَةَ وَبَيْنَنَا وَبَيْنَكَ كُفَّارُ مُضَرَ وَلَا نَقْدِرُ عَلَيْكَ إِلَّا فِي أَشْهُرِ الْحُرُمِ فَمُرْنَا بِأَمْرٍ نَأْمُرُ بِهِ مَنْ وَرَاءَنَا وَنَدْخُلُ بِهِ الْجَنَّةَ إِذَا نَحْنُ أَخَذْنَا بِهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آمُرُكُمْ بِأَرْبَعٍ وَأَنْهَاكُمْ عَنْ أَرْبَعٍ اعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَصُومُوا رَمَضَانَ وَأَعْطُوا الْخُمُسَ مِنْ الْغَنَائِمِ وَأَنْهَاكُمْ عَنْ أَرْبَعٍ عَنْ الدُّبَّاءِ وَالْحَنْتَمِ وَالْمُزَفَّتِ وَالنَّقِيرِ قَالُوا يَا نَبِيَّ اللَّهِ مَا عِلْمُكَ بِالنَّقِيرِ قَالَ بَلَى جِذْعٌ تَنْقُرُونَهُ فَتَقْذِفُونَ فِيهِ مِنْ الْقُطَيْعَاءِ قَالَ سَعِيدٌ أَوْ قَالَ مِنْ التَّمْرِ ثُمَّ تَصُبُّونَ فِيهِ مِنْ الْمَاءِ حَتَّى إِذَا سَكَنَ غَلَيَانُهُ شَرِبْتُمُوهُ حَتَّى إِنَّ أَحَدَكُمْ أَوْ إِنَّ أَحَدَهُمْ لَيَضْرِبُ ابْنَ عَمِّهِ بِالسَّيْفِ قَالَ وَفِي الْقَوْمِ رَجُلٌ أَصَابَتْهُ جِرَاحَةٌ كَذَلِكَ قَالَ وَكُنْتُ أَخْبَؤُهَا حَيَاءً مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ فَفِيمَ نَشْرَبُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فِي أَسْقِيَةِ الْأَدَمِ الَّتِي يُلَاثُ عَلَى أَفْوَاهِهَا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَرْضَنَا كَثِيرَةُ الْجِرْذَانِ وَلَا تَبْقَى بِهَا أَسْقِيَةُ الْأَدَمِ فَقَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنْ أَكَلَتْهَا الْجِرْذَانُ وَإِنْ أَكَلَتْهَا الْجِرْذَانُ وَإِنْ أَكَلَتْهَا الْجِرْذَانُ قَالَ وَقَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَشَجِّ عَبْدِ الْقَيْسِ إِنَّ فِيكَ لَخَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ الْحِلْمُ وَالْأَنَاةُ 

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyuub; Telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Ulayyah; Telah menceritakan kepada kami Sa'iid bin Abu 'Aruubah, dari Qataadah dia berkata :

"Orang yang bertemu utusan dari kalangan 'Abdul Qais yang menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menceritakan kepada kami, Sa'iid berkata, Qataadah menyebutkan Abu Dhamrah dari Abu Sa'iid Al-Khudri dalam haditsnya ini, bahwa orang-orang dari kalangan 'Abdul Qais menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seraya berkata :

"Wahai Nabi Allah, sesungguhnya kami penduduk desa dari kabilah Rabi'ah, dan sungguh para (kafir) Mudhar telah menghalangi antara kami dan kamu, sehingga kita tidak bisa (selamat) menujumu kecuali pada bulan Haram, maka perintahkanlah kepada kami untuk mengamalkan suatu perintah agar kami dapat mendakwahkannya kepada orang-orang yang ada di belakang kami sehingga dengannya kami masuk surga apabila kami berpegang teguh padanya." Beliau bersabda: "Saya memerintahkan kepada kalian dengan empat perkara dan melarang kalian dari empat perkara: Yaitu sembahlah Allah, dan janganlah kamu mensyirikkan-Nya dengan sesuatu apa pun, dirikankan shalat, tunaikanlah zakat, berpuasalah Ramadhan, dan berikanlah seperlima dari harga ghanimah, dan aku melarang kalian membuat perasan arak dalam Ad-Duba`, Al-Hantam, Al-Muzaffat dan An-Naqir." Mereka bertanya, 'Wahai Nabi Allah, apa pengetahuanmu tentang An-Naqir? ' Beliau bersabda: "Batang pohon yang diukir (dilubangi) lalu kamu memasukkan ke dalamnya kurma." Sa'iid berkata, "Atau beliau bersabda: "dari pohon kurma. Kemudian kamu memasukkan air ke dalamnya hingga apabila air didihnya telah tenang, maka kalian meminumnya hingga salah seorang dari kalian -atau salah seorang dari mereka- sungguh akan memukul pamannya dengan pedang", dia berkata, "Dan pada kaum tersebut terdapat seorang laki-laki yang terkena luka juga." Dia berkata lagi, "Aku menyembunyikannya karena malu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu aku bertanya, "Maka pada wadah apa kita boleh minum wahai Rasululah? " Beliau menjawab, "Pada wadah kulit (yang sudah disamak) yang sudah ditutup pada mulutnya." Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya tanah kami banyak tikus, sehingga tidak tersisa padanya minuman pada wadah kulit (yang sudah disamak), " maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dan walaupun dimakan tikus, dan walaupun dimakan tikus, dan walaupun dimakan tikus." 

Perawi berkata, "Dan Nabi Allah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Asyajj 'Abdul Qais: "Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua sifat yang disukai Allah, yaitu; santun (lemah lembut) dan sabar (berhati-hati/teliti)'." 

(HR. Muslim no. 18)




Nama-Nama Mekkah di dalam Al Quran

Mekkah memiliki beberapa nama. Dan nama-nama tersebut telah disebutkan di dalam Al Quran. Nama Mekkah sendiri disebutkan dalam surat Al-Fath :

وَهُوَ الَّذِي كَفَّ أَيْدِيَهُمْ عَنْكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ عَنْهُمْ بِبَطْنِ مَكَّةَ مِنْ بَعْدِ أَنْ أَظْفَرَكُمْ عَلَيْهِمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرًا

“Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekkah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka, dan adalah Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” 

(QS. Al Fath : 24)

Dalam surat Al-Balad, Allah ﷻ berfirman :

لَا أُقْسِمُ بِهَٰذَا الْبَلَدِ

“Aku benar-benar bersumpah dengan Al-Balad (Mekkah).” 

(QS. Al Balad : 1)

Dinamakan Balad karena ia berada di tengah negeri.

Nama lainnya terdapat dalam surat Al-Isra, kota ini dinamakan Masjid Al-Haram. Allah ﷻ berfirman :

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda, (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."

(QS. Al-Isra’ : 1)

Nama lain Mekkah adalah Bakkah. Sebagaimana tersebut di dalam surat Ali Imran :

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia."

(QS. Ali Imran : 96)

Disebut dengan Bakkah karena ia telah membuat tunduk orang-orang yang sombong.

Mekkah juga dinamakan Ummul Qura. Sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-An’am. Allah ﷻ berfirman :

وَهَٰذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ مُصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَلِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَىٰ وَمَنْ حَوْلَهَا ۚ وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ يُؤْمِنُونَ بِهِ ۖ وَهُمْ عَلَىٰ صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ

“Dan ini (Al Quran) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekkah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al Quran) dan mereka selalu memelihara sembahyangnya."

(QS. Al-An’am : 92)

Disebut Ummul Qura, karena kedudukan Mekkah lebih mulia dan lebih agung dibanding kota-kota atau daerah-daerah lainnya. Di dalamnya terdapat Baitullah.

Mekkah juga disebut dengan Ma’ad. Seperti termaktub dalam surat Al-Qashash. Allah ﷻ berfirman :

إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَىٰ مَعَادٍ ۚ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ مَنْ جَاءَ بِالْهُدَىٰ وَمَنْ هُوَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

“Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke Ma’ad (tempat kembali). Katakanlah: "Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang nyata".

(QS. Al-Qashash : 85)

Kata Ma’ad dalam ayat ini memiliki beberapa tafsiran. Di antara tafsirannya adalah ayat ini memberikan kabar gembira bahwasanya Rasulullah ﷺ akan kembali ke Mekkah dengan menaklukkannya. Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya. Karena kata Ma’ad maknanya adalah tanah kelahiran. Dan tanah kelahiran Nabi ﷺ adalah Mekkah.

Mekkah juga dinamakan dengan Balad Al-Amin (negeri yang aman). Disebut demikian karena di Mekkah diharamkan peperangan dan Dajjal tidak bisa memasukinya. Nama ini tersebut dalam surat At-Tin :

وَهَٰذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ

“Dan demi kota (Mekkah) ini yang aman.” 

(QS. At-Tiin : 3)

Dengan demikian di antara nama atau sebutan untuk Kota Mekah adalah :

    Mekkah;

    Al-Bala;

    Masjid Al-Haram;

    Bakkah;

    Ummul Qura;

    Ma’ad;

    Balad Al-Amin.

Banyaknya nama menunjukkan kemuliaannya. Karena nama-nama tersebut memiliki arti dan sifat yang dimilikinya.




Sujud Syukur

Sujud syukur adalah sujud yang dilakukan oleh seseorang ketika mendapatkan nikmat atau ketika selamat dari bencana.

Sujud syukur ini disyari’atkan sebagaimana dalam pendapat Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, Ibnul Mundzir, Abu Yusuf, fatwa dari Muhammad bin Al Hasan Asy Syaibani, dan pendapat sebagian ulama Malikiyah.

Dalil disyari’atkannya sujud syukur adalah :

حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْخُزَاعِيُّ وَأَحْمَدُ بْنُ يُوسُفَ السُّلَمِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ بَكَّارِ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَتَاهُ أَمْرٌ يَسُرُّهُ أَوْ بُشِّرَ بِهِ خَرَّ سَاجِدًا شُكْرًا لِلَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى

Telah menceritakan kepada kami 'Abdah bin 'Abdullah Al Khuzaa'iy dan Ahmad bin Yuusuf As Sulamiy keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Abu 'Aashim, dari Bakkaar bin 'Abdul 'Aziiz bin 'Abdullah bin Abu Bakrah, dari Bapaknya, dari Abu Bakrah berkata :

"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam apabila didatangi oleh urusan yang menyenangkan atau diberi kabar gembira, beliau tersungkur sujud sebagai tanda syukur kepada Allah Tabaraka wa Ta'ala."

(HR. Ibnu Majah no. 1394)

Juga dari hadits yang panjang dari Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari di mana ketika diberitahu bahwa taubat Ka’ab diterima, beliau pun tersungkur untuk bersujud (yaitu sujud syukur).

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ

لَمَّا تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ خَرَّ سَاجِدًا

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya berkata; Telah menceritakan kepada kami 'Abdurrazzaaq, dari Ma'mar, dari Az Zuhriy, dari 'Abdurrahman bin Ka'b bin Maalik, dari Bapaknya ia berkata :

"Ketika Allah menerima taubatnya beliau sujud tersungkur. "

(HR. Ibnu Majah no. 1393)

Hukum Sujud Syukur

Sujud syukur itu disunnahkan ketika ada sebabnya. Inilah pendapat ulama Syafi’iyah dan Hambali.

Sebab Adanya Sujud Syukur

Sujud syukur itu ada ketika mendapatkan nikmat yang besar. Contohnya adalah ketika seseorang baru dikarunia anak oleh Allah setelah dalam waktu yang lama menanti. Sujud syukur juga disyariatkan ketika selamat dari musibah seperti ketika sembuh dari sakit, menemukan barang yang hilang, atau diri dan hartanya selamat dari kebakaran atau dari tenggelam. Atau boleh jadi pula sujud syukur itu ada ketika seseorang melihat orang yang tertimpa musibah atau melihat ahli maksiat, ia bersyukur karena selamat dari hal-hal tersebut.

Ulama Syafi’iyah dan Hambali menegaskan bahwa sujud syukur disunnahkan ketika mendapatkan nikmat dan selamat dari musibah yang sifatnya khusus pada individu atau dialami oleh kebanyakan kaum muslimin seperti selamat dari musuh atau selamat dari wabah.

Bagaimana Jika Mendapatkan Nikmat yang Sifatnya Terus Menerus?

Nikmat yang dimaksudkan di sini adalah seperti nikmat nafas, nikmat hidup, dan bisa merasakan nikmatnya shalat. Mungkin kita pernah melihat sebagian orang yang melakukan sujud syukur karena sebab ini. Seringkali kita lihat, mereka sujud setelah selesai dzikir ketika shalat lima waktu. Padahal nikmat-nikmat tadi sifatnya berulang.

Ulama Syafi’iyah dan ulama Hambali berpendapat :

لا يشرع السّجود لاستمرار النّعم لأنّها لا تنقطع

“Tidak disyari’atkan (disunnahkan) untuk sujud syukur karena mendapatkan nikmat yang sifatnya terus menerus yang tidak pernah terputus.”

Karena tentu saja orang yang sehat akan mendapatkan nikmat bernafas, maka tidak perlu ada sujud syukur sehabis shalat. Nikmat tersebut didapati setiap saat selama nyawa masih dikandung badan. Lebih pantasnya sujud syukur dilakukan setiap kali bernafas. Namun tidak mungkin ada yang melakukannya.

Bagaimana Jika Luput dari Sujud Syukur?

Imam Ar Ramli rahimahullah mengatakan :

وتفوت سجدة الشّكر بطول الفصل بينها وبين سببها

“Sujud syukur itu jadi luput jika sudah berlalu waktu yang lama dengan waktu adanya sebab sujud.”

Berarti sujud syukur dilakukan ketika mendapatkan nikmat atau selamat dari bencana (musibah), jangan sampai ada selang waktu yang lama.

Syarat Sujud Syukur

Sujud syukur tidak disyaratkan menghadap kiblat, juga tidak disyaratkan dalam keadaan suci karena sujud syukur bukanlah shalat. Namun hal-hal tadi hanyalah disunnahkan saja dan bukan syarat. Demikian pendapat yang dianut oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah yang menyelisihi pendapat ulama madzhab.

Syaikh Ibnu ’Utsaimin menegaskan tatkala membahas permasalahan sujud tilawah :

“Sujud tilawah dilakukan ketika sedang membaca Al Qur’an. Tidak mengapa sujud dalam kondisi apapun walaupun dengan kepala yang terbuka (aurat terbuka) dan keadaan lainnya. Karena sujud tilawah tidak memiliki hukum yang sama dengan shalat."

(Al Fatawa Al Jami’ah Lil Marati Al Muslimah,  1/249)

Tata Cara Sujud Syukur

Tata caranya adalah seperti sujud tilawah. Yaitu dengan sekali sujud. Ketika akan sujud hendaklah dalam keadaan suci, menghadap kiblat, lalu bertakbir, kemudian melakukan sekali sujud. Saat sujud, bacaan yang dibaca adalah seperti bacaan ketika sujud dalam shalat. Kemudian setelah itu bertakbir kembali dan mengangkat kepala. Setelah sujud tidak ada salam dan tidak ada tasyahud.

Apakah Ada Sujud Syukur dalam Shalat?

Menurut ulama Syafi’iyah dan Hambali, tidak dibolehkan melakukan sujud syukur dalam shalat. Karena sebab sujud syukur ditemukan di luar shalat. Jika seseorang melakukan sujud syukur dalam shalat, batallah shalatnya. Kecuali jika ia tidak tahu atau lupa, maka shalatnya tidak batal seperti ketika ia lupa dengan menambah sujud dalam shalat.

Sujud Syukur Ketika Waktu Terlarang untuk Shalat

Sujud syukur tidak dimakruhkan dilakukan di waktu terlarang untuk shalat sebagaimana halnya sujud tilawah. Alasannya, karena sujud tilawah dan sujud syukur bukanlah shalat. Sedangkan larangan shalat di waktu terlarang adalah larangan khusus untuk shalat.

Semoga bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.

Referensi :

Al Mausu’ah Al Fiqhiyah, terbitan Kementrian Agama Kuwait, 24/245-250.

Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik, Al Maktabah At Taufiqiyah, 1/458-459.